chapter twenty-four

68 7 2
                                    

Matanya mengerjap, dengung memenuhi liang rungunya, rasa pening masih menyergap kepala. Dua orang di depannya menatap dirinya dengan sendu.

Ketika ia membuka mata seutuhnya, sang ibu menyentuh bahunya pelan. "Nadin sudah sadar, Nak?"

Gadis itu memutuskan untuk beringsut duduk namun sakit di kepalanya memaksa dirinya untuk tetap berbaring di ranjang rumah sakit. Dengan lemah ia berusaha tersenyum. "Nadin udah lama, ya, tidurnya?"

"Dari kemarin, Nad!" kini Klea menjawab.

"Ya udah. Lagian, Nadin sekarang udah siuman, kan? Nadin baik-baik aja, kok." tiba-tiba, ia teringat sesuatu. "Aksa ... mana?"

Dua orang yang ada di depannya itu saling memandang. Klea memutuskan untuk menjawab. "Dia tadi ke sini, sih ... tapi udah berangkat ke bandara karena jadwal penerbangannya jam sembilan pagi."

Diliriknya cepat jam yang menggantung manis di dinding, masih ada waktu satu jam lagi. Nadin harus menyusulnya. Ia memaksakan bangkit meski raganya lemah, diambilnya tabung infus dari tempatnya. Ia melangkah cepat ke luar kamar. Meski sudah berusaha dicegah sang ibu dengan alasan kondisi kesehatannya, Nadin menolak untuk kembali berbaring. Ia mengajak Klea untuk pergi bersamanya.

Ibu Nadin pasrah, ia membiarkan anak perempuan semata wayangnya itu pergi, menemui seseorang yang selalu membekas di hati.

Mereka memesan taksi daring untuk mengantar ke bandara tempat Aksa berada saat ini. Beberapa menit dilalui dengan penuh ketegangan, takut kalau-kalau Aksa sudah terbang meninggalkan bumi pertiwi.

Bandara pagi itu ramai, bising para penumpang maupun penjemput memenuhi setiap sudut. Nadin dan Klea keluar dengan mata yang menyapu sekeliling; mencari figur Aksara Bagaskara.

Dua gadis yang hampir berusia tujuh belas tahun itu berlari. Nadin tidak peduli dirinya akan kecapekan dan mempengaruhi imun tubuhnya asalkan ia bisa melihat Aksa sebelum cowok itu menghilang selama beberapa tahun. Ia takut, takut jika saat Aksa kembali ke negeri ini ... ia justru sudah pergi ke tempat lain. Ia sangat takut itu terjadi.

Mereka masih berlari, mencuri beberapa atensi dari orang-orang. Napasnya sudah terengah, kakinya sudah keram, namun figur Aksa belum kunjung ditemukan.

"Nadin?"

Ia menoleh, matanya membelalak. Orang itu ... orang itu masih di sini. Nadin segera menghambur ke dekapan Aksa. Menangis di sana.

"Maafin gue! Maafin gue kalo banyak ngerepotin elo. Harusnya gue nggak sakit, maaf-maaf-maaf ..."

Untuk beberapa saat, raga cowok itu mematung. Ia terkejut bukan main saat melihat seorang gadis dengan sandal kodok dan baju pasien berlarian di dalam bandara. Tangannya terulur mendekap dan mengelus punggung Nadin teratur.

"Nggak apa-apa. Maafin gue juga, mi pangsitnya tutup."

Dengan tangis yang masih menguar, Nadin menyahut tanpa melepaskan dekapannya. "Itu bukan salah lo, salah abang-abangnya!"

Tawa kecil keluar dari mulut Aksa. "Ya udah ... sehat-sehat ya, Nad, baik-baik di sini. Gue pasti balik. Doain gue, ya!"

Sebuah pengumuman mengudara di bandara. Penerbangan menuju ke Aussie akan segera berangkat beberapa menit lagi. Aksa menyadari itu, ia melepaskan dekapannya.

"Gue harus pergi," ujarnya.

"Hati-hati ..." Nadin melambaikan tangan dengan wajah yang basah dan suara yang bergetar.

Hatinya remuk, raganya lemas, ia kembali ditinggalkan Sang Peterpan untuk yang kedua kalinya. Semoga, ini adalah kalo terakhir cowok itu pergi. Ia lelah berkutat dengan rasa rindu setiap harinya.

"Take care, Peterpan!" teriaknya. "Jangan lupa mi pangsitnya!"

Aksa menoleh, tersenyum. "You too, Tinkerbell!"

Ia berbalik, menarik kopernya dan menjauh dari raga gadis itu. Klea menatap keduanya dengan sendu. Apalagi saat Nadin tiba-tiba berlutut dan menutupi wajahnya. Terlihat sangat putus asa. Seakan ia tidak akan bertemu dengan cowok itu lagi.

Klea mendekati sang kawan, mendekapnya erat. Saat ini ... Nadin mungkin tidak butuh penenang. Ia hanya butuh dipeluk. Ia tidak butuh pendengar, ia hanya butuh bahu untuk bersandar.

Aksa mulai memasuki pesawat yang akan mengantarnya ke Aussie, tahu bahwa sesenggukan seseorang mengiringi raganya pergi. []

tolong koreksi ejaan saya semisal ada yang salah, sankyou 🌙
xoxo,

kata

H I D D E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang