Ta, tadi kamu kemana? Kok nggak ikut acara mabim?
Sebuah pesan singkat whats app dari indri masuk ke handphoneku. Indri memang belum mengetahui masalah yang terjadi padaku tadi pagi. Memang tidak ada satupun mahasiswa baru yang tahu selain kami berempat.
Aku tadi nggak ikut, In, hehe.
Kenapa,Ta?
Aku udah divonis nggak lulus mabim, sama Kang Anton.
Gara-gara masalahku, yah, Ta?
Bukan, kok,In. Ini bukan gara-gara kamu.
Heem, bohong!
Bener kok, In. Masa kamu ga percaya sama aku?
Yaudah aku percaya. Btw udah makan malem belum, Ta?
Belum, In. Kenapa?
Aku juga belum makan, temenin aku cari makanan yuk.
Iya, sepuluh menit lagi, aku jemput kamu ke kosan.
Malam itu Indri mengajakku untuk makan malam bersama, kami makan nasi goreng di sebrang lampu merah, dekat dengan kampus.
Indri memintaku untuk menjelaskan masalah yang terjadi padaku tadi pagi, akupun menceritakannya dengan detail pada Indri. Ia merasa bersalah dan meminta maaf padaku, ia juga menelepon Rendi, Ardi dan Heru untuk meminta maaf.
"Eh, Ta, ke Karang Resik, yuk!"
"Karang Resik?"
"Iya, kan masih ada waktu dua jam sampe tutup jam sembilan. Kalo malem kan, gratis, nggak usah bayar tiket masuk."
"Emang iya?"
"Iya, udah jangan banyak tanya. Yuk!"
"Iya, ayoo."
Karang Resik merupakan sebuah taman wisata di Kota Tasikmalaya yang menyediakan beberapa spot foto yang unik dan Indah, apalagi dimalam hari. Kerlap-kerlip lampu yang menghiasi area disana sangat menenangkan dan memanjakan mata.
"Mau duduk dimana, In?" Aku bertanya polos pada Indri. Aku memang belum pernah sekalipun ke Karang Resik. Hanya saja, setiap pulang ke Cilacap tempat ini selalu kulewati karena letaknya yang berada tepat di perbatasan Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis.
"Dibawah, yuk. Di kafe yang deket spot perahu." Jawabnya
"Yaudah, ayo. Kamu duluan, aku belum pernah kesini soalnya."
"Yang bener?"
"Iya, aku nggak pandai berbohong, In. Apalagi sama kamu."
"Tapi aku juga belum pernah kesini, ckck." Jawab Indri diiringi tawa renyah setelah ia berbicara.
Oh, Tuhan. Debar ini selalu saja kurasakan saat bersamanya.
"Heyy!! Malah bengong." Indri mengagetkanku.
"Hehe, nggak kok. Aku cuma lagi mikir." Ucapku malu
"Mikirin apa hayoo? Mikirin pacarmu yah?"
"Nggak, lah. Aku nggak punya pacar. Lagian, mana ada wanita yang mau sama orang kayak aku."
"Emang kamu gimana?"
"Ya, gini. Acak-acakan."
"Nggak, ah. Kamu itu unik loh, Ta. Beda banget dari semua temen laki-laki yang pernah kukenal."
Teman? Ya, Tuhan. Bodoh sekali aku selama ini, yang mengira Indri juga suka padaku. Mana mungkin dia tertarik pada laki-laki sepertiku.
"Ta, kok kamu bengong terus, sih?"
"Eh, enggak kok, In."
Kamipun sampai di kafe yang terletak diatas sungai dekat dengan spot menyerupai perahu dari kayu. Aku memesan segelas kopi hitam tanpa gula untuk menemani perbicanganku dengan Indri malam ini. Sementara Indri memilih untuk memesan jus melon kesukaannya.
Kami membicarakan banyak hal malam itu. Mulai dari kisah masa kecil hingga seperti apa masa depan yang kami harapkan nanti. Ahh, buaian harapan kembali memanjakanku di pangkuan angan. Pertunjukan kerlip bintang seakan menambah keindahan setiap momen yang tercipta malam ini.
Andai ada alat pengukur kebahagiaan, skalanya tak akan mampu mencapai tingkat kebahagiaanku saat itu. Desir angin berhembus, pohon-pohon menari diterpa merdu angin. Malam semakin dingin, namun suasana justru semakin hangat.
Sayang, pelukan waktu harus segera kulepaskan ketika jarum jam sudah melewati angka sembilan. Pegawai kafe sudah berbenah merapihkan gelas-gelas dimeja. Itu tandanya aku harus segera pulang karena tempat itu akan segera tutup. Kulihat satpam pun sudah berkeliling untuk memastikan tidak ada orang lagi di Karang Resik, sebelum pintu gerbang ditutup. Selain itu memang tempat kos Indri juga akan dikunci, tepat jam sepuluh malam aku harus segera mengantarnya pulang.
"Ta, terimakasih, ya, untuk malam ini." Suara Indri terdengar pelan karena bersautan sengan suara sepeda motorku.
"Iya, In. Sama-sama. Justru aku yang harusnya berterima kasih. Kamu selalu mengerti bagaimana cara membuatku merasa tenang, bahkan saat aku sedang diterpa masalah. Terimakasih sudah menjadi jawaban atas rasa nyaman yang selama ini aku cari."
"Iya, Ta." Senyum mungil kembali terlihat di bibirnya.
Ahh, lukisan termanis yang pernah tergores nampak terlihat di kaca spion motorku.Semesta, semoga setiap momen yang tercipta, akan berujung pada komitmen yang nantinya sama-sama kami jaga, seperti engkau yang selalu menjaga debar dalam dadaku.