Story 1
Di maki, di hina, dan di kucilkan oleh keluarganya sendiri, itu sudah biasa bagi gadis bernama lengkap Sara Talia Sincray. Hari-harinya selalu menahan tangisan. Tersenyum palsu di setiap keadaan memang sudah ciri khasnya.
Pukulan demi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kamu nggak apa-apa, kan?" Arga langsung angkat suara ketika sampai di hadapan Angel maupun Sara. Lelaki tersebut sedikit mendorong Sara untuk memberinya celah guna menghampiri Angel yang masih setia memegang pipinya.
"Kak, sakit," adu Angel dengan suara ingin menangis, terlihat jelas kedua matanya sudah berkaca-kaca.
"Pipi kamu itu mulai bengkak. Gimana kalau kita ke rumah sakit? Kalau dibiarkan, itu bisa bahaya. Lagian juga ini 'kan, hujan, nanti kamu sakit." Tanpa dideskripsikan, sudah jelas bahwa Arga benar-benar cemas. Terlihat dari raut wajahnya.
Salah satu tangan lelaki itu menyentuh pipi kanan Angel, sedangkan gadis itu hanya mengangguk pelan. "Ya udah, gih, masuk ke mobilku."
"Em iya, Kak. Tapi, mobilku gimana? Masa iya ditinggal di sini."
"Tenang aja, mobilmu biar aku yang urus." Seperti biasa, Arga selalu mengacak rambut Angel karena menganggap sebagai adiknya sendiri.
"Siap, Bos!" Angel mengangkat tangan kanan dan meletakkannya ke kening. Hal itu membuat Arga terkekeh kecil.
Sepersekian menit ditinggal Angel, kini Arga maupun Sara hanya saling melempar pandang, ditemani dengan suara guyuran hujan.
"Ternyata aku selama ini salah menilaimu, ku kira kamu cewek yang baik. Tapi, ternyata kamu itu pandai dalam berakting. Pantas aja keluargamu tidak menyukaimu, ternyata begini sifatmu. Sungguh di luar dugaan, polos di luar, tapi kejam di dalam! Kalau sampai kamu kembali menyakiti Angel," ucap Arga menggantung. Sebelum meneruskan pembicaraannya, dia mengacungkan jari telunjuknya tepat di wajah Sara. "kubuat kamu makin menderita dan jangan kamu kira kalau selama ini aku baik itu karena aku suka padamu. Cih! Cewek sepertimu nggak pantas buat dicintai sama cowok. Kamu itu pantasnya jadi cewek yang menyerahkan keperawanannya ke laki-laki yang otaknya sama kayak kamu! Atau yang lebih simpelnya disebut jalang," cerca Arga bertubi-tubi.
"Kak, cepetan! Ini hampir malam. Jangan lama-lama di bawah hujan, nanti sakit!" teriak Angel, di mana kepalanya sedikit dikeluarkan dari kaca jendela mobil.
"Iya!" balas Arga tanpa menoleh ke arah Angel. Sebelum pergi, laki-laki itu memberikan sebuah peringatan ke Sara dengan tampang datarnya.
"Ingat itu!" tegasnya sembari mendorong tubuh Sara yang langsung tersungkur. Tanpa ada rasa bersalah sedikit pun, Arga beranjak pergi.
'Ck, kenapa jadi berat gini, sih? Aduh, Ga buat apa kamu kasihan sama si drama Queen itu? Ah, udahlah biarinin aja!' batin Arga dengan ego yang sudah meliputi isi hati nuraninya.
***
Di lain tempat yaitu kediaman Sincray, semua anggota keluarga itu tengah berkumpul di ruang tamu yang merupakan tempat kesukaan mereka guna bercanda ria bersama.
"Gila, tuh, cewek! Ini udah jam berapa coba? Belum pulang-pulang juga, benar-benar dah. " Leon berdecak sembari menatap arlojinya yang kini sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB.
"Buat apa, sih, Sayang mikirin jalang itu? Biarkan saja dia pulang atau nggak. Palingan lagi main keperawanan di luar sana, kan? Makanya dia itu selalu pulang malam. Gitu aja, kok, nggak ngerti," seru Sinta dengan kedua mata yang fokus ke arah layar ponselnya. Semua orang yang ada di sana hanya acuh tak acuh tanpa bersuara sedikit pun.
Mereka kembali fokus akan kegiatannya masing-masing. Di lain tempat, ingatan Sara akan perkataan Arga kembali berputar di otaknya. "Atau yang lebih simpelnya disebut jalang."
"Begini, ya, rasanya dibilang jalang dari orang yang kita cintai? Sakit, sih. Sakit banget malahan." Sara menghentikan langkahnya, dia secara terang-terangan memukul-mukul dadanya dan menjongkokkan diri sembari memeluk tasnya itu.
"Kenapa, sih, semua orang itu membenciku? Kukira Kak Arga mencintaiku selama ini, ternyata salah! PD banget, sih, kamu Ra. Nggak ada ceritanya yang cinta sama cewek cupu kayak kamu!" makinya ke diri sendiri, lalu tertawa dan menangis sembari mengacak rambutnya. Entah kenapa tadi mulutnya seakan bungkam saat berhadapan dengan Arga.
"Aku rela kalau aku berakhir sampai di sini." Tangisan Sara pecah di bawah guyuran air hujan itu, lalu mendongakkan wajahnya ke langit malam.
Seusai menenangkan diri sejenak, dia dengan cepat kembali berlari hingga memakan waktu lumayan lama. Hingga akhirnya, dia sampai dan menginjakkan kaki di halaman kediaman Sincray.
"Apa yang akan terjadi selanjutnya, kita lihat dan kamu harus kuat, Sara!" semangatnya ketika sudah berada di ambang pintu rumah bak istana, tetapi kebahagiaan tidak terpancar di dalamnya.
Membuka pintu, perlahan tapi pasti Sara melangkahkan kakinya dan melewati ruangan yang sangat dia jauhi. Namun, sayang sekali kamarnya itu harus melewati ruangan seperti neraka itu. Tampak jelas pandangan tidak suka mengarah ke arahnya yang sudah seperti mayat hidup berjalan. Bagaimana tidak, wajah Sara pucat pasi, rambut berantakan serta bajunya yang basah kuyup.
"Ngapain pulang?" tanya Wisnu dan melempar asal koran yang dipegangnya.
Sara mengembuskan napas kasar, lalu menghentikan langkahnya sembari menatap ke arah Wisnu tanpa ekspresi sedikit pun.
'Menyedihkan sekali aku!' Sara menertawakan diri sendiri dalam hati.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.