🌸Chapter 19🌸

9.3K 445 3
                                    

  "Gue Deon, dan nama lo siapa?" Siswa baru itu mengulurkan tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue Deon, dan nama lo siapa?" Siswa baru itu mengulurkan tangannya. Sekejap Sara menatap uluran tersebut dan dia membalas jabatan tangan kekar dari Deon.

"Aku Sa-ra," balasnya agak gugup. Memang pada dasarnya Sara selalu memakai kata aku-kamu, tetapi beda halnya kalau sedang mengobrol dengan Uwis. Kata sahabatnya itu, menggunakan aku-kamu menurutnya tidak kekinian. Jadi, mau tidak mau Sara kalau bersama Uwis harus menggunakan lo-gue.

"Oh, oke. Jadi, nama lo Sara? Cakep juga, ya, kayak orangnya." Belum satu hari berada di sekolah, Deon sudah berani menggoda Sara. Hal itu membuat sang gadis langsung merona.

"Oh, ya, itu muka pucat. Lo sakit?" Tangan Deon memegang kening Sara untuk mengecek suhu tubuh.

"E-enggak, kok, aku baik-baik aja. Emang begini, sih, akibat begadang." Sara menepis tangan laki-laki itu. Tentu saja dia berbohong. Tidak mungkin, kan, dia menceritakan semuanya ke orang baru?

"Oh." Deon hanya ber-oh-ria, lalu kembali memperhatikan Bu Ani yang tengah menjelaskan materi pembelajaran di depan.

'Nih, makhluk apa, sih? Apa jangan-jangan dia makhluk astral kali yang turun ke bumi buat ngehancurin makhluk lain? Aduh, ngawur aja, sih, ini otak!' Sara berdecak karena pikirannya yang mengada-ngada.

***

Ini adalah hari pertama gue masuk sekolah SMA Haruga. Jadi, gue adalah anak pindahan dari sekolah ternamaSMA Gerald. Penyebab gue pindah ialah karena bokap yang sebagai kepala sekolah baru ini, dia bilang mau jagain gue. Memang, sih, bokap sangat menyayangi gue karena cuma gue-lah satu-satunya benda berharga bokap, sedangkan nyokap sudah lama meninggal dunia waktu gue berumur lima tahun dan lebih tepatnya lagi gue adalah anak tunggal. Awalnya gue sempat nolak waktu itu, masa iya gue masih dijagain. Padahal gue, kan, sudah dewasa, berotot, rajin olahraga, gemar menabung dan satu lagi tenar akan kegantengan gue. Namun, karena gue anak yang baik, jadi iyain saja.

Waktu yang ditunggu tiba, gue bergegas pergi ke sekolah karena sudah menunjukkan pukul 07.20 WIB. Penyebab utama gue telat ini semua salah si Rembo yang lama berkokoknya. Alarm? Wah jangan ditanya, gue nggak mempan kalau dengar bunyi alarm walaupun dekat di telinga gue. Malahan bunyi alarm itu malah buat tidur gue semakin pulas karena deringnya itu membuat gue di alam mimpi joget-joget dengan riangnya.

Soal yang bangunin? Weh, nggak ada yang berani masuk ke kamar gue buat bangunin. Sering sekali pekerja di rumah ketika mau bangunin, baru saja masuk satu langkah, sebuah lemparan bantal minion pas mengenai wajah si pekerja. Gue, sih, sebenarnya nggak niat lempar bantal ke sembarang orang, tetapi, ya, gimana gue itu seperti merasa orang yang menginjakkan kakinya pagi-pagi buta gitu di kamar gue seakan malaikat izrail yang mau mencabut nyawa! Kan, ngeri!

Broken Home [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang