Matanya perlahan terbuka diiringi rasa sakit yang menyiksa dari kepala. Menyapu ke sekeliling sampai mendapati seseorang menunduk di sebelahnya. Bibirnya mengulas senyum tipis, dadanya berdesir.
Dirabanya perlahan punggung tangan cowok itu. Satu detik, dua detik, sampai cowok itu beringsut menegakkan badannya. Tangannya mengusap wajah untuk menghilangkan kantuk. Sekilas, Nadin bisa melihat bekas luka yang sangat kentara dari siku Aksa.
Kerutan di dahinya perlahan timbul, apa Aksa pernah jatuh sampai terluka? Atau tergores benda lain? Tapi ... bentuk dari bekas luka itu pernah ia lihat. Perlahan, keraguan Nadin akan Aksa memudar. Apakah sebenarnya memang Aksa adalah Peterpan masa kecilnya?
"Sori, Nad. Gue ketiduran."
Gadis itu menggeleng perlahan. "Nggak apa-apa," sahutnya dengan suara yang lemah. Tubuhnya ia paksa untuk duduk, lengan besar cowok itu membantunya menegakkan tubuh.
"Lo udah lama di sini, Kak?"
"Sejak lo pingsan terus dibawa ke UKS."
"Udah lama ya berarti?"
"Nggak juga, sih. Gue seneng di dekat lo soalnya." semburat jingga menyorot paras keduanya dengan hangat, sehangat senyuman Aksa yang hadir di antara mereka berdua.
Tawa kecil mengudara dari bibir pias cewek itu. Pipinya merona tiap kali menatap lengkungan bulan sabit yang menenangkan itu. Namun sedetik kemudian tawanya mereda, ia mengingat kejadian sebelum tubuhnya ambruk menyentuh tanah dengan keras.
"Sori, ya, Kak. Gue ... gue nggak menang kuis itu,"
Masih dengan senyum yang sama, tangannya terulur membelai surai gadis itu. "It's okay, lo udah berusaha."
"Tapi gue kasihan sama teman-teman gue ..."
"Mereka juga udah seneng, kok, lo bertahan sampe babak final. Yeah, seenggaknya elo runner up."
Nadin membalasnya dengan sebuah anggukan kecil. Tangan yang masih menyentuh rambutnya itu perlahan turun, menjauhkan sehelai poni yang menjerat kelopak matanya. Dalam keheningan sore itu dan dilingkupi aroma etanol, manik sepasang anak manusia saling menumbuk dalam. Mereka tenggelam dalam sunyi dan isi pikiran masing-masing.
"Nadin ... apa mungkin lo itu Tinkerbell yang dulu gue tinggalin di kegelapan?"
.
.
.Nadin termenung di ranjangnya, menatap kelap-kelip lampu berbentuk bintang yang bersinar dalam remang-remang kamar.
Sebagian hatinya meragu jika Aksa adalah Peterpan masa kecilnya tapi ... sebagian lagi menerima bahwa sepertinya cowok itu adalah Aksa yang meninggalkannya dalam kegelapan.
Gadis itu ingat bagaimana tatapan mata itu ... argh! Tatapan matanya yang mendamba kebenaran, tatapan matanya yang menginginkan keajaiban. Ia tidak tahu kenapa selama ini kelabunya selalu hampa, ia tidak tahu apa yang tega menyakiti cowok itu. Selama ini ... mungkinkah Aksa masih mengingatnya?
Batinnya yang dulu berkobar kala mereka bertemu untuk pertama kalinya setelah sekian lama ... kini mulai meredup keyakinannya. Rasa ragu membalut seisi benak dan logika Nadin, tapi ... kenapa tatapan cowok itu serasa menuntut takdir agar berpihak padanya?
Jika dia memang Aksa—Peterpan masa kecilnya, mungkinkah ia masih menyimpan kotak bekal bergambar Tinkerbell yang ia berikan pada waktu kepindahannya?
.
.
.Langkahnya pelan menyusuri satu persatu rak bahan makanan di supermarket. Ibunya meminta tolong kepada Nadin untuk membelikan bahan-bahan roti isi yang semakin menipis.
Troli belanjaan di dorongnya perlahan-lahan dan sesekali mengambil barang yang tertulis di kertas yang digenggamnya.
Barang terakhir yang ia beli adalah ... cabai bubuk? Nadin segera berjalan ke arah botol cabe bubuk itu tersedia, tinggal satu. Ia berniat mengambilnya namun salah satu tangan juga ingin mengambilnya.
"Buat lo aja, Nad."
Nadin menoleh, mendapati Aksa sedang berdiri sambil menjinjing keranjang belanjaan. Dirinya tertegun sejenak, sudah dua minggu lebih mereka tidak saling bertatap muka sejak pertanyaannya di UKS mengudara.
Nadin tidak tahu, Nadin juga tidak mengerti. Kenapa dulu ia yakin jika Aksa adalah teman masa kecilnya, tapi ... sekarang keyakinan itu seakan menguap bersama embun-embun pagi.
Bibirnya tersenyum kikuk, setelah mengambil cabai bubuk itu mereka saling berjalan ke arah berlawanan. Berjalan melewati masing-masing raga tanpa ada yang menoleh. Seakan melupakan semuanya padahal ... mereka hanya diliputi keraguan. []
tolong koreksi ejaan saya semisal ada yang salah, sankyou 🌙
xoxo,kata

KAMU SEDANG MEMBACA
H I D D E N
Teen FictionBertahun-tahun tahun lalu, Nadin dan Aksa adalah teman sepermainan. Tinggal bersebelahan membuat mereka akrab satu sama lain. Aksa sering sekali mengajak Nadin bermain sepulang sekolah. Hingga pada suatu sore, mereka bermain petak umpet dan Aksa tid...