7 | pemandangan (tak) wajar

1.7K 398 49
                                    

⟦ 7 | pemandangan (tak) wajar ⟧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

7 | pemandangan (tak) wajar

⁺೨*˚·

"Kin, tahun baruan ada acara nggak lo? Main, yuk!"

Helga dan aku tengah bersandar pada balkon lantai dua, memperhatikan lanskap Smagada usai ujian. Di bawah sana, ramai anak-anak berlalu-lalang, kebanyakan bergerak menuju pagar utama. Deruman motor yang berbondong keluar dari pelataran parkir membuat suasana jadi agak berisik, apalagi motor-motor besar yang suaranya tidak tanggung-tanggung.

"Nggak ada acara, sih. Eh, tapi biasanya kompleks gue bakar-bakaran bareng."

"Yah, tahun baruan bareng lah, yuk. Kebetulan Abra dapet tawaran manggung di kafe sepupunya, sore sih itu. Terus, nih, malemnya kan kita bisa langsung jalan, ke mana aja deh, karaokean kek, ngemal, ngider."

Rasa penarasanku tergugah. "Abra ...?"

"Oh, sama temen-temen band-nya. Tau kan lo? Sam, Krama, Gibran."

Oh.

"Ayo, Kinar, pleaaaase. Anjir, lo sadar nggak sih, selama satu semester ini kita jarang banget main? Kek, mentok-mentoknya makan di Hokben, itu pun gue yang maksa lo nemenin karena Abra asik main sama temennya."

Sebenarnya, sedikit, sedikit saja, ada bagian dari diriku yang hendak mengiakan. Bayangan akan Instagram Sam seketika muncul. Tapi, sumpah, aku belum kenal dekat dengan teman-teman Abra, termasuk ... Sam juga. Aku tidak berani membayangkan akan seberapa canggungnya diriku di antara mereka semua.

"Gue ... pikir-pikir dulu, deh, ya. Takut bokap nyokap nggak ngizinin."

"Kalo cuma lo pikir-pikir doang, mana diizinin, Kin. Diomongin dong."

"Iya, iya..."

"Diizinin pasti, kalo nggak, gue deh yang ngerayu mereka. Bodo amat."

Aku tertawa. "Batu amat sih lo."

"Ya habis, susah banget sih ngajak lo main. Ya lo-nya yang nggak mau lah, ya nggak diizinin lah, ya apa lah. Padahal 'kan kehidupan SMA tuh bukan cuma-"

"Hel, please, jangan mulai lagi?"

Aku mengabaikan kikikannya, kembali mengamati pemandangan di bawah.

Lalu jantungku seperti berhenti mendadak, sebelum berdentum tak karuan.

Aku melihatnya. Sam. Tengah berjalan menyusuri jalan setapak di samping lapangan berumput yang biasa dijadikan tempat upacara, berdampingan dengan seorang gadis. Mereka tampak asyik sekali; sesekali tergelak bersama, mungkin menertawakan sesuatu yang ditunjukkan gadis itu melalui ponselnya. Pemandangan itu sebenarnya tampak sangat biasa dan normal-normal saja. Tapi mengapa, bahkan setelah keduanya sudah hilang dari pandangan, aku tidak bisa berhenti memikirkannya?

Apalagi, saat Sam mengambil tas gadis itu dan menyampirkannya di bahunya yang kosong.

Aku menelan ludah. Pemandangan itu mengingatkanku pada kejadian pagi tadi.

"Sam, lo kenapa datengnya telat, sih? Kan lo udah janji mau ngajarin gue sebelum ulangan!"

"Bunda lupa bangunin gue lebih pagi, Jem, terus lo tau kan makin siang jalan macetnya separah apa."

"Kan ada teknologi namanya alarm."

"Kayaknya gue kebal deh sama alarm, nggak kedengeran masa?"

"Lo tuh ya—"

Perdebatan itu terhenti karena Sam tiba-tiba menoleh ke belakang. "Eh, Kinar? Hai."

Di saat yang sama menyimak Sam dan temannya yang berjalan beberapa langkah di depan, aku  entah mengapa juga berdoa supaya badanku transparan. Jadilah ketika pandangan Sam menemukan milikku, aku tergagap. "Hai," tanggapku pelan.

"Semangat hari Senin-nya, Kin," ucap Sam, berulas senyum tipis.

Aku baru akan membalas ketika gadis di sebelahnya segera menggandeng Sam, menariknya pergi. "Sam, ih, buru, banyak yang mau gue tanyain, nih! Bentar lagi masuuuk!"

"Iya, iya, bawel."

"Lo ngeliatin apaan, sih?"

Lamunanku buyar. "Nggak ada."

Mendadak, seperti ada kekecewaan yang perlahan tumbuh. Aku jadi teringat saat Sam membantuku melewati gerombolan lelaki di koridor kelasnya.

Siapa coba yang nggak bakal suka sama Sam?

Ah, tentu saja. Bukankah kamu sudah tahu, Kinar? Sam adalah lelaki yang sederhananya selalu bersikap hangat kepada semua orang, termasuk aku. Jadi, apa yang perlu membuatku merasa kecewa?

"Kin, turun, yuk! Abra udah nungguin gue di bawah ternyata."

Aku memejam. Berharap pikiran-pikiran itu hilang.

⁺೨*˚·

notes:


ntar malem apdet lagi, look forward to it♥

yogyakarta, 13 mei 2020.

twinkles.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang