2 || Baper

3.1K 206 0
                                    

Ruangan yang tidak terlalu luas itu terlihat hening. Itu merupakan hal wajar karena hanya ada dua orang yang berada di sana. Terlihat Icha yang sedang duduk sembari memeriksa beberapa laporan keuangan OSIS yang masuk bulan ini. Tak jauh dari posisinya, ada sosok Elsa yang sedang mengetik sesuatu di macbooknya.

Kedua cewek itu kelihatan sedang sibuk sendiri. Mereka sekarang ada di ruang OSIS, dan jangan tanya apa jabatan Icha sehingga ia bisa duduk di sana. Gadis berambut sepunggung itu merupakan ketua OSIS-nya Star High, dilantik baru beberapa bulan ini. Dan yang sedang mengetik sesuatu di macbooknya itu Elsa, Wakil Ketua OSIS sekaligus partner Icha di olimpiade Kimia tahun kemarin.

"El, udah selesai belum?" tanya Icha memecah keheningan.

Elsa ditanya begitu langsung mendongak, memperlihatkan wajahnya lebih jelas.

"Masih banyak, kenapa?" tanyanya balik.

"Gue mau ke kantin nih, udah laper."

"Lo duluan gih, gue masih mau nyelesaiin ini dulu."

Icha mau tak mau mengangguk juga. Ia paham dan mengerti kalau Elsa saat ini sedang sibuk. Gadis berparas cantik itu sedang mengerjakan laporan Biologinya. Dan alasan kenapa Elsa memilih mengerjakannya di ruang OSIS tak lain karena ruang OSIS merupakan tempat yang sepi dan tenang.

Setelah membereskan laporan keuangan OSIS bulan ini, Icha pamit pada Elsa lalu melenggang dari sana. Jam istirahat masih tinggal 10 menit lagi, dan waktu itu cukup untuk makan siang di kantin.

Icha sampai di kantin sekolah kurang lebih satu menit ia berjalan dari ruang OSIS. Cewek itu langsung saja memesan seporsi batagor dan segelas es jeruk untuk menu makan siangnya hari ini. Setelah semuanya beres, Icha menghampiri bangku yang terletak di bagian tengah, hanya bangku itu yang kosong. Sepertinya baru saja ditinggalkan karena terlihat beberapa piring dan gelas bekas di sana.

Baru saja Icha ingin menyuap batagornya, panggilan bernada sok akrab langsung saja menyapa indera pendengarannya, "Assalamualaikum Ichi Ocha."

"Waalaikumsalam Kopi Sianida," balas Icha sembari memamerkan senyum terpaksanya.

"Dih, Kopi Sianida, gak kreatif lo," ujar Agnan sembari ikutan duduk di samping Icha. Terlihat cowok itu meletakkan semangkuk bakso disusul air mineral dingin di meja.

"Bodo amat. Ngapain lo di sini?" tanya Icha sarkas.

"Makanlah, lo gak liat gue bawa apaan," balas Agnan tak kalah sarkasnya. Kini cowok itu terlihat santai sambil menyuap bakso ke dalam mulutnya. Hal yang membuat Icha memutar bola mata.

"Ya maksudnya, ngapain makan di sini?"

"Ini kantinnya Star High dan gue masih tercatat sebagai muridnya, jadi bisa anda simpulkan sendiri kenapa cowok terganteng ini makan di sini," ujar Agnan dengan gaya sok formalnya.

"Najis! Kan lo bisa makan di mana aja. Kenapa harus meja yang gue tempatin sih."

"Cuman tempat ini yang kosong."

Icha mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin, dan memang benar bangku di sana sudah terisi semua. Sama seperti saat ia baru saja datang. Tapi apapun itu, Icha rasa Agnan yang salah dan tidak seharusnya cowok itu duduk di sini.

"Makan semeja sama lo itu bikin gue nggak nafsu, Nan. Sadar diri dong."

"Bodo, emang gue pikirin. Kalau emang lo beneran nggak nafsu, tinggalin batagor lo di situ, ntar gue yang makan," ujar Agnan santai.

Icha menghela napasnya kasar, padahal ia ngomong begitu tadi supaya Agnan tersinggung dan langsung pergi dari sana. Tapi Icha lupa kalau makhluk spesies menyebalkan macam Agnan itu nggak bakalan tersinggung.

Jadi dari pada ia rugi sendiri, Icha memilih pura-pura tidak mendengar ucapan Agnan barusan dan melanjutkan makannya.

"Kok dimakan lagi? Katanya tadi nggak nafsu."

"Nggak jadi, kasian batagornya kalau musti jatuh di perut makhluk aneh kayak lo."

Ucapan itu sontak membuat Agnan terkekeh sendiri. Tanpa sadar tangan cowok itu terulur dan langsung saja mengacak-acak rambut Icha.

"Tangan lo setan!" pekik Icha refleks dan hal itu cukup membuat Agnan terkejut. Untung saja suasana kantin sedang ribut, jadi mereka tidak sampai jadi pusat perhatian, meskipun memang masih ada yang mencuri-curi pandangan ke arah mereka karena penasaran.

"Santuy dong, Cha, narik perhatian lo dasar bocil."

"Santuy-santuy pantat lu nungging! Ini rambut gue lo acak-acak maksudnya apaan?" ujar Icha ketus. Mukanya merah padam, kentara sekali kalau ia sedang sangat kesal pada Agnan.

"Lagian omongan lo tadi lucu, bikin gue gemas banget, jadinya acak-acak rambut lo deh."

Alasan yang tidak masuk akal.

"Terserah! Jangan sentuh-sentuh lagi. Mau makan aja ada pengganggunya, huh!" Icha menghela napas kasar lalu kembali melanjutkan makannya. Mencoba menganggap Agnan tidak ada di sampingnya.

"Dih, gitu aja ngambek."

Tidak ada balasan, dan hal itu membuat Agnan gemas sendiri. Baginya melihat Icha ngambek begini adalah pemandangan favoritnya.

"Lagian ya, Cha, biasanya kalo ada cowok yang ngacak-ngacak rambut si cewek, ceweknya bakalan baper. Masa lo nggak ngerasain juga sih," ujar Agnan lagi, dan ucapan itu sepertinya mampu mengambil alih atensi Icha lagi.

"Kecuali gue, apalagi cowoknya itu elo! Dih, jangan mimpi deh gue bakalan baper, nggak akan!" ujar Icha yakin.

"Yakin?"

"Pake banget."

"Gue kan ganteng, Cha. Masa lo nggak baper sih?"

"Cuman orang norak yang ngatain dirinya ganteng."

"Gue nggak norak ya, cuman mengakui fakta aja."

Icha memutar bola mata, ia akui deh kalau Agnan itu emang tampangnya di atas rata-rata. Apalagi dengan badannya yang tinggi, yang mampu membuat Agnan menjabat sebagai Ketua Paskibra Star High. Tapi kalau udah lihat sifat, Icha nggak bakalan bilang kalau Agnan itu ganteng. Sifatnya tuh childish dan tipe-tipe bikin orang naik darah aja kerjaannya.

"Bodo ya, Nan. Gue nggak peduli dan buang jauh-jauh pikiran lo itu kalo gue bakalan baper sama lo," ujar Icha.

"Kita dari kecil udah sama-sama, jadi gampang buat bikin lo baper."

"Tapi nyatanya kita udah segede ini dan gue gak baper-baper tuh. Malah pingin gue bunuh aja lo rasanya."

Agnan tersenyum miring mendengar hal itu, entah kenapa ucapan Icha itu seperti menantang egonya.

"Lo inget ya, Cha. Suatu hari nanti lo pasti bakalan baper sama gue dan nelan semua omongan lo tadi."

Di luar dugaan Icha malah terkikik geli. Seolah apa yang baru saja Agnan ucapkan adalah lawakan yang sangat lucu.

"In your dream."

Dan sepertinya kalimat itu berhasil menantang ego Agnan.

"Gue beneran," ujar Agnan dengan ekspresi serius.

"Duh, Nan, udah deh. Kalau emang lo suka sama gue dan pingin gue baper, mending nggak usah dan mundur aja deh."

Kening Agnan mengernyit.

"Soalnya gue udah baper sama cowok lain," lanjut Icha sembari tersenyum menatap ke arah depan. Agnan yang merasa tidak pernah melihat jenis senyum itu ikut memandang ke arah depan.

"Heh! Jangan bilang kalo lo baper sama ..."

Rasanya Agnan tidak bisa meneruskan ucapannya. Kalau memang asumsinya benar, ia harus meruqiyah Icha habis ini. Bagaimana ceritanya Icha bisa naksir sama Es Kutub Berjalan itu?!

All About Us [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang