24. Berita Mengejutkan.

12.3K 601 19
                                    


Aila duduk santai di kursi dalam sebuah taxi . Pandangan matanya tertuju pada pemandangan di luar jendela, namun pikirannya mengembara memikirkan kelangsungan rumah tangganya.

Sudah seminggu dia meninggalkan Yogi, dia tidak tahu apa Yogi telah memutuskan sesuatu.

Mungkin dia bertindak terlalu impulsif namun dia tidak menyesali keputusannya. Dia harus meninggalkan Yogi dan membuat suaminya itu segera memilih.

Aila tidak ingin terus hidup seperti ini, di bawah bayangan penghianatan Yogi. Membayangkan harus berbagi suaminya dengan wanita lain membuat hatinya begitu menyakitkan.

Aila tahu dia bersikap egois karena memaksa Yogi meninggalkan Adinda di saat Adinda sedang mengandung. Namun dia tidak bisa bersikap munafik dan berpura-pura bahwa dia bisa ikhlas berbagi suami, apalagi madunya adalah kakak angkatnya sendiri.

Sekarang dia hanya bisa berharap Yogi bisa segera mengambil keputusan. Jika Yogi memilihnya dia akan berusaha memaafkan Yogi dan melupakan semuanya lalu memulai hidup baru mereka bersama calon anak yang tengah di kandungnya.

Namun jika Yogi memilih bersama Adinda, dia akan pergi dan menghilang dari kehidupan mereka. Dia akan memulai hidup baru dengan anaknya dan tidak akan pernah memberitahukan Yogi dan keluarga Rahardian tentang kehadiran calon anaknya.

Aila hanya tidak ingin keluarga Yogi merampas anaknya darinya. Dia hanya ingin menjalani hidup baru dengan calon anaknya.

Tapi di sudut terdalam hatinya Aila masih berharap bahwa itu tidak akan pernah terjadi dan Yogi akan memilihnya.

Bunyi ponselnya membangunkan Aila dari segala lamunannya. Aila mengambil ponselnya yang berada di dalam tasnya.

Melihat nama yang tertera di ponselnya membuatnya langsung bepaling dan melanjutkan kegiatannya memandang keluar jendela.

Ponselnya terus-menerus berdering namun Aila mengacuhkannya. Aila sama sekali tidak ingin berbicara dengan orang yang meneleponnya itu.

Penelpon yang tidak lain adalah Adinda, istri kedua suaminya. Aila tidak ingin mengatakan apapun pada Adinda, bukan karena dia takut namun dia terlalu muak untuk berbicara apalagi bertemu lagi dengan wanita yang menjadi kakak angkatnya itu.

Ponselnnya terus menerus berdering namun Aila tetap tidak berniat mengangkat panggilan telepon itu.

"Kenapa tidak di angkat, Non? Mungkin itu penting." Tegur sopir taxi ketika mendengar ponsel Aila yang terus berdering.

"Salah sambung, Pak." Jawab Aila acuh. Sang supir mengangguk mengerti.

"Lalu kita akan kemana, Non?"

"Kita berhenti di rumah sakit, Pak." Jawab Aila. Hari ini dia memang berniat untuk ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya sesuai jadwal dokter.

Jika saja tidak ada masalah dalam rumah tangganya mungkin kini dia dan Yogi telah bahagia menantikan kehadiran calon buah hati mereka.

Pasti sekarang Yogi yang akan mengantarkannya memeriksakan kandungannya.

Namun semua itu hanya bisa menjadi khayalannya. Aila berharap semua ini akan cepat selesai.

"Non kita sudah sampai." Tegur sang sopir taxi. Aila menoleh ke jendela dan menemukan dia sudah berada di depan rumah sakit.

"Terima kasih, Pak." Ucap Aila dan menyerahkan ongkos taxi lalu turun dan memasuki rumah sakit.

Aila berjalan di koridor rumah sakit menuju tempat dokter kandungan yang telah membuat janji untuk pemeriksaan kandungannya.

Sementara itu.

Adinda berdecak kesal, Adinda merasa sangat kesal karena Aila tak kunjung menjawab panggilan teleponnya.

Adinda kemudian beralih menelepon Yogi namun Yogi juga mengacuhkan panggilan teleponnya. Dia mencoba lagi terus-menerus berharap Yogi mengangkat teleponnya, namun harapannya sia-sia Yogi tak kunjung menjawab panggilan teleponnya.

Adinda merasa marah dan frustasi. Sejak hari itu Yogi tidak lagi datang menemuinya dan bahkan tidak menjawab teleponnya.

Hari ini dia berharap Yogi untuk menghubunginya karena hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungannya, namun harapannya sirna bukan hanya tidak meneleponnya bahkan Yogi tidak menjawab panggilan teleponnya.

"Akhh!" Teriaknya frustrasi. Adinda bingung apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Yogi sepertinya serius untuk menceraikannya dan dia juga tidak bisa menghubungi Aila untuk meminta bantuannya.

Hanya ini satu-satunya cara agar Yogi tidak menceraikannya adalah jika Aila mau membujuk Yogi.

Adinda merasakan perutnya tiba-tiba sakit. Sepertinya anaknya juga merasakan emosinya. Adinda mencoba menenangkan emosinya.

Hanya anak ini harapan terakhirnya. Tidak boleh ada yang terjadi pada anaknya, jika sesuatu terjadi pada calon anaknya, maka tidak akan ada lagi hal yang di jadikannya alat untuk mempertahankan Yogi.

Adinda lalu meraih tasnya beranjak pergi menuju rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya.

Adinda tiba di rumah sakit, dia berjalan menuju ruangan dokter Andre sahabat sekaligus dokter kandungannya, namun langkahnya terhenti ketika menemukan sosok wanita yang keluar dari ruangan dokter Andre.

Adinda segera bersembunyi hingga sosok wanita itu berjalan melewatinya. Setelah memastikan wanita itu pergi, Adinda keluar dari persembunyiannya lalu langsung masuk ke ruangan dokter Andre.

" Din kau sudah datang?" Tanya Andre begitu mendapati sosok Adinda yang masuk ke dalam ruangannya. Wajah Adinda tampak pucat.

"Kau tidak apa-apa, Din? wajahmu tampak pucat." Andre bertanya dengan khawatir.

"Dre wanita yang keluar dari ruanganmu barusan, apakah itu pasienmu?"

"Ya dia pasienku, namanya Aila dia juga tengah mengandung sekitar tiga bulan." Tubuh Adinda nyaris roboh jika Andre tidak menopang tubuhnya.

"Tidak mungkin! Tidak mungkin Aila hamil!" Gumam Adinda sambil menggeleng-gelengkan kepalanya menolak kenyataan.

Adinda tidak bisa menerima kenyataan. Jika benar Aila sedang hamil maka harapannya untuk bersama Yogi akan hancur.

Apa Yogi sudah tahu tentang kehamilan Aila hingga Yogi memutuskan menceraikannya.

Adinda merasa sangat syok dengan berita kehamilan Aila hingga akhirnya dia kehilangan kesadarannya.

Bersambung.

Cinta Pertama, Pernikahan kedua.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang