"Kau benar-benar seperti bayi besar ketika sedang lapar." ucapku menggoda Jeon. Dia berada di tempat tidurnya terbungkus selimut putih tebal dan bantal abu-abu gemuk di atas wajahnya, dan mengerang kesakitan.
Aku bangun pagi ini di tempat tidurnya, memeluknya. Itu adalah kedua kalinya aku tidur di samping Jeon dan aku menyadari bahwa rasanya....nyaman. Sangat nyaman.
Hawa tubuhnya yang hangat dan keras di belakangku semakin terasa akrab.
Jeon suka sendok, pikirku sambil tersenyum, duduk di sampingnya dengan pelan. Jeon mengerang saat berat badanku mengguncang tempat tidur.
"Kau bau, Jeon."
Jeon membuat suara yang tidak jelas.
"Ayo duduk agar kau bisa minum aspirin ini."
"Kenapa kau berteriak padaku, Red?" erangnya, suaranya teredam oleh bantal.
"Aku tidak berteriak." ucapku tidak bisa menahan senyum untuk beberapa alasan. Setelah canggung karena beberapa hal kemarin, aku merasa benar-benar senang bahwa kami kembali normal. "Apa kau tahu obat untuk mabuk?"
Jeon mendengus.
"Tetaplah mabuk."
Kali ini, Jeon memindahkan bantal sehingga satu mata kelabunya menatapku dengan geli. "Apa kau sedang membuat lelucon?" dia terdengar seperti sedang menertawakanku.
Aku merasakan wajahku memerah. Ini adalah pertama kalinya aku membuat lelucon dan Jeon membuatku sadar akan hal itu. Dia bisa hanya memalsukan tawanya bukan? Aku tidak pernah membuat lelucon sebelumnya. Dan aku tidak tahu mengapa aku melakukannya kali ini. Ini sangat memalukan!
Jeon mulai tertawa diam-diam. Bukan karena leluconku, tapi menertawakan diriku.
"Ah! Kau brengsek." melempar bantal ke wajahnya dan berdiri, memastikan tempat tidurnya banyak bergerak.
"Aduh. Ow Ow Kenapa kau begitu jahat padaku, Red? "
Aku menyeringai. Jeon pantas mendapatkannya! Ketika erangannya mereda, dia hanya berbaring di sana seperti orang mati. Tidak bergerak, tidak berbicara.
Oh tidak. Aku merasa tidak enak. Aku seharusnya tidak melakukan itu. Tapi dia menggodaku ........ dan aku hanya sedikit kesal.
"Kau ingin jus jeruk?"
Oh ayolah mulut. Jus jeruk di pagi hari? Aku pasti sudah gila. Tapi tidak ada respons apapun dari Jeon.
"Aku akan pergi bekerja. Pastikan kau meminum aspirinmu
Jeon tidak merespons.Lagi.
"Jeon?"
Tetap tidak ada. Dia pasti tertidur kembali. Lengannya menutupi mata. Cahaya pasti menyakiti matanya, jadi aku berjalan menuju jendela dan menutup tirai tanpa suara. Aku tidak ingin membangunkannya.
Melangkah sepelan mungkin diatas karpet tebal di kamarnya. Aku belum pernah masuk ke kamarnya sebelumnya.
Layout-nya hampir sama dengan kamarku, hanya saja kamarnya lebih besar. Dan berantakan. Tidak kotor, hanya berantakan. Jeon memiliki kebiasaan buruk meninggalkan pakaian di lantai, tapi aku perhatikan bahwa DVD dan CD-nya ditumpuk rapi di atas meja komputernya.
Kursi besar yang ia gunakan untuk bermain game tertutup sempurna oleh pakaian dan pernak-pernik kecilnya. Buku-buku dilemparkan dengan sembarangan ke lantai, seolah-olah ia akan membukanya dan memutuskan buku-buku itu tidak layak untuk dibaca.
Kami belum menonton film. Itu ada dalam daftarnya, pikirku, tersenyum seperti orang gila. Daftar kami.
Jeon mendengkur yang menandakan bahwa pria itu telah tertidur kembali, jadi aku berani untuk membungkuk dan dengan lembut mencium pipinya.