"Bangsat, anying. Woyy, lo kalo balapan gasnya dinaikin goblok! Lo mau bikin tim gue kalah?!"
Fahmi yang sedang sibuk berselancar di dunia maya menghembuskan napasnya pelan. Cowok yang tengah rebahan di karpet berbulu itu bangkit dan segera ikutan duduk di samping Agnan yang sedang memegang stick games.
Kalimat-kalimat kasar nan mengganggu pendengaran terus dikeluarkan oleh Agnan sejak cowok itu memulai permainan PS-nya. Membuat Fahmi, sang empunya rumah lama-lama jadi berdecak juga.
Bayangkan saja, sahabatnya itu sudah sedari tadi di rumahnya. Bahkan Agnan masih mengenakan seragam sekolah, Fahmi jamin, cowok itu langsung ke rumahnya setelah rapat ekskul siang tadi.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, dan tidak ada tanda-tanda bahwa Agnan akan mengakhiri permainannya. Terhitung, sudah tiga jam cowok itu bermain game. Membuat Fahmi sedikit heran akan perilaku sahabatnya itu.
"Lo gak ada niatan pulang gitu, Nan? Udah jam 10 lho ini, lo juga belum ganti baju." Fahmi akhirnya mengeluarkan suara setelah tiga jam mereka saling mendiamkan.
Agnan yang masih fokus pada layar tv di depannya sedikit menoleh. "Lo ngusir?"
"Bukan gitu bambang. Ini tuh udah malem banget, dan gue yakin banget lo belum pernah pulang ke rumah abis rapat, 'kan?"
"Tenang aja, bokap sama nyokap gue lagi di Palembang. Mereka satu minggu di sana."
"Bang Adnan?"
"Kayak gak tau dia aja, pantang pulang sebelum jam 12 dia mah," sahut Agnan santai. Membuat Fahmi lagi-lagi hanya bisa menghembuskan napasnya pelan.
"YEAYY! GITU DONG GOBLOK!"
Fahmi refleks menutup kedua telinganya ketika mendengar teriakan Agnan. Sungguh, kalau bisa, Fahmi ingin sekali mencekik Agnan sekarang ini. Untung saja di rumahnya hanya ada ART. Orangtuanya sedang keluar kota karena tuntutan pekerjaan, dan dia anak tunggal.
"Woyy, kalo mau teriak itu, bilang dulu! Sakit kuping gue anying!" seru Fahmi kesal. Dapat ia lihat, Agnan meletakkan stick PS di tempatnya semula. Sepertinya permainan cowok itu sudah selesai.
"Setelah tadi tim gue bergoblok ria, akhirnya bisa menang juga. Wajar kalo gue teriak, tadinya udah pesimis bakal kalah," sahut Agnan, tampak tak terima sahabatnya protes.
"Ya, elah, cuman game ini, Nan. Jangan terlalu dibawa serius."
"Bodo amat," balas Agnan pendek. Cowok itu tampak mengambil sekaleng soda di depannya dan meneguknya hingga tandas setengah.
Fahmi terlihat memperhatikan gerak-gerik Agnan. Entahlah ia hanya merasa ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu. Walaupun Agnan memang sering mampir ke rumahnya hanya untuk bermain PS, tapi Agnan jarang sekali mengeluarkan kata-kata kasar seperti tadi. Apalagi hanya karena game.
"Lo ada masalah, ya?" tanya Fahmi terdengar hati-hati. Dan dapat ia lihat perubahan raut wajah dari Agnan.
"Apa yang mendasari tiba-tiba lo nanya gitu?"
"Karena gue yakin ada yang ganggu pikiran lo. Entahlah, gue juga gak tau."
Agnan terdiam mendengar kalimat itu. Otaknya sedang menimbang-nimbang, haruskah ia memberitahukan keresahan yang sedari tadi menggerogoti pikirannya pada Fahmi.
Cowok itu lalu mengusap wajahnya frustasi. Pikirannya sekarang benar-benar sedang carut-marut. Lomba yang akan diadakan dua minggu lagi, Icha dan Arby, kedua hal itulah yang mendominasi pikirannya sekarang. Membuat Agnan rasa-rasanya sedang di ujung stres.
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Us [Terbit]
Ficção AdolescenteNatarisha Khumaira, gadis yang sering disapa Icha ini harus melewati masa SMA-nya dengan satu kelas bersama Agnan. Tetangga sekaligus teman kecilnya yang hobi sekali mengganggunya. Mereka tidak sahabatan, walaupun memang mereka tumbuh dan berkembang...