19 | menyenyumi luka

1.6K 396 73
                                    

⟦ 19 | menyenyumi luka ⟧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

19 | menyenyumi luka

⁺೨*˚·

"Bulan depan nanti, kita mulai bicarakan pemilihan anggota tim, ya. Lomba memang masih di tahun ajaran berikutnya, tapi kita harus pertahankan citra Smagada yang menang tahun lalu. Kinar ada usulan siapa aja yang bisa megang desain?"

Aku menyerahkan beberapa dokumen yang sebenarnya sudah kuselesaikan saat liburan semester kemarin. Ada daftar nama, evaluasi dari desain pada perlombaan tahun kemarin, juga referensi desain yang bisa dipakai tahun ini. Jabatanku akan lepas dalam beberapa bulan lagi, mengingat aku akan naik ke kelas dua belas. Jadi, perlombaan nanti bukan jadi tanggung jawab angkatanku lagi, tapi angkatan bawah.

Rapat singkat itu berakhir. Rinjani menceletuk kepadaku saat aku membereskan barang-barang. "Eh, masa tadi gue liat Sam di luar."

Aku cuma menatapnya sekilas.

"Kayaknya dia abis berantem, deh. Muka dia luka-luka. Gue penasaran, setau gue ya Sam kan anaknya adem ayem aja, siapa sih yang mau-maunya musuhin dia sampe tega adu jotos?"

Sempat terhenti sejenak, gerakanku lantas makin cepat memasukkan barang ke tas. Menutup risleting, aku mencangklongkan tas ke bahu. "Gue duluan, ya," ujarku.

Benakku sudah digerayangi terkaan-terkaan perihal informasi dari Rinjani.

"Ya ampun, Kin, masa masih ngambek aja sih lo sama gueee? Kinaaaar!" seruan Rinjani teredam pintu yang kututup dari luar.

Pandanganku sejurus bertemu dengan mata Sam. Lelaki itu berdiri dari bangku yang dulu pernah didudukinya.

"Kin."

Hatiku mencelos. Benar kata Rinjani. Wajah Sam tak karuan. Sudut bibirnya sobek, masih merah. Bagian tulang pipi kirinya membiru. Di pangkal hidungnya, terpasang hansaplast kecil yang menutupi bekas luka kecil miliknya. Serapi apa pun penampilan Sam seperti biasanya, kondisinya sekarang tetap membuatnya tampak berantakan.

Apa ... yang sebenarnya terjadi? Apakah yang kusaksikan sekarang ada hubungannya dengan perginya ia dari kafe kemarin?

Semakin aku melangkah mendekatinya, semakin banyak tanya yang menyesaki kepala.

"Kenapa, Sam?" aku menyahut.

Sam menghela napas. Menatapku beberapa detik sebelum beralih pada ubin. "Maaf gue ninggalin lo gitu aja kemarin."

Sam, sungguh?

"Nggak papa," balasku berusaha tenang. "Lagian gue 'kan bukan anak kecil. Bentar lagi mau tujuh belas tahun kayak lo."

Bibirnya segera melekuk ke atas, disusul ringisan menahan rasa sakit. Aku ikut meringis dalam hati.

Tanpa mempedulikan asumsi Rinjani di dalam tadi, aku memutuskan untuk bertanya hal yang lebih masuk akal. "Lo ... abis jatoh, Sam?"

Kami berjalan menjauhi ruang klub.

Sam menggeleng, terkekeh. Ah, baru kusadari, binar matanya telah kembali. Dan dengan binar tersebut, ia membalas dengan santai, "Nggak, Kin. Abis berantem."

"Oh."

Kepalaku kosong seketika.

Hening melingkupi.

"Lo nggak tanya kenapa gue bisa berantem?" tanya Sam.

Aku hanya mengerjap, memandangnya bingung. Mengapa justru ia menawarkan ketika aku bahkan berusaha untuk meredam segala pertanyaan yang timbul satu per satu? Dari semua pertanyaan tersebut, aku cuma bisa menepisnya dengan mempercayai bahwa Sam pasti memiliki alasan di balik luka-luka di wajahnya. Lagi pula, aku tidak mau membuat Sam tidak nyaman dengan bertanya macam-macam, bisa saja ia tidak mau membicarakannya.

Selalu ada batasannya, seperti yang mama bilang.

"Kenapa lo nanya gitu, Sam?"

Lelaki itu mengangkat bahu. "Semua orang pada kepo kayak gitu," jawabnya. "Kenapa gue bisa babak belur, apa masalahnya, sama siapa, siapa yang mulai duluan, blah blah blah."

"Mungkin, mereka khawatir, Sam."

"Berarti lo nggak?"

Aku tertegun. "Nggak gitu," kilahku lambat. Berpikir cepat. "Lo nggak mungkin secara random tiba-tiba berantem, kan? Bagi gue, yang penting lo-nya nggak papa."

Nyeri memikirkan jawabanku yang kontradiktif dengan realita: lelaki itu jelas ada apa-apanya.

Sam tiba-tiba mengeluarkan suara ringisan dan aduh pelan. Cemas, aku menengok, mengeceknya.

"Sam? Sesakit itu, ya?"

"Nggak." Sam terkekeh. "Kayaknya gue nggak boleh banyak-banyak senyum dulu, deh."

⁺೨*˚·

notes:

hayo siapa mau nebak sam kenapa

kalo ada yang bener aku triple apdet!

semarang, 17 mei 2020.

twinkles.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang