JEON POV
"Dari semua hari, kenapa dia memilih hari ini?"
Wonwoo bersandar di kursinya, menopang kaki di atas meja. "Mungkin dia akan memberikan ini padamu sebagai hadiah ulang tahun." jawabnya, bermain-main dengan kubus rubik. "Diam dan duduklah. Orang-orang Darcy sedang memainkan permainannya."
Matanya bersinar dalam tantangan. Wonwoo menyukai ini. Tuan Darcy adalah seorang pertapa jutawan yang memiliki sebidanng besar tanah yang sangat dekat dengan kota. Tanah itu adalah real estate utama, dan jika kami mendapatkannya, itu akan menjadi investasi yang sangat besar bagi perusahaan.
Banyak pebisnis yang menginginkan tanah itu, tapi Tuan Darcy menjelaskan bahwa ia tidak menjualnya. Salah seorang karyawan kami sangat memperhatikan Tuan Darcy ketika pria itu menginap di salah satu hotel kami dan Wonwoo mendapatkan kesempatan untuk membujuknya agar mau menjual tanah itu.
Wonwoo bisa sangat meyakinkan ketika ia benar-benar menginginkan sesuatu. Dia adalah hiu dalam negosiasi.
"Kau tahu," Wonwoo membuka pembicaraan. "Aku cukup pandai menangani orang."
Aku menatapnya sekilas. Dia balik menatapku dengan geli saat meletakkan permainan Rubik nya di atas meja. Ia berdiri dan membuka tuksedo abu-abunya sebelum dengan rapi meletakkannya di atas kursi.
Aku langsung berpikir bahwa dia akan mudah akrab dengan Jennie karena OCD mereka dalam kerapian.
"Jennie-mu, menurutku dia adalah seseorang yang bisa menangani dirinya sendiri." ucapnya.
Aku kembali menatap keluar jendela. Detak jantungku bertambah cepat saat melihat Ibu dan Jennie berbicara. "Benar." jawabku, mengambil segelas scotch yang dia tawarkan. "Dia wanta terkuat yang ku kenal."
"Lalu, kenapa kau berdiri disana, menatapnya seperti kau akan menculiknya?"
"Aku tidak-" terdiam. Astaga, aku baru menyadarinya.
Dengan enggan, aku menjauh dari jendela, bersandar ke dinding dan melirik Wonwoo. "Aku hanya tidak ingin Tzuyu membuatnya kesal."
"Kau mengkhawatirkan Tzuyu, tapi bagaimana dengan Mom? Kau tahu, Mom akan memakannya hidup-hidup jika ia tak menyukainya."
"Mom akan menyukainya. Bagaimana mungkin seseorang tidak menyukai Jennie-ku?"
Karena perkataan Wonwoo, aku kembali ke jendela dan mengawasinya. Sedikit banyaknya itu membuatku cukup khawatir.
"Mom menyukaiku, tapi dia masih membuatku takut." bantahnya.
Wonwoo sangat tidak membantu.
"Itu benar." aku mengakui sambil menyesap minuman. "Tidak, aku yakin 100% Mom akan menyukai Jennie."
Ketika ponsel berdering, aku berpaling dari jendela, percaya diri pada sisi berani wanita-ku. Dia bisa menangani apapun.
Aku yakin itu.
Tak butuh waktu lama bagi karyawan Tuan Darcy untuk menghubungiku kembali dan menerima kesepakatan kami. Aku dan Wonwoo telah memastikan bahwa mereka tidak bisa menolak tawaran yang kami ajukan.
Aku sedang dalam mood yang baik saat bersemangat untuk kembali turun dan berdansa denga Jennie. Tapi.....
Dimana dia?
Aku memutuskan untuk kembali ke halaman tempat pesta berlangsung, ke taman, bahkan kembali ke kamar dan sekitaran balkon, tapi Jennie tidak ada dimanapun. Dia bahkan tidak menjawab ponselnya.
"Jeon?"
Jentungku berdegup kencang saat berbalik untuk melihat siapa itu. Ayah ku berdiri di depan ku. Kami tidak bertemu selama berbulan-bulan. Dia tampak akrab namun terasa asing. Lebih banyak garis tergores di sekitar mata dan mulutnya saat tersenyum padaku. Dan yang membuatku muak adalah satu lengan yang ada di dalam lengan Ayahku.....wanitanya.