4 || Awal

2.4K 175 3
                                        

"Ini sepatu lo belinya di mall, kan?" tanya Icha sembari memperhatikan sepatu pantofel di pangkuannya.

"Ya iyalah, lo pikir gue beli dimana? Di penjual ikan?" ujar Agnan sarkas. Membuat Icha terkikik sendiri.

Kini keduanya berada di ruang tengah. Icha cukup puas dengan pemberian Agnan yang sudah memenuhi semua keinginannya. Sepatu yang persis dengan sepatu miliknya yang Agnan lempar ke kolam ikan tempo hari.

"Sebelah sepatu gue yang lama juga gue mau ambil, btw," ujar Icha. Ia tadi sempat ingin mencakar-cakar wajah Agnan kala cowok itu bilang kalau sebelah sepatu lamanya ia buang.

Namun ternyata Agnan hanya bercanda, nyatanya sebelah sepatunya itu masih ada dan sekarang sudah ada di depannya juga. Sudah bersih dan kering.

"Lo tuh ya hobi banget ngerjain gue, kalau tau lo tetep ambil sepatu lo, gue nggak bakalan mau beliin yang baru," ujar Agnan dengan muka masam. Cowok itu sedikit kesal sudah dibodohi Icha.

Icha terkekeh pelan. "Alah, selama ini elo yang selalu ngerjain gue. Sekali-kali gue dong."

"Dasar Ichi-Ocha!" umpat Agnan. Dan Icha hanya tertawa sinis mendengarnya.

Setelah memeriksa sepatu baru yang dibelikan Agnan, Icha kembali memasukkan sepatu itu ke kotaknya. Lalu menyimpannya di bawah meja yang ada di ruang tengah. Icha masih mau di sini, masih ingin menggoda Agnan yang sudah berhasil ia kelabui itu.

"Udah dong, jangan cemberut mulu. Ntar gantengnya ilang lho." Icha terkikik sendiri mendengar ucapannya.

"Baru nyadar kalau gue ganteng."

"Em- nggak juga sih, lo gantengnya cuman kalo diliat dari ujung monas pake sedotan. Hahahaha."

Agnan hanya memutar bola matanya mendengar tawa keras Icha. Sepertinya ia harus melakukan sesuatu supaya cewek itu tidak terus-terusan menggodanya.

"Main basket kuy!" ajak Agnan tiba-tiba. Dan hal itu langsung membuat Icha berhenti tertawa.

"AYOO!" seru Icha semangat. Sekadar informasi, Icha sangat suka dengan olahraga satu itu. Bahkan ia sempat menjabat sebagai kapten basket putri waktu SMP dulu. Dan sudah lama ia tidak memainkan olahraga itu karena berbagai kegiatan olimpiade dan OSIS yang tidak bisa ia tinggalkan.

"Satu lawan satu, yang kalah ada hukumannya," ujar Agnan sembari menampilkan senyum miringnya.

"Siapa takut," sahut Icha berani.

Agnan terkekeh pelan, ia kemudian bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamarnya.

"Langsung ke belakang aja, gue mau ngambil bola dulu!" teriak Agnan saat cowok itu sudah berada di anak tangga.

Icha hanya mengangguk tanpa menyahut. Dengan gerakan gesit ia langsung menuju bagian belakang rumah Agnan. Di belakang bangunan megah ini memang ada lapangan basket yang biasa dipakai Agnan maupun Kakaknya, Adnan.

Dulu Icha juga sering main basket di sini kalau lagi bosan keluar jauh. Tak lama kemudian sosok Agnan kembali sembari menenteng bola berwarna merah bata di tangannya. Kelihatannya cowok itu habis berganti baju dengan setelan basket.

"Gayaan pake baju basket, ntar juga lo bakalan kalah," ujar Icha meremehkan.

"Yakin banget nih ngalahin gue." Agnan tersenyum miring sembari mendribble bola di tangannya.

"Yakin dong. Gue pernah jadi kapten basket pas SMP. Nah elo? Gabung klub basket aja gak pernah."

Agnan hanya melengos menanggapinya. Walaupun ia tidak pernah gabung di klub basket semasa sekolah, bukan berarti ia tidak bisa bermain permainan itu. Cowok itu bahkan sempat mendapat tawaran khusus pas ia masih kelas 10 dulu untuk gabung di klub basket, tapi ia tolak dengan halus.

All About Us [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang