2.Mencoba Menerima Kenyataan

12.4K 640 5
                                    

Hari ini matahari bersinar dengan cerah. Adinda yang terbaring di tempat tidur segera terbangun karena terusik cahaya matahari pagi yang masuk lewat celah jendela.

Mata Adinda berkedip dan akhirnya membuka. Adinda menoleh ke samping dan mendapati sosok pria tampan yang berbaring tepat di sampingnya. Jemarinya terulur ke wajah Yogi memastikan bahwa sosok Yogi adalah nyata bukan ilusinya semata.

Adinda dapat merasakan kehangatan wajah Yogi lewat sentuhan tangannya. Adinda merasakan amat bahagia, ini adalah kali pertama Yogi menginap dan tinggal bersamanya sejak mereka telah menikah siri.

Adinda membelai lembut wajah tampan itu, wajah yang di ciptakan Tuhan dengan begitu sempura. Wajah yang membuatnya jatuh cinta.

"Selamat pagi" Adinda tersenyum manis menyaksikan kelopak mata Yogi mulai terbuka. Tidur Yogi mungkin terusik oleh belaian jemarinya di wajah pria tampan itu.

"Selamat pagi Ai" gumam Yogi setengah sadar. Senyuman Adinda seketika sirna mendengar nama yang di sebut oleh bibir Yogi.

Kepalan tanganya menggenggam erat selimut tempat tidurnya.

"Aku akan menyiapkan sarapan untuk kita berdua" Kata Adinda kaku. Adinda bangun dari tempat tidur keluar kamar dengan wajah tertunduk.

Yogi dapat melihat butiran kristal membasahi pipinya membuat pria itu segera merasa bersalah.

Begitu pinta kamar tertutup Adinda segera menghapus air matanya. Tidak ada lagi kesedihan yang terlihat justru matanya memancarkan kebencian yang begitu besar.

"Sayang tunggu sebentar lagi, sebentar lagi papamu hanya akan menjadi milik kita" Bisik Adinda menyentuh perutnya yang membuncit senyuman terukir di bibirnya. Senyuman indah yang entah kenapa justru terasa menakutkan.

Yogi memasuki dapur, matanya memperhatikan Adinda yang sibuk menyiapkan makanan untuknya sarapan.

"Mas ayo ke sini aku sudah menyiapkan nasi goreng kesukaan Mas" melihat senyuman Adinda membuat Yogi semakin merasa bersalah pada isteri keduanya.

"Terima kasih" Yogi mencium mesra kening Adinda. Pria itu memutuskan mulai sekarang dia akan memperlakuakan Adinda dengan lebih baik sebagai penebus rasa bersalahnya.

Yogi tak pernah menyadari bahwa seseorang yang pantas membuatnya merasa bersalah harusnya adalah Aila isteri yang telah di khianati olehnya bukan Adinda isteri keduanya.

**********

Sementara itu...

"Uwek..uwek" Aila berjongkok di delapan toilet memuntahkan semua isi perutnya.

Hari ini tubuh Aila merasa sangat tidak nyaman, apalagi di tambah dengan gejala kehamilan yang di milikinya.

Sudah beberapa kali Aila bolak-balik ke kamar mandi untuk muntah. Saat dalam keadaan sulit begini Aila kembali memikirkanYogi, betapa baiknya kalau ada Yogi di sini menemaninya.

Tapi segala keinginan itu langsung si tepisnya, saat kenangan penghianatan Yogi kembali melintas di otaknya.
Kini Aila harus kuat menjalani apa yang terjadi dan menghadapi yang mungkin akan terjadi karena kini dia tidak sendiri lagi. Ada calon anaknya yang telah tumbuh di rahimnya.

Calon bayinya yang juga dapat merasakan segala penderitaan dan luka hatinya. Aila membelai lembut perutnya.

"Maafkan mama sayang, mama sudah egois dan hanya memikirkan luka mama sendiri, mama berjanji mulai sekarang mama akan kuat demi kamu" Aila memutuskan untuk kuat. Kuat untuk menjadi ibu, apapun yang terjadi nanti dia akan terus kuat karena janin yang tumbuh dalam rahimnya kini menjadi kekuatan utama untuknya.

************

Begitu selesai mandi dan berpakaian rapi. Aila turun ke bawah menuju meja makan.

Di meja makan sudah ada nyonya Herlina dan tuan Dito.

Nyonya Herlina menatapnya tajam begitu melihat kehadiranya yang terlambat dari biasanya. Sementara tuan Dito sama sekali tak menyadari kehadiranya karena matanya fokus membaca koran di tanganya.

"Pagi ma, pa" sapa Aila.

"Pagi, duduklah ayo kita sarapan bersama" tuan Dito menoleh menatap Aila begitu mengetahui kehadiran menantunya itu. Tuan Dito kemudian meletakan koran yang sedang di bacanya.

"Sungguh kasianya diriku punya menantu yang sama seperti ratu bahkan mertuanya harus menunggunya ketika harus sarapan" Aila menghiraukan sindiran nyonya Herlina mengucapkan maaf secara asal dan duduk di kursinya.

"Sudahlah jangan ribut pagi-pagi" tegur tuan Dito pada isterinya saat melihat nyonya Herlina hendak berbicara kembali. Nyonya Heelina yang di tegur oleh suaminya hanya bisa menelan kembali semua ucapanya.

Suasana meja makan kembali hening, tidak ada lagi yang berbicra hanya ada suara dentingan sendok dan piring.

"Aila apa Yogi tidak pulang?" tanya tuan Dito setelah mereka selesai sarapan. Tubuh Aila terasa menegang saat mertuanya menanyakan Yogi.

"Dia ada urusan bisnis mendadak jadi tidak bisa pulang beberapa hari ini pa" jawab Aila mengulangi semua kebohongan yang di ucapkan suaminya.

"Nanti setelah dia pulang suruh dia menemui papa di ruang kerja"

"Baik pa" setelah mendengar jawaban Aila tuan Dito pergi meninggalkan ruang makan,menyisakan Aila dan nyonya Herlina berdua.

"Bi siapkan dua cangkir teh dan bawa ke halaman belakang" perintah nyonya Herlina kemudian ia mengalihkan pandanganya pada Aila.

"Aila ayo ikut mama,ada satu hal yang ingin mama bicarakan padamu" nyonya Herlina berkata serius. Nyonya Herlina bangun dan memimpin jalan, Aila berjalan di belakang mengikuti stiap langkahnya.

Mereka sampai di halaman belakang rumah. Nyonya Herlina duduk di kursi di halaman rumahnya dan Aila duduk di hadapan ibu mertuanya itu.

Keduanya terdiam, Aila menunggu sebenarnya apa hal yang serius yang ingin di bicarakan oleh ibu mertuanya.

"Nyonya ini tehnya" Bi ijah datang menyajikan dua cangkir teh di hadapan nyonya Herlina dan Aila.

Aila menyeruput teh yang di sajikan sambil menunggu apa yang akan di sampaikan oleh ibu mertuanya.

"Aila mama ingin Yogi menikah lagi."
Sebuah kalimat dari nyonya Herlina suakses membuat Aila terkejut. Cangkir teh yang di pegangnya jatuh ke tanah dengan percikan Air yang masih panas memercik ke tangannya membuat kulit putihnya berubah memerah.

"Apa yang kau lakukan, seharusnya kau hati-hati itu adalah cangkir koleksi mama" tegur nyonya Herlina melihat cangkir koleksinya jatuh dan hancur tanpa menghiraukan tangan Aila yang melepuh terkena air panas.

"Apa maksud mama membiarkan mas Yogi menikah lagi?" tanya Aila dengan suara bergetar.Aila menghiraukan rasa sakit di tangannya karena percikan air panas. Yang di inginkan adalah jawaban ibu mertuanya.

Apakah ibu mertuanya tahu tentang Adinda dan Yogi hingga berbicara seperti ini padanya.

"Mama ingin anak mama menikah lagi hingga bisa punya keturunan dan mama bisa memegang cucu mama, kalau terus menunggumu entah sampai kapan Yogi akan punya anak" kata nyonya Herlina. Wajahnya tampak kusut, sepertinya dia sangat kesal pada Aila.

"Ma aku dan Yogi, kami baik-baik saja semua sudah di cek bahwa kami tidak memiliki masalah mungkin belum saatnya bagi kami mempunyai keturunan" Aila merasa lega, sepertinya nyonya Herlina tidak tahu dengan kehamilan Adinda. Kalau ibu mertuanya tahu dia tidak mungkin terlihat tergesa-gesa menjodohkan Yogi untuk menikah lagi.

"Sampai kapan mama harus menunggu, seharusnya kamu jangan egois Aila kamu tidak bisa bersikap begini kamu tidak bisa memberikan anak mama seorang putera. Jadi kamu harus menerima kalau mama ingin Yogi menikah lagi dan memberikan mama seorang cucu" nyonya Herlina berkata dengan menggebu-gebu.

"Siapa yang akan menikah lagi?" sebuah suara sontak menghentikan perdebatan Aila dan mertuanya.

Aila berbalik dan melihat sosok yang entah sejak kapan telah berdiri di sampingnya.

Bersambung.

Halo semua maaf kalau masih ada typo.semoga semua suka ceritanya jangan lupa like and comment ya!!!

Cinta Pertama, Pernikahan kedua.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang