🌸Chapter 32🌸

8.9K 399 2
                                    

  "Eh, Deon  anu, itu bunga yang ada di perkarangan rumahmu itu kamu yang tanam?" Sembari bertanya, Sara menyingkirkan badan Deon dari hadapannya.

  "Bukan," jawab Deon sembari mengangkat kedua bahunya sejenak.

  "Oh, apa ayah kamu?"

  "Bukan." Untuk kedua kalinya, jawaban yang sama laki-laki itu lontarkan.

  "Apa bibi kamu?" Sudah tiga kali Sara mengajukan pertanyaan, tetapi Deon terus-menerus menjawabnya dengan jawaban yang sama.

  "Bukan."

  "Terus siapa?" Sara sedikit kesal, hingga mendelik, pertanda dirinya menyerah.

  "Nyokap gue, kenapa?" tanya balik Deon, terlihat di balik matanya terpancar aura kesedihan. Perubahan suasana itu lantas saja membuat Sara membeku.

  "Deon, aku nggak bermaksud buat kamu jadi sedih, Aku---" ucapan Sara terpotong sebab jari telunjuk dari lelaki berjaket putih itu berada di bibir miliknya.

  "Santai aja. nyokap gue itu suka banget sama bunga, apalagi bunga mawar sama tulip. Makanya itu, nyokap suka tanam bunga di perkarangan rumah. Tapi, sayangnya sebelum bunga itu mekar, nyokap lebih dulu meninggalkan gue sama bokap untuk selamanya, sampai sekarang bunga itu selalu kami jaga. Dan setelah kematian nyokap, di situlah gue yang awalnya ceria berubah menjadi layaknya es batu. Tapi, itu nggak berlangsung lama waktu gue ketemu Arga di taman kanak-kanak waktu itu. Dialah yang jadi penyemangat gue, dan hal itu gue sama Arga udah lama bersahabat dari kecil sampai sekarang ini," jelas Deon panjang lebar, lalu dia menarik sudut bibirnya menjadi senyuman pahit.

  "Maaf sebelumnya, tapi mama kamu meninggal karena apa?" Mungkin pertanyaan Sara bisa mematahkan hati Deon, tetapi rasa keingintahuannya sangatlah besar. Laki-laki itu menarik napas berat, lalu mengembuskannya perlahan.

  "Karena sakit leukemia," jawabnya yang membuat sang gadis semakin merasa bersalah.

  Refleks, Sara mengulurkan tangan kanannya untuk mengelus pundak Deon guna menyemangatinya. Karena hanya itulah agar membuat laki-laki yang sudah dianggapnya sebagai keluarga sendiri tersebut tidak bersedih lagi.

  "Kamu jangan sedih. Percayalah padaku, mamamu pasti udah tenang di alam sana. Kalau kamu sedih, maka udah aku pastikan mama kamu pasti akan sedih lihat anak kesayangannya yang begitu. Seharusnya kamu bersyukur karena masih memiliki seorang ayah yang sayang sama kamu. Kamu itu lebih beruntung daripada aku, Deon. Jadi, terimalah dengan lapang dada atas kepergian mamamu itu." Sepatutnya kata-kata itu diajukan juga teruntuk dirinya sendiri. Gadis berwajah cantik itu tersenyum miris dengan tangan yang masih setia mengelus pundak sang lelaki.

  Netra Deon menatap dalam manik-manik mata Sara yang menurutnya sangat indah dipandang. Benar menurutnya, bahwa dia lebih beruntung dibanding gadis yang berusaha tersenyum tegar di setiap waktu. "Mulai sekarang, kita akan selalu berbagi cerita, tanpa ada rahasia di antara kita," ucapnya yang langsung mendapatkan anggukan kecil dari Sara.

  "Em, Deon. Kalau boleh aku tahu, kamu kenapa suka minion?" Merasa ini waktu yang tepat, Sara pun bertanya demikian.

  Deon tersenyum, lalu menjawab, "Lucu, kan, kalau cowok kayak gue suka yang begituan? Gue tahu, kok, lo pasti bingung, jadi gue akan ceritain dari sekarang kenapa gue suka sama minion. Itu karena saat gue ultah di umur ke-empat tahun, nyokap memberikan sepasang boneka minion ke gue. Awalnya gue ragu buat nerima kado itu, tapi kata nyokap kalau kita merasakan kesunyian, kecewa, patah hati  maka tataplah boneka minion itu. Di mana boneka minion selalu tersenyum ke kita menandakan bahwa apa pun masalah yang akan kita lewati, kita harus tetaplah tersenyum," jelasnya jujur.

Broken Home [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang