Icha mematut diri di depan cermin seraya memperbaiki seragamnya. Polesan bedak baby di wajah, liptint cherry, dan aroma vanila serta rambut sepunggung yang dibiarkan tergerai.
Selesai.
Gadis itu tersenyum manis menatap pantulan dirinya di cermin. Raut wajahnya terlihat lebih berseri dari pada biasanya.
Setelah puas melihat dirinya, Icha bergegas mengambil ransel pink-nya di atas meja belajar. Namun gerakan tangan perempuan itu berhenti kala ia melihat sebuah kotak musik kayu yang tersimpan rapi di dekat jejeran novel.
Senyum Icha lantas terkembang lebar. Melihat kotak musik itu mau tak mau mengingatkan posisinya sekarang. Posisi bahwa ia sudah menjadi milik Arby.
"Gila! Setelah mendem perasaan hampir setahun, akhirnya official juga." Icha mulai bermonolog disertai kekehan kecil.
Gadis itu lantas segera menyandang tasnya dan segera keluar dari kamar. Masih mengembangkan senyumnya karena mungkin, mulai hari ini, hari-hari bahagia akan ia hadapi.
Icha tak pernah menyangka bahwa malam itu Arby akan memintanya jadi pacar. Walaupun jujur, cara Arby sama sekali tidak ada romantis-romantisnya. Namun, di mata Icha, cara apapun, ia akan senang kalau orangnya itu Arby.
"Pagi, Oma," sapa Icha riang sembari mengecup kedua pipi Oma.
"Pagi, Sayang."
"Icha gak sarapan, ya, ada piket."
Oma mengangguk paham, lantas wanita tua itu menyodorkan kotak bekal yang sudah ia siapkan untuk cucunya. "Tapi kamu bawa bekal, ya. Gak boleh ditolak."
"Siap, Oma. Ya udah kalo gitu aku berangkat dulu. Assalamu'alaikum," pamit Icha seraya memasukkan kotak bekal itu pada tasnya.
"Waalaikum'salam."
Setelah mencium punggung tangan Oma, Icha segera melenggang keluar dari rumah. Terlebih dahulu memasang sepatu pantofelnya di teras.
Baru saja Icha membuka pintu gerbang, pemandangan yang ada di sebelah kanan mengalihkan atensinya. Perempuan itu lantas mengembangkan senyum cerah.
"Agnan! Ikottt!" seru Icha sambil berlari kecil menuju ke arah seorang cowok yang baru saja mengeluarkan motornya dari gerbang.
Agnan yang tengah memakai hoodie abu-abu itu sontak melengos pendek. "Mana pacar lo? Kenapa gak bareng dia aja?"
Ini pendengaran Icha yang salah atau memang Agnan yang berucap dengan nada sarkas. Gadis itu sedikit mengernyitkan keningnya heran.
"Rumah kita gak searah, itu pun Arby kalo ke sekolah selalu sama Vena. Gue nebeng lo, ya?" Icha berujar seraya menunjukkan puppy eyes-nya.
"Bilang sama dia, kalo mau jadi pacar yang baik dan bertanggung jawab, suruh dia antar jemput lo sekolah. Bukannya antar jemput sahabatnya itu."
"Ish, kok jadi lo yang sewot, sih?!"
"Ya, kalo gak gitu, lo nebeng gue dong. Sorry-sorry aja nih, gue gak mau dikatain perebut cewek orang kalo lo nempel kayak gini terus," ujar Agnan pedas. Membuat Icha sedikit tersentil hatinya.
"Kalo gak mau nebengin itu bilang! Gak usah banyak bacot. Udah, ah, mendingan gue ke sekolahnya sendiri aja." Icha berucap dengan emosi serta wajah yang dibuat sekesal mungkin. Gadis itu sungguh heran dengan sikap Agnan pagi ini.
"Yaudah."
Icha yang mendengar ucapan itu sontak menoleh tak percaya. "Cuman itu?! Seriusan lo cuman bilang 'yaudah'?! Kok gak nahan gue, sih, Nan?!" sembur Icha galak. Seriusan, ia sekarang sudah amat kesal dengan sikap menyebalkan cowok itu. Walaupun memang Agnan menyebalkan setiap hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Us [Terbit]
Teen FictionNatarisha Khumaira, gadis yang sering disapa Icha ini harus melewati masa SMA-nya dengan satu kelas bersama Agnan. Tetangga sekaligus teman kecilnya yang hobi sekali mengganggunya. Mereka tidak sahabatan, walaupun memang mereka tumbuh dan berkembang...