13 | puding labu

1.5K 377 19
                                    

⟦ 13 | puding labu ⟧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

13 | puding labu

⁺೨*˚·

Pagi ini rumahku rusuh karena mama tidak henti-hentinya bolak-balik bertanya, "Kin, yang ini udah? Yang itu? Jangan ketinggalan." dan aku cuma bisa menanggapinya dengan gelengan atau anggukan kepala.

"Ma, santai dikit lah, Kinar jadi bingung, tuh." Papaku di sofa ruang tengah menyilangkan kaki sambil menonton TV.

"Pa, anak kita mau nyebrang pulau, ya kali Mama santai? Papa coba bantuin ini ngangkatin ke mobil, kasian Kinar nanti kecapekan."

Papa menghela napas. "Untung kamu mirip Papa, ya, Kinar. Pusing Papa nanti kalo kamu mirip Mama," bisik papa saat aku melintas di ruang tengah. Aku segera tertawa.

Di luar masih gelap ketika Mama berkali-kali memelukku dan menciumi pipiku. "Ma, Kinar cuma mau ke Bali, bukan ke Eropa," selaku di tengah pelukannya.

"Ke Bali atau ke Eropa nggak ada bedanya, Kinar, kamu tetep jauh-jauhan sama Mama."

Aku tersenyum geli.

"Oh ya, Mama bungkusin puding labu. Kata kamu Helga doyan? Mama bikin agak banyak, bagi-bagi, ya. Jangan lupa Sam dikasih."

Terkejut sedikit, aku mengangguk.

"Ayo berangkat, Kinar!" seru Papa disusul suara bagasi mobil yang ditutup kencang.

Entah mengapa, sejak menemani Sam di depan kelasnya, pikiran tentangnya selalu mengganggu. Apakah segala jarak yang kukira telah perlahan terkikis di antara kami membuatku terlena, lantas aku kecewa bahwa selalu ada orang-orang yang melampauiku dalam menjangkau dirinya?

Siapa coba yang nggak bakal suka sama Sam?

Pertanyaan itu terulang lagi dan ... aku tidak suka. Lantaran aku tahu di dalam lubuk hatiku, mungkin, mungkin saja aku menginginkan Sam untuk diriku sendiri.

Dan itu sama sekali salah.

Ya, kan?

*

Selesai menata barang-barang di bagasi bus dan mencari tempat duduk di sebelah Helga, aku menghampiri papa yang memberikan peluk dan tepukan di punggung diakhiri kalimat: "Hati-hati, ya Kinar di sana. Sering-sering telepon, oke?"

Aku mengangguk.

Begitu papa pergi, aku menghubungi Helga, bertanya posisinya di mana. Aku membelah ramainya anak-anak di sekitar sambil menenteng paperbag besar di tangan. Ternyata, Helga sedang berfoto-foto bersama Abra dan teman-temannya.

"Kinar, sini cepetan!"

Aku mempercepat langkah.

"Itu apaan? Wow! Anjir, Helga sayang Tante banget! Gila, nyokap lo baik banget sih, Kin, gue terharu."

Menggantikanku, Helga membagikan puding mama kepada Abra dan teman-temannya. Tidak lupa kata-kata promosi yang cukup berlebihan, sebenarnya. Aku memandang sekitar, tidak sadar mencari-cari seseorang yang terasa hilang.

"Kin, ayo foto." Helga menarikku. Abra kemudian bersiap-siap memfoto kami dengan kamera analognya.

"Hel, pudingnya masih ada, kan?"

"Hah? Udah abis, Kin. Kan lo yang bilang buat dibagiin tuh puding."

Aku memicingkan mata. Nah, kan. "Hah elo, sih. Ya udah, deh."

"Kenapa sih emang? Lo mau juga?"

Kuputar bola mata. "Nggak."

Semoga mama tidak kecewa apabila Sam tidak mendapatkan puding labunya.

⁺೨*˚·

yogyakarta, 15 mei 2020.

twinkles.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang