Nadin menyesap es jeruk setengah dingin dari botol. Klea tidak masuk hari ini. Ia izin sakit, demam katanya. Mungkin Nadin akan menjenguknya selepas sekolah.
Sampai pada suatu sekon di mana seseorang jangkung masuk ke dalam kelasnya. Membuat Nadin terbatuk karena tidak siap dengan air jeruk yang mengalir deras di kerongkongannya. Gadis itu menepuk-nepuk dadanya pelan, maniknya tidak terlepas dari raga cowok genius berhati dingin tapi kadang nyebelin itu.
Tidak mungkin, dia pasti bermimpi. Atau ... dia pasti berhalusinasi!
"Maaf adik-adik, saya ke sini agaknya mengganggu jam pelajaran kalian. Saya hanya mau memanggil orang yang bernama Nadin? Nadin Anggitania. Ada di sini?" manik Aksa berkelana ke seluruh penjuru kelas—mencari seseorang yang akan diajarnya mulai saat ini.
Puluhan mata langsung tertuju pada Nadin yang hanya bisa mematung di kursinya. Dengan kaku, tangan kanannya terangkat. "Saya, Kak."
Sejenak, Nadin mengetahui bahwa Aksa tertegun melihatnya. Mungkin dia sudah mulai hafal dengan figur Nadin. "Baik, nanti sepulang sekolah temui saya di perpustakaan. Makasih,"
Cowok itu menunduk sejenak lalu melangkah keluar dengan tapak lebar. Beberapa anak perempuan langsung menghambur mengerumuni dirinya. Membuat tempat duduknya sesak dan kupingnya pekak karena dibombardir berbagai macam pertanyaan.
Kira-kira seperti ini,
"Nad? Demi apa, Nad?!"
"Lah, seriusan, Nad?"
"Nad, lo kenal sama Kak Aksa? Pernah ngobrol bareng?!"
Nadin bingung harus menyahut bagaimana, ia hanya bisa cengengesan tidak jelas menanggapi berbagai wawancara dari sebagian anak perempuan di kelasnya.
.
.
.Desahan berulang kali mengudara dari bibir pias Nadin. Entah sudah keberapa kali kakinya mondar-mandir tidak jelas di depan perpustakaan sekolah. Ia menggigit bibir bawahnya, tas sekolah masih ia sandang.
Ingat, kan? Nadin ada janji dengan Aksa untuk bertemu di perpustakaan sekolah? Sebenarnya gadis itu tidak tahu apa yang menyebabkan ia dipanggil oleh Aksa. Tapi ...
"Kok nggak masuk?"
Ia tersentak begitu ada yang menginterupsinya dari belakang. Nadin berbalik, ia mengembuskan napas pelan. "I-iya, Kak. Ini mau masuk, kok."
Aksa yang menggenggam dua buah susu kotak rasa taro itu hanya mengangguk pelan lalu berjalan mendahului Nadin. Langkah panjangnya menuju salah satu meja dengan dua kursi yang berhadapan. Dipilihnya meja yang berada di tengah-tengah perpustakaan agar lebih strategis jika ingin mengambil buku lainnya.
Nadin mengekornya.
"Jadi, gue dikasih amanah sama wali kelas lo. Buat ngajar lo les selama dua minggu." ujar Aksa tepat sasaran. Tangannya terlipat di atas meja sambil menatap manik Nadin yang sangat enggan menatapnya balik.
"Ha?"
"Lo nggak fokus apa laper?"
"Ha?"
Dengusan kecil keluar dari mulut Aksa. Ia akhirnya tahu kenapa ia disuruh mengajar gadis bernama Nadin Anggitania ini. Tangannya segera membuka lembaran buku tebal dengan dominan angka ketimbang huruf. Jari yang asyik memilih halaman itu akhirnya berhenti, dan segera membalikkan posisi buku ke hadapan Nadin.
"Untuk awalan, coba lo kerjain nomor satu sampai lima ini dulu. Kita masih punya waktu satu setengah jam lagi. Kalo bingung, tanya ke gue. Jangan buang-buang waktu lo dengan sok ngerti,"

KAMU SEDANG MEMBACA
H I D D E N
Teen FictionBertahun-tahun tahun lalu, Nadin dan Aksa adalah teman sepermainan. Tinggal bersebelahan membuat mereka akrab satu sama lain. Aksa sering sekali mengajak Nadin bermain sepulang sekolah. Hingga pada suatu sore, mereka bermain petak umpet dan Aksa tid...