Missunderstanding

1.2K 100 35
                                    

Dinara mempercepat langkah kakinya dengan tergesa-gesa. Sial, gara-gara dress hitam span yang terlalu pas di tubuhnya, gadis itu gak bisa leluasa bergerak.

Masalahnya sekarang, dinara gak mau ketemu sama orang itu. Dia udah anti banget deh pokoknya.

Tadi, dia abis pulang pemotretan seharusnya ganti baju dengan pakaiannya sebelum datang ke tempat. Namun, karena keadaan urgent dia terpaksa pulang dengan pakaian seperti itu.

"DINARA!" teriak seseorang itu.

"Sial! Sial! Gue lupa kalo dia cowok!" Iya, jelas dinara kalah. Masih make stiletto hitam dan lari-lari begitu. Yaudah, dinara akhirnya melepas higheelsnya secepat mungkin.

Kejar-kejaran deh tuh. Gak peduli itu di lorong apartemen dan teriakan mereka berdua memicu penghuni lainnya karena terganggu dengan kelakuan mereka, tapi mereka gak peduli.

Seharusnya sih, dinara mempercepat langkahnya, namun entah kenapa rasa lelah dibagian kaki dan tubuhnya seolah memaksanya untuk berhenti dan akhirnya larinya semakin melemah.

Sayang seribu sayang, fisik lelaki memang lebih kuat dibandingkan perempuan. Dinara pasrah aja lengannya ditarik dan wajahnya menubruk dada lelaki itu.

"Wow, calm down. Semenjak putus sama gue, lo jadi atlet lari ceritanya," kekehnya.

Dinara hanya memutar kedua bola matanya malas. Dengan cepat ia ingin melepaskan kukungan tangan pemuda itu dari tubuhnya, namun ia tidak bisa.

"Dhirga. Lepas."

"Why should i?" Katanya sambil tersenyum tipis.

Dinara menghela napasnya lelah. Udah capek pulang kuliah, terus abis itu langsung ke pemotretan buat beberapa model baju, dan sekarang malah ketemu sama mantan.

Mereka emang udah putus seminggu yang lalu. Fresh from oven.

"Mau lo apa sekarang?" Tanya dinara dengan nada bicara yang seperti enggan.

"Ada beberapa hal yang harus kita bicarakan." Katanya dengan raut wajah yang serius.

Dinara terkekeh sarkas. Hal yang dibicarakan katanya? Keperluan mereka yang harus dibicarakan itu saat mereka pacaran, bukan saat udah jadi mantan, begitu pikir dinara.

"Gak ada yang kita bicarain. Lepas!" Dinara berontak paksa dan akhirnya kukungan itu terlepas.

"We," dinara menunjuk dirinya dan dhirga secara bergantian.

"Are over. Zip it!" Tegasnya dengan wajah yang super galak. Tapi menurut lelaki itu, wajah dinara nampak gemas dan membuatnya ingin menggigit pipinya yang chubby itu.

Nggak, dia gak mungkin ngelakuin hal itu disini. Dhirga bisa dilempar stiletto mungkin sama tuh cewek.

"Ya ya. Kita berakhir sejak lo nampar gue, nyiram gue, di lorong kampus. Padahal gue gak dikasih kesempatan buat ngejelasin," ucap dhirga santai.

"Gak ada yang pengen gue denger. Sana pulang." Ucapnya ketus.

"Lo ngusir?"

"Keliatannya? Itu sebuah perintah, Tuan Dhirga yang terhormat."

Dinara segera mengeluarkan kunci apartemennya untuk membuka pintu. Baru saja ia ingin membuka, sebuah tangan sudah memegang kenop pintu, mencegahnya untuk masuk.

"Dinara, soal perjodohan itu--"

"Gue mau batalin semuanya." Dinara memasang raut wajah yang datar.

[1] Amore ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang