Icha meneguk ludahnya kasar kala melihat sosok Arby yang tengah berjalan mendekat ke arahnya. Gadis itu selalu saja merasa gugup kalau cowok yang disukainya itu berada dalam radar yang dekat dengannya. Saat ini memang sedang ada kumpul peserta olimpiade. Hanya kumpul-kumpul biasa sekaligus menjalin tali silaturahmi antar anggota.
"Mau?" Arby berujar dengan nada datar sembari menyodorkan sebotol air mineral dingin pada Icha.
Icha yang duduk gelisah sontak saja membulatkan matanya. Merasa perlakuan Arby ini terlalu tiba-tiba dan sulit ia cerna. Namun setelah beberapa detik berlalu, ia berupaya menampilkan senyumnya yang malah seperti ringisan.
"Makasih," ujar Icha pendek.
Arby lantas duduk di kursi yang berada tepat di samping Icha. Cowok itu terlihat meneguk minumannya yang baru saja ia beli. Suasana di sekitar mereka cukup ribut karena memang sudah lama para peserta olimpiade ini tidak berbaur.
"Pelatihan di Jakarta kemarin gimana?" tanya Icha basa-basi sekaligus membuka obrolan.
Arby menoleh sejenak ke arah Icha, dan hal itu membuat si objek tatapan mendadak salah tingkah.
"Seru sih, banyak dapet ilmu baru dari dosen juga mahasiswa UI."
Senyuman Icha tidak bisa ditahan kala Arby menjawab dengan kalimat lumayan panjang. Ia merasa sikap Arby hari ini sedikit cair. Mulai dari pemberian air mineral sampai jawabannya yang lumayan panjang. Tidak seperti kemarin-kemarin yang kadang kala membuat Icha seperti makan hati.
"Bagus dong. Rencananya lo nanti pingin kuliah di UI, ya?" tanya Icha.
"Belum tau sih, masih kelas 11 juga."
"Tapi pasti udah ada planning dong."
Arby terlihat mengulas senyum tipis, dan hal itu membuat Icha menahan napasnya sejenak. Serius. Senyuman itu tipis tapi Icha yakin itu mampu membuat siswi genit di sekolahnya menjerit.
Icha jadi percaya dengan sebuah kalimat yang mengatakan kalau senyuman seseorang yang jarang senyum itu indah. Arby buktinya.
"Gue pinginnya kuliah di Jerman, ngikutin jejaknya Kakak gue. Tapi liat nanti deh."
"Apa pun pilihan lo sih, gue doain yang terbaik aja," ujar Icha tulus.
"Makasih," sahut Arby.
Keduanya kembali diam. Suara ribut dari peserta olimpiade lainnya seakan menjadi backsound di antara keduanya.
Cukup lama hening, Arby kembali mengangkat suara, "Ntar malem lo ada acara nggak?"
Detak jantung Icha sontak saja memompa dengan kuat mendengar kalimat itu. Biasanya, kalau ada cowok bertanya begitu, itu artinya ngajak jalan. Tapi Icha nggak mau percaya diri dulu, ia nggak mau meninggikan harapan yang nantinya akan membuatnya jatuh.
"Em-- nggak ada sih, emang kenapa?" tanya Icha dengan suara yang ia usahakan tidak gugup.
Lagi-lagi Arby mengulas senyum tipisnya. Serius. Kalau Arby terus-terusan bersikap seperti ini, bisa-bisa Icha terkena serangan jantung.
"Gue pingin ngajak lo keluar, yaa ... itu kalau lo mau sih."
"Mau!"
Icha sontak saja menutup mulutnya yang terlampau menerima ajakan Arby dengan cepat. Ia meringis pelan menyadari sikapnya yang terlihat memalukan.
"Nggak ada yang marah, kan?" tanya Arby, cowok itu terlihat tidak terganggu sama sekali dengan sikap Icha barusan.
Entah kenapa mendengar pertanyaan Arby itu, sosok Agnanlah yang pertama kali muncul di kepala Icha. Dengan menggelengkan kepalanya kuat-kuat, Icha berusaha menepis bayangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Us [Terbit]
Teen FictionNatarisha Khumaira, gadis yang sering disapa Icha ini harus melewati masa SMA-nya dengan satu kelas bersama Agnan. Tetangga sekaligus teman kecilnya yang hobi sekali mengganggunya. Mereka tidak sahabatan, walaupun memang mereka tumbuh dan berkembang...