Matahari sudah terbenam saat Jennie sampai di gedung apartemen Jungkook. Memasukkan kode apartemen, pintu mengeluarkan bunyi bip pelan sebelum terbuka. Jennie melihat lampu yang menyala dan dia bisa mencium bau roti bakar yang samar. Jungkook pasti sudah pulang pikirnya.
Wanita itu merasa bersalah karena tidak memasak makan malam. Dia berencana pulang lebih awal dan membuat sesuatu untuk makan Jungkook, tetapi dia malah menghabiskan lebih banyak waktu dengan Rosé daripada yang di rencanakan. Jennie juga membuat surat pengunduran diri untuk pekerjaan paruh waktunya yang lain karena Rosé menawarkan lebih banyak jam kerja dan bayaran yang cukup.
"Jeon?" panggil Jennie, sambil menutupi mata dengan tangannya dan membuka sedikit celah di antara jari-jarinya agar dia bisa melihat pijakan. Lebih baik berhati-hati daripada tidak. Jungkook memiliki kebiasaan berjalan dengan keadaan telanjang di rumahnya.
Jennie menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikiran dan membunuh perasaan senang karena bisa melihat surga dunia itu lagi. Jennie seharusnya tahu lebih baik, sungguh. Tidak ada ruang untuk gangguan dalam hidupnya, terutama sekarang dia seorang tunawisma dan tidak mempunyai uang.
Jungkook mungkin bisa memikatnya tetapi itu tidak berarti Jennie akan menyerah dengan mudah... untuk apa pun.
Jennie menemukan kelinci berotot itu sedang di dapur, berdiri di depan kulkas yang terbuka, minum segelas jus jeruk. Jungkook mengenakan setelan jas hitam dan dasi, rambutnya disisir ke belakang sehingga wajahnya terbingkai sempurna.
Pandangan itu membuat Jennie lengah. Jungkook terlihat sangat tampan sehingga dia tampak tidak nyata.
Jennie hanya berdiri di sana, tidak bisa bergerak, tidak bisa mengalihkan pandangannya. Mata bulat Jungkook sedikit melebar ketika dia melihat Jennie berdiri tak jauh darinya. Jungkook balas menatap tanpa mengatakan apapun.
Diam.
Karena malu, Jennie melepas pandangannya, tetapi matanya tidak bisa menahan untuk tidak menatapnya.
Lidah Jungkook melesat keluar untuk menjilat jus di bibirnya. Terlambat, kupu-kupu sudah beterbangan di perut Jennie sekarang, bermain-main dengan emosinya.
"Hai, Red. Suka dengan apa yang kau lihat?" Suara Jungkook lebih serak dari biasanya.
Ya Tuhan.
Jennie memerah, menurunkan pandangannya. Di mana lidahnya? Otaknya? Setidaknya dia harus menjawab perkataan Jungkook.
"I see." Jungkook berkata pelan, suaranya semakin dalam. "Apa kau akan berpura-pura bahwa kau tidak terpesona denganku sekarang?"
Oh God. Oh God. Oh God.
Jennie memperhatikan Jungkook yang perlahan berjalan ke arahnya, mata cokelatnya yang gelap tampak kuat di wajahnya. Jungkook berhenti ketika hanya berjarak beberapa inci dari Jennie. Wanita itu bahkan bisa mencium aroma maskulin parfumnya, merasakan kehangatan yang memancar dari tubuhnya.
"Sudah kubilang aku tidak akan bisa menahan diri lain kali." bisik Jungkook tepat ditelinganya.
Dalam satu gerakan cepat, Jungkook berhasil membuat Jennie menempel di dinding. Matanya tertuju tepat ke dalam mata kucing itu sebelum beralih ke bibir, menatapnya dengan lapar .
"Aku harus meninggalkanmu sendiri." Lidah Jungkook menyelinap keluar untuk membasahi bibirnya sebelum matanya beralih kembali pada mata Jennie. "Tapi aku tidak bisa. Aku serakah dan aku ingin lebih." suaranya menjadi lebih serak dan dalam.
Mata Jennie terpejam ketika jari-jari Jungkook menelusuri garis pipinya, hingga ke tenggorokannya tempat dimana nadinya berdetak kencang. Jennie menegang, tidak bisa melakukan apapun.