JEON POV
"Hanya dirimu." ucapku memberitahunya dengan lembut, menangkup wajahnya dengan kedua tanganku.
Jempolku membelai pipinya pelan, mengagumi kelembutan kulitnya. Mata kucingnya yang terbelalak saat menatapku sangat menggemaskan.
Tzuyu akan tiba disini dalam waktu kurang dari satu jam, tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mendekatkan tubuh dan kembali merasakan bibir cherry itu.
Hei, aku belum menciumnya hari ini. Tidak masalah jika aku melakukannya bukan?
Jennie seperti candu. Obatku. Urat nadiku. Memompa aliran darahku.
Sungguh, aku tidak tahan. Menarik pinggangnya mendekat, menempelkan bibir kami, menciumnya dengan lapar, tanganku berkeliaran di sekujur tubuhnya. Lekukan di punggung tepat di atas pantatnya membuatku gila.
"More." bisikku, menggigit lalu menarik bibir bawahnya dengan gigiku. "Beri aku lebih, Red."
Aromanya membuatku gila. Hembusan napas beratnya membuatku bersemangat.
Bulu matanya berkibar ketika ia menutup matanya, mendesah ringan ketika lidahku meluncur di atas kulitnya, di garis panjang lehernya, di titik sensitif tepat di bawah telinganya. Ketika aku menempatkan bibirku di sana, Jennie menggeliat.
Sial, kami harus berhenti. Sungguh. Karena aku tau bagaimana ini akan berakhir. Sangat tidak baik untuk kesehatan pusat tubuhku.
Hanya beberapa menit lagi, ucapku pada diri sendiri. Tapi ketika Jennie merapatkan tubuhnya ke tubuhku, menggosokkan payudaranya ke dadaku, aku kehilangan semua alasan untuk berhenti. Aku kehilangan akalku hanya karena merasakan dua benda kenyal itu di dadaku.
Kembali menjarah mulutnya, menjelajahinya dengan lidahku. Ketika aku merasakan miliknya menyentuh milikku, aku meledak. Dengan sigap tanganku merengkuh tubuhnya, mengisi telapak tanganku dengan payudaranya yang penuh. Aku ingin melihat mereka, menelanjangi mereka dalam pandanganku. Mengisap mereka sampai aku mendengar erangan seksi itu lagi.
Memeluk tubuhnya erat, sedikit mengangkatnya sampai punggungnya menabrak dinding. Meraih kedua kakinya, lalu mengaitkannya di pinggangku, membuatku merasakan panas tubuhnya.
Tangan Jennie dengan spontan melilit leherku, jari-jarinya meremas rambutku acak, menariknya sedikit keras saat ia menahan desahannya, membuat kepalaku sedikit sakit. Tapi, aku menyukainya. Dan kemudian Jennie mengerang. Membuatku sangat liar.
"Oh God."
Jennie menghisap bibir bawahku seperti itu adalah permen kesukaannya. Menggigit dan menariknya sensual dengan giginya yang rapi, membuatku menggeram rendah.
Sangat sexy.
"Aku sangat menginginkanmu." bisikku di telinganya.
Kembali mengangkat tubuhnya dengan lenganku, dengan bibir yang kembali bertautan. Aku tidak ingin melepaskannya, sungguh!
Kamar. Terlalu jauh. Aku melihat sofa disekitar, buru-buru membawanya ke sana tanpa melepaskan ciuman kami.
Dengan kasar menghempaskan tubuhnya ke sofa. Aku mengangkang diatasnya, mengukungnya, duduk diatas pinggulnya, menarik bajuku keatas, lalu melemparkannya ke lantai. Tapi sesaat aku membeku saat menatapnya.
Ekspresinya seperti mengatakan padaku untuk....
Fuck me.
Bibir yang merah dan bengkak, dengan mata yang terangsang. Jennie setengah berbaring, setengah duduk, dengan siku menopang dirinya saat menatapku.