19. Calon Bucin

8.1K 456 34
                                    

Vina mengerjapkan matanya berkali-kali. Dia masih tidak percaya jika saat ini dia sedang tidak bermimpi. Terbangun di dalam pelukan hangat sosok seorang ibu yang dirindukan. Itulah yang diimpikannya sejak dulu.

Sebuah senyum indah terlukis di wajahnya. Awal yang baik untuk menyambut pagi ini. Vina semakin merapatkan tubuhnya dengan Alena, kemudian membalas pelukannya lebih erat.

Alena menggeliat, pergerakan Vina mengusiknya. Perlahan kelopak matanya terbuka menampilkan iris hijau nan indah miliknya. Gadis cantik itu tersenyum lembut menenangkan Vina yang tampak merasa bersalah karena telah membangunkannya.

"Morning." Alena mengecup kening Vina kemudian mengelusnya sayang.

"Morning, mom.. ups" Vina menutup mulutnya, "aunty." Koreksinya.

Alena terkekeh kemudian duduk di pinggir ranjang dan menguncir rambutnya asal. Vina? Gadis kecil itu meniru gerakannya.

"Vina mau aunty masak sarapan apa?"

Vina berpikir sejenak, "bubur ayam." Jawabnya girang, tidak menyadari perubahan raut wajah Alena yang mendadak berubah.

"Sorry, sayang. Aunty tidak bisa memasaknya." Ucapnya menyesal.

Benar. Alena memang tidak ahli memasak makanan Indonesia, satu-satunya yang bisa dikuasainya adalah nasi goreng. Dia lebih ahli memasak makanan eropa karena memang makanan itulah yang terbiasa memanjakan perutnya.

Ibunya memang lebih sering memasak makanan lokal, bahkan kakaknya, Arthur sangat menyukai rendang. Maka dari itu Alena belajar memasak demi memanjakan lidahnya sendiri karena dia sadar hanya dirinyalah yang mencintai makanan asing di keluarganya.

"Astaga. Untuk apa bertanya? Seolah-olah kamu ahli memasak segala jenis makanan."

Seketika Alena dan Vina menoleh ke arah sumber suara tersebut. Keduanya memutar bola matanya malas melihat seorang pria yang sangat mereka kenal tengah bersandar pada ambang pintu sambil melipat kedua tangannya di depan dada bidangnya. Oh. Bukan itu yang membuatnya tampak menyebalkan di mata Alena, melainkan senyum dan ekspresi mengejeknya yang meningkatkan hasrat ingin mencakar wajah seseorang. Tetapi tentu saja itu hanya akan berakhir menjadi sebuah keinginan saja sebab Alena juga tidak ingin membuat Vina yang sudah terlanjur memuja ketampanan ayahnya berakhir dengan kecewa jika melihat wajah itu dipenuhi bekas cakaran.

Bukannya langsung pergi setelah memancing emosi gadis yang baru bangun tidur itu, Bryan justru menggerakkan tubuhnya mendekati macan betina itu. Dia mengabaikan wajah garang Alena.

"Morning kiss untuk daddy mana, mom?" Bryan bertanya seolah hal itu merupakan rutinitas pagi mereka, seperti sedang mengingatkan saja.

Cup.

Sebuah kecupan mendarat di pipi mulus Alena yang membuat empunya membelalakkan mata, tidak menyangka bahwa pria di hadapannya senekad ini.

"Apa-apaan?" Desisnya tajam.

Bryan memasang wajah tak berdosanya, "Daddy tahu mommy pasti malu di depan anak kita. Jadi, daddy saja yang memulai." Ucapnya santai dan mengerlingkan matanya menggoda Alena kemudian mengecup kening Vina sayang.

"Kalian siap-siap ya, kita belanja bahan makanan!" Titahnya sebelum keluar dari kamar putrinya tanpa menunggu jawaban apapun dari keduanya.

"Ada apa dengan daddy-mu?" Tanya Alena kepada Vina yang dibalas dengan sebuah gelengan, dia masih memandang lurus tempat terakhir Bryan berdiri seolah-olah pria itu masih ada di sana.

●●●

Semua mata tertuju pada 3 sosok berbeda generasi yang baru saja turun dari mobil dan hendak memasuki sebuah supermarket yang masih terletak di area komplek perumahan Bryan tinggal. Tidak sedikit yang mengenal ayah dan anak itu, akan tetapi untuk Alena, mereka bertanya-tanya siapakah sosok gadis yang melengkapi keduanya. Banyak yang menebak jika mereka adalah sebuah keluarga, terlihat dari pakaian yang mereka kenakan saat ini.

My Glamour Wife (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang