🌸Chapter 20🌸

10.2K 477 9
                                    

  Beberapa jam berlalu, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi hingga bergema di seluruh penjuru sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Beberapa jam berlalu, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi hingga bergema di seluruh penjuru sekolah. Karena itulah semua murid di SMA Haruga telah berhamburan keluar untuk pulang setelah otak mereka bekerja seharian.

  "Wis!" panggil Sara saat melihat sahabat lamanya itu berlalu begitu saja di sampingnya. Sara mempercepat langkah kakinya karena langkah Uwis semakin cepat. Karena tidak ada sahutan, Sara pun menepuk pundak Uwis saat sudah ada di samping gadis berambut hitam tersebut.

  "Gue minta maaf, gue tau, kok, gue salah. Tolong maafin gue, karena ...," ujarnya menggantung. Dia menundukkan wajahnya ke bawah, hal itu membuat Uwis ikut menghentikan langkahnya hingga salah satu alisnya terangkat.

  "Karena gue nggak punya siapa-siapa lagi selain lo," sambung Sara yang masih tertunduk.

  Sontak saja ucapan Sara membuat Uwis langsung memeluk sahabat yang sudah dianggap keluarganya itu begitu erat, layaknya seorang kakak memberikan kasih sayangnya secara langsung kepada sang adik. Sara terlonjak akan pelukan tiba-tiba itu.

  "Iya, gue maafin lo, kok. Lagian, gue juga salah," balas Uwis seraya mengelus punggung Sara lembut.

  "Benar?" tanya Sara memastikan.

  Uwis mengangguk pelan lalu melepaskan dekapan hangatnya.
"Eh, lo sakit, Sar?" Tanpa disuruh sekali pun, dengan sigap tangan Uwis menyentuh pipi Sara.

  "Oh, enggak, kok," alibi Sara.

  "Lo bohong! Udahlah, sebaiknya gue antar lo pulang, nanti lo tambah sakit." Tanpa menunggu persetujuan Sara, Uwis langsung menarik lengan Sara. Langkahnya terhenti paksa karena Sara bergeming. Dia mengalihkan pandangannya ke belakang, di mana sahabatnya sedang memegang dahinya. Rasa cemas berlabuh di pikiran Uwis, beberapa kali dia memanggil Sara. Namun, gadis itu sama sekali tidak menyahut.

  "Sar! Hei, lo kenapa?" gertak Uwis sambil sedikit menggoyangkan tubuh Sara. Kini dia menjadi sangat gelisah karena tubuh Sara sempoyongan tidak beraturan.

  'Kenapa pandanganku jadi hitam begini?' batin Sara. Dia pun memandang wajah Uwis yang semakin lama semakin buram.

'Gubrak!

  "Sara!"

  Setelah memakan waktu satu jam, perlahan, kedua kelopak mata Sara mulai terbuka seutuhnya.

  "A—aku ada di mana?" Ketika benar-benar sadar, Sara langsung menanyakan kalimat itu.

  "Akhirnya kamu sadar juga. Om, Tante, juga Uwis sangat mengkhawatirkan mu," kata seorang wanita paruh baya, yang tidak lain adalah Ibu Uwis, yang bernama Zefanya.

Broken Home [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang