Langkahnya pelan menyusuri jalan menuju tempat pemberhentian metro mini. Pandangannya menumbuk pada kaki yang sibuk melangkah jauh. Pendar-pendar senja menyorot ke jalanan aspal yang riuh dengan lalu lalang kendaraan dan beberapa orang yang ingin pulang.
Embusan napasnya mengudara, hari ini ia tidak ada jadwal les karena sang guru ada keperluan mendadak.
Sorot senja menyilaukan pandangannya. Tangannya ia angkat untuk melindungi netra dari terpaan selendang jingga tersebut.
"Nad?"
Perlahan, tangannya turun. Kilatan matanya menangkap seseorang dengan seragam yang sama persis dengannya. Butuh waktu beberapa saat untuk menyadari bahwa seseorang di depannya ini adalah Aksa sebab pandangannya terhalau sinar mentari sore yang cukup terik.
"Mau pulang?"
Tanpa bersua, Nadin mengangguk. Tidak berkata apa-apa hanya menunggu sang lawan bicara kembali berbicara.
"Mau pulang juga?"
"Iya, Kak. Kan nggak ada les hari ini," Nadin tertawa sumbang untuk memudarkan suasana canggung.
Keduanya mengusap tengkuk masing-masing. Keheningan masih meliputi mereka sebelum akhirnya Nadin memutuskan untuk berjalan ke halte lebih dulu, disusul Aksa di belakangnya.
Mereka duduk bersebelahan. Suara klakson hanya mengisi keheningan mereka berdua yang sama-sama bungkam--tidak tahu harus membahas apa di luar jam sekolah.
Setelah cukup lama bergelut dengan keraguan, akhirnya Aksa membuka suara.
"Lo ada acara, Nad?"
"Enggak."
"Mau ikut gue?"
"Ke mana?"
"Rumah Pelangi."
Nadin tertegun sejenak, kelerengnya mendalami netra setenang lautan milik Aksa. Sang Baskara sudah tidak begitu meneteskan keringatnya pada kolong langit. Sepoi angin kini mengambil alih beberapa helai rambut Nadin dan Surai Aksa.
"Oke,"
.
.
."Jadi lo ngajar di sini juga, Kak?"
Jingga sudah semakin memerah, semburatnya terlukis di penghujung angkasa sebelum tenggelam dalam kelam dan berganti menjadi malam. Dua anak manusia itu berjalan bersisian dengan menyandang tas sekolah. Salah satunya tersenyum tipis mendengar pertanyaan dari sang lawan konversasi.
"Iya, lumayan buat tambah-tambah uang jajan, kan?"
"Iya juga, sih."
Lagi lagi, keheningan membungkam keduanya. Jalan setapak yang mereka lintasi dikelilingi rumput yang terawat. Beberapa langkah lagi, kaki mereka akan menapak pada halaman depan Rumah Pelangi--panti asuhan yang sering dikunjungi Aksa selepas pulang sekolah.
Tibanya mereka disambut sekitar selusin anak berusia tujuh sampai sepuluh tahun. Entah mereka bersekolah di mana, yang pasti Aksa sudah membantu mereka dalam melahap pendidikan yang seharusnya.
"Kak Aksa!"
"Yeyy ada Kak Aksa!"
"Bunda Mia, ada Kak Aksa!"
Riuh rendah suara bocah yang mengelilingi keduanya membanjiri indra pendengaran mereka berdua. Aksa membalas anak-anak itu dengan senyuman dan sebuah elusan di beberapa kepala.
Seorang anak berambut kuncir dua dengan pipi gembul hanya memandang Nadin dengan sorot bertanya.
"Kakak ini siapa?" tanyanya dengan raut polos. "Kakak cantik,"
KAMU SEDANG MEMBACA
H I D D E N
Dla nastolatkówBertahun-tahun tahun lalu, Nadin dan Aksa adalah teman sepermainan. Tinggal bersebelahan membuat mereka akrab satu sama lain. Aksa sering sekali mengajak Nadin bermain sepulang sekolah. Hingga pada suatu sore, mereka bermain petak umpet dan Aksa tid...