5. [ S ] Connection

694 99 4
                                    

⋐🅂🄴🅄🄻🄶🄸⋑

10 tahun berlalu tapi bagi Seulgi setiap waktu yang berjalan seolah hanya mengulang luka masa lampau.

Mengharap perubahan adalah satu - satunya yang terlintas bebas melewati kehancuran relung hati tepat ketika kakinya menapaki area nan biasa disebut 'rumah'.

Banyak orang mengatakan rumah ialah tempat seseorang bisa menyandarkan beban dunia sesaat dan mengisi energi dengan kenyamanan tak terhingga. Namun Seulgi memiliki perspektif berbeda tentang satu kata sederhana itu. Kebahagiaan nan jelas dikuras habis dari lingkar kehidupan disekitar, menjadikan otaknya tak ingin berpikir terlalu dalam mengenai makna sebuah rumah hingga meyimpulkan kata 'rumah' hanyalah sebongkah bangunan singgah dimana manusia biasa melampiaskan sesuatu; baik cinta atau amarah. Lebih parahnya lagi Seulgi sangat ingin menghindari tempat ini karena hanya membuat lubang hati semakin besar, mengikis perasaan sedikit demi sedikit.

Rasanya tak ada lagi tempat beristirahat. Dimanapun dirinya berada, Seulgi akan selalu merasakan lelah fisik serta mental.

"Sudah pulang?"

"Tahu kenapa tanya."

Keadaan masih sama. Seulgi membenci Hyunbin dan rela mengorbankan kesucian bibir tipis memikat itu digunakan sebagai alat untuk menyakiti perasaan Hyunbin dengan kata - kata ketus nan selalu terlontar bebas bagi lelaki tersebut.

"Kang Seulgi, kemarilah. Aku ingin bicara denganmu."

Suara berat menyebalkan kembali menggema.

Menoleh lantas mendapati ibunya juga tengah mengangguk berintensi ikut membujuk Seulgi, akhirnya Seulgi membalik tubuh dan duduk di sofa kecil terpisah.

"Aku hitung sampai 3 tak ada yang bicara, aku pergi."

Tentu Seulgi muak. Dari awal duduk saja Seulgi sudah merasa sesak, apalagi bila harus menahan keheningan setelah 5 menit dua orang dewasa yang tadi bilang ingin bicara dengannya malah bungkam dan tanpa sadar membuat atmosfer disana semakin terasa mencekik.

"Aku dan ibumu akan tinggal di New York."

Singkat, padat, namun sangat jelas menjabarkan apa yang ingin disampaikan. Dengan santai Seulgi menghembuskan udara dari mulut membentuk lingkaran kecil usai menyilangkan kaki dan tangan bersamaan.

"Lalu?"

"Tentu saja kami ingin membawamu dan yang lain!"

"Mwo?!"

Seulgi sontak mendongak mendengar sahutan cepat ibunya. Menatap tajam walau sedikit manampakkan kebingungan, Seulgi diam - diam mengepalkan kedua tangan.

"Kami sudah bekerja dan mereka berdua berangsur tenang. Jika kalian ingin angkat kaki, silahkan saja. Tapi jangan pernah mengusik kehidupan kami! Kami ini manusia bukan barang yang bisa seenaknya kalian bawa pergi saat bosan."

Amarah sebenarnya sudah mulai mendidih. Tapi benteng Seulgi tampaknya masih cukup kuat menahan agar tidak meledak - ledak hingga nantinya Seulgi tanpa sadar memukul wajah Hyunbin sampai lebam.

"Seul, eomma tidak ingin kehilanganmu."

Alis yang awalnya menukik tajam perlahan melengkung keatas dibarengi dua sudut bibir semakin menurun membentuk ekspresi sendu menyiratkan kekecewaan.

"Eomma sudah kehilangan aku semenjak melakukan hal bodoh dengan orang ini."

Mungkin menuding tegas lelaki yang menunduk dalam di hadapannya menggunakan telunjuk lentik berkuku tajam menjadi langkah terakhir Seulgi mengakhiri diskusi tak berdasar ini sebelum berjalan cepat ke ruangannya di lantai atas disusul suara keras berasal dari benturan pintu dengan bingkainya.

Tak tanggung - tanggung, Seulgi seakan ingin dikelilingi bunyi memekakkan untuk menghindari suara Hyunbin nan terus terngiang di kepala hingga akhirnya melempar figura yang menghiasi foto  bersama kedua saudara lengkap dengan ibunya ke tembok, meninggalkan pecahan - pecahan kaca diatas selembar kertas yang dulunya terasa amat berharga.

Seulgi mendekati kegilaan.

Tekanan - tekanan mental yang Ia terima hampir setiap hari dibawah satu atap nan sempurna menyembunyikan kehancuran dari ikatan bernama keluarga itu sungguh membantingnya ke titik terbawah dirinya. Menjadikan Seulgi semakin lemah detik demi detik saat sadar tak ada lagi tempat bersandar.

Tangisan pelan mulai dikeluarkan seiring tubuhnya melandai keatas lantai marmer dingin disisi kasur. Menekuk kedua lutut untuk dijadikan tempat persembunyian wajah sukses meruntuhkan pertahanan Seulgi sepenuhnya. Memeluk diri sendiri sambil membiarkan bahu bergetar hebat tanpa teman benar - benar terasa perih di dalam sana. Bahkan kini pikiran Seulgi terkena imbasnya sebab pesimistis muncul tiba - tiba. Keinginan untuk mengulang kembali waktu dan berharap agar tidak dilahirkan mendadak terbersit tak memberi jeda istirahat bagi batin.

Tidak ada yang membaik; keadaan justru semakin berantakan sama seperti perasaannya.

"Semoga aku mati lebih cepat."

⋐🅂🄴🅄🄻🄶🄸⋑

Regards
- C

Half of Mine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang