🌸Chapter 22🌸

9.1K 469 1
                                    

  Keesokan harinya, terdengar suara gaduh yang disebabkan oleh beberapa murid dari salah satu kelas yang berada di pojok kanan dekat perpustakaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya, terdengar suara gaduh yang disebabkan oleh beberapa murid dari salah satu kelas yang berada di pojok kanan dekat perpustakaan. Kelas yang tengah ribut itu ialah kelas X-IPA 2, yaitu kelas yang juga dihuni oleh Sara.

"Eh, kalian! Kita di undang ke acara ultah Saras sama Laras!" teriak salah satu laki-laki yang tidak lain merupakan ketua kelas X-IPA 2.

"Ah, yang bener?" tanya siswi berambut pendek berponi itu sembari mengoleskan bibirnya dengan lipstik yang selalu dibawanya.

"Masa gue bercanda, sih! Nih, undangannya! Baca, tuh," ujarnya agak ketus seraya menyerahkan undangan yang ada di tangannya tadi.

"Oh My God! Ini mimpi atau nggak, sih?!" kata seorang gadis berambut pirang bergelombang sambil mencubit pipinya.

"What, malam ini! Demi apa, gue akan bertemu pangeran gue, aaa ... Abang Leon!" Tidak henti-hentinya para siswi di kelas ini membayangkan pertemuannya dengan Leon dan Bumi. Maklum saja, karena mereka berdua itu merupakan primadona di sekolah SMA Haruga.

"Eh, Sar," panggil Uwis kepada sahabatnya itu yang tengah membaca sebuah novel kesayangannya. Kursi kosong di samping Sara duduk, ditarik Uwis untuknya duduk.

"Em ...." Bukannya menjawab, Sara hanya membalasnya dengan deheman panjang tanpa menatap Uwis terlebih dahulu.

"Lo temenin gue, ya, malam ini."
Sara menghentikan kegiatan membacanya dan menatap sahabatnya tanpa ada ekspresi yang dia tampilkan.

"Ke mana?" Seakan malas untuk berbicara sekarang, Sara kembali fokus akan novel yang dia pegang.

"Ke Jepang, buat maskeran," balas Uwis asal-asalan.

"Oh, kapan ke sana?"

'Tak!

Telanjur kesal dengan tanggapan Sara yang seakan-akan mengejek dirinya, tanpa disuruh pun dia menjitak kening Sara karena kesal dengan responnya.

"Aw ... Wis, apa-apaan, sih? Sakit, ih." Tangan Sara memegang jidatnya. Dia mengusap-usap kening yang beberapa detik lalu jadi bahan pelampiasan.

"Lo juga, sih, pake nanya, lagi. Ya ke rumah lo-lah," ketus Uwis dengan nada kesal.

"Ngapain?" Kedua ekor mata Sara sedikit melirik ke arah Uwis yang wajahnya sudah memerah bagaikan gunung berapi yang mau meledak. Tak ada jawaban dari sahabatnya, Sara hanya acuh tak acuh seraya mengedikkan bahu sebentar dan kembali membaca novel.

Broken Home [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang