Chaeng menandaniku seperti aku akan menuju ke medan perang. Senjatanya tergeletak rapi di meja riasnya; eyeshadow dan berbagai jenis kuas berbaris rapi seperti tentara, tabung lipstik, dan beberapa bubuk bedak.
Jaehyun baru saja memberitahuku bahwa Jeon kembali datang ke club tempatnya bekerja. Dan Chaeng mengatakan bahwa aku harus mempersiapkan diri untuk membawa Jeon kembali dalam pelukanku.
"Tutup saja matamu dan biarkan Master yang bekerja." Perintahnya dengan bangga, menggulung lengan bajunya keatas dan menggosokkan kedua tangan. "Sekarang duduklah, J, dan biarkan aku membuatmu lebih cantik dari Cinderella di pesta dansa. Setelah ini selesai, Jeon Jungkook akan berlutut dan mendorong sepatu kaca itu ke kakimu yang mungil. Apa kau sudah mendengar bagaimana dia memohon?" dia terkekeh.
Aku mempercayai Chaeng, aku sangat mempercayainya. Tapi saat aku merasakan tepukan jarinya di pipiku, mengoleskan berbagai jenis krim ke wajahku bersamaan dengan bisikan lembut kuas pada pipi dan kelopak mataku.
"Chaeng, please. Just the red lipstick."
Chaeng hanya merespon dengan gumaman mengejek, dan untuk menghiburku, dia mulai memutar music melalui ponselnya. "J, aku sabuk hitam dalam hal ini. Kupastikan kau akan menyembahku begitu melihat dirimu sendiri."
Dia mulai menari, mengangkat lengannya dan mengayunkannya selaras dengan musik. "Inilah yang akan kukatakan pada Jimin brengsek itu begitu dia bangun dari tidurnya dan mulai mengejarku. Tunggu liriknya, tunggu....."
Dia lantas menyanyikan sisa liriknya dengan berteriak. Setelah selesai, Chaeng meletakkan tangannya di sandaran kursiku.
"Oke, siap? Tiga....dua....satu."
Chaeng memutar kursiku membuatku menghadap cermin.
"Bagaimana?" tanyanya dengan alis terangkat, menunggu reaksiku.
"Kau adalah pembuat keajaiban." Jawabku pelan. Aku berkedip kagum pada diriku di cermin. Aku terlihat cantik. Aku merasa cantik. "Aku akan membuatkan sebuah altar untukmu."
"Aaaa....Chaeng, thank you so so much." aku memeluknya.
"Anakku sudah dewasa. Bangga sekali padamu. Sekarang jangan lupakan trik yang aku ajarkan padamu. Gigit bibirmu, kedipkan matamu dengan slow motion seperti di film, dan kibaskan rambutmu ke belakang untuk menggodanya, paham?"
"Yes, mam."
"Bagus. Sekarang ayo pergi."
Setelah kami sampai di klub, Chaeng bergegas untuk kembali karena mendapatkan telepon dari Ayahnya.
Suasana klub itu begitu gelap, hanya diterangi oleh lampu gantung yang menyebarkan lasernya keseluruh bagian ruangan. Aroma makanan pedas dan minuman keras memenuhi indera penciumanku. Aku memakai balutan gaun merah, sepatu hak tinggi dan lipstik merah yang kupakai pada malam itu saat aku bertemu Jeon. Malam itu saat dia menyelamatkanku.
Malam ini, aku akan menyelamatkan hubungan kami.
Jika Jeon mengizinkanku.
Jantungku berdegup kencang ketika mataku menangkap presensi Jeon yang sedang duduk bersama temannya seperti malam kemarin, yang berbeda adalah sekarang ada dua orang wanita yang duduk di sampingnya. Salah satu dari mereka meletakkan tangannya di pundak Jeon.
Jangan sentuh dia!
Jeon mengenakan jaket kulit hitam terbuka dengan kemeja V-neck putih dan jeans gelap. Memegang gelas dan menatapnya seolah-olah gelas itu menyimpan semua jawaban yang ia inginkan. Jeon sepertinya tidak datang untuk bersenang-senang atau bahkan memperhatikan sekitarnya. Mungkin dia berencana akan segera pergi.