26

49 4 6
                                    

Siang ini cuaca sangat terik, membuatku malas untuk langsung pulang ke kontrakan. Aku memutuskan untuk berjalan menuju sekretariat Himpunan Mahasiswa Jurusan untuk sekedar menunggu langit menjadi teduh. Sekalian menunggu Indri, pikirku. Indri memang tidak langsung pulang setelah kuliah selesai, ia izin untuk mengantar Anita ke perpustakaan. Sambil iseng aku membuka laptopku yang kebetulan hari ini kubawa ke kampus karena ada tugas untuk presentasi. Aku menyenderkan badan pada tembok sebari mendengarkan lagu sheila on 7 yang menjadi grup band favorit Indri. Indri memang sangat suka mendengarkan lagu-lagu dari sheila on 7.
Beberapa menit berselang, pintu sekretariat terbuka. Rupanya Dani yang datang. Dia adalah teman satu organisasiku di Himagri.
"Nuju naon mang?" Ia memang selalu menggunakan bahasa sunda saat berbicara dengan siapapun, terlepas lawan bicaranya mengerti ataupun tidak dengan yang ia ucapkan. Namun aku juga sudah mengerti beberapa kosakata sunda. Seperti yang sekarang ia katakan, yaitu menanyakan apa yang sedang kulakukan.

"Gue lagi gabut, Dan. Males pulang, panas. Nunggu teduh dulu ceritanya. Loe tumben ke sekre siang-siang gini, mau ngapain?"

"Baca novel, diluar berisik, euy!"

"Novel naon, Dan?"

" Novel Dilan"

"Kan udah ada filmnya, Dan. Kenapa nggak nonton aja?"

"Beda atuh, Ta. Kalau baca sendiri mah, bisa sambil membayangkan keadaan di cerita. Mengembangkan imajinasi, lah."

"Halah, gaya-gayaan pake bahas imajinasi, loe. Ckck"

"Gue teh lagi nulis novel juga, Ta. Jadi baca novel ini buat reverensi juga."

"Nulis novel?"

"Iyaa, atuh nulis novel. Biar gaya atuh, Ta. Haha"

Setelah mengobrol dengan Dani membuatku tertarik untuk menuliskan kisahku dan Indri menjadi sebuah novel, bukan untuk gaya-gayaan seperti Dani tentunya. Meskipun nantinya tulisanku mungkin tidak karuan karena aku yang sama sekali tidak memiliki bakat menulis, tapi setidaknya akan ada suatu hal yang bisa dikenang nantinya. Saat itu juga aku segera membuka aplikasi Microsoft Word dalam laptopku dan pada saat itu pula aku bingung harus mulai menulis darimana.

"Dan, pinjem novelnya atuh."

"Nanti dulu atuh, Ta. Kan gue juga belum selesai baca."

"Sebentar atuh, Dan."

"Download e-book we atuh, Ta."

"E-book?"

"Muhun, e-book. Banyak da di internet."

"Bayar teu?"

"Henteu, atuh. Gratis"

"Kasian atuh penulisnya nggak dapet bayaran dari karya dia?"

"Asal jangan sering-sering we, haha."

Akupun mendownload beberapa e-book novel dari penulis terkenal seperti Boy Chandra. Mulai kubaca dan kutelaah alur dari cerita yang berjudul Pada Senja yang Membawamu Pergi. Tak terasa saking seriusnya membaca sampai-sampai aku tidak menyadari waktu sudah berlalu selama dua jam sejak tadi aku mendownload. Kulihat Dani pun sudah tidak ada dan pergi entah kemana. Aku mulai mengerti apa yang harus aku tuliskan di novelku nantinya.

Tiba-tiba muncul notivikasi chat masuk di handphoneku. Rupanya Indri menanyakan keberadaanku. Ia menyadari bahwa motorku masih terparkir di tempat parkir fakultasku. Tak lama berselang Indri menyusulku ke sekretariat.
"Lagi ngapain, Ta, sendirian?"

"Abis baca novel, In. Hehe"

"Baca novel? Nggak salah? Seorang Genta baca novel?"

"Emangnya aku gaboleh baca novel?"

"Ckck becanda kali, boss. Serius banget."

"Aku mau nulis novel, In. Hehe"

"Nulis novel, makin aneh aja kamu. Kesambet apa sih? Penghuni sekre?"

"Aku serius, In!" Mataku menatapnya tajam.

"Ckck Iya-iyaa, Ta. Maaf. Kamu sih aneh tiba-tiba baca novel, padahal sebelumnya baca materi kuliah aja males. Sekarang mau nulis novel. Apa coba yang mau kamu tulis di novelmu?"

"Aku mau nulis kisah kita."

"Wkwk ngaco kamu, Ta."

"Kok ngaco? Aku nggak lagi becanda loh ini."

"Siapa yang mau baca kisah kita, Ta. Gaya hubungan kita juga nggak sama kaya orang lain. Nggak uwu-uwu"

"Ya gapapa, lagipula aku buat novel ini buat aku sendiri. Bukan buat orang lain."

"Kenapa coba kamu tiba-tiba pengen nulis novel?"

"Aku mau kisah ini lebih panjang daripada momennya, In. Kita gapernah tau sampai kapan kita bisa sama-sama. Setidaknya ada hal yang bisa kita kenang saat nanti sudah menjadi pensiunan. Kamupun sudah tau bahwa kita pasti akan berpisah entah karena kematian ataupun dipisahkan jalan kehidupan. Atau mungkin nanti kita akan menua dan lupa, tapi kisah ini akan tetap ada sebagai pengingat bahwa pernah ada seseorang yang sangat mencintai wanitanya, meskipun nyebelin. Haha"

"Jadi aku nyebelin?"

"Dikit, sih. Banyakan ngangeninnya, haha."

Kamipun tertawa bersama. Indri memang sudah menjadi pabrik dopamin yang selalu menghadirkan kebahagiaan bagiku setiap hari, selalu dan kurasa akan terus seperti itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEBARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang