31. It's All Done, I Guess?

937 83 15
                                    

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

2 tahun berlalu dan aku masih tidak percaya dengan apa yang aku saksikan saat ini. Berdiri di antara dua gundukan tanah berumput halus dengan batu terukir nama ditancapkan di ujung. Sudah menjadi kebiasaan baru untuk datang kemari setiap hari selasa dan jumat. Walau aku tahu mereka saling menemani diatas sana, aku tetap dengan bodohnya merasa takut bahwa dia kesepian.

Takdir sungguh suka bermain - main. Aku membenci hal itu sejak dilahirkan.

Bahkan ketika gadis yang koma dua tahun lalu memiliki kesempatan membuka mata, pada akhirnya kami semua dan dia sendiri sadar bahwa dirinya bangun hanya untuk mengucapkan selamat tinggal secara lebih layak dan nyata.

"Unnie."

Aku hampir menertawakan diriku sendiri melihat disini aku berdiri, menatap seorang perempuan dengan surai hitam kecoklatan nan jatuh indah di belakang punggung, lantas menampilkan senyum terlepas dari apa yang sudah aku lakukan padanya dahulu.

Aku mendekat bersama sedikit keraguan lalu mencengkeram pergelangan tangan kanan untuk ditarik kedalam dekapan. Sejauh ini, aku masih tidak percaya dengan situasi yang berlangsung selama dua tahun terakhir.

"Seungwan–ah, jangan maafkan aku. Benci aku seumur hidupmu. Aku tidak pantas mendapat maaf dari siapapun."

Mendapat usapan di punggung selembut belaian tangan eomma saat aku kecil menjadikanku semakin jauh dari penjagaan. Membiarkan air yang menyelimuti mata ini memantulkan cahaya matahari nan cukup terik.

"Unnie, aku paham apa yang kau rasakan dan pikirkan hingga membenciku selama ini. Kumohon lupakan masa lalu dan kita jalani saja masa sekarang hmm?"

Sungguh konyol. Aku dengan mudah mengangguk mengiyakan dengan permintaan dermawannya. Melupakan segala kejahatan masa lalu yang aku lakukan dalam jangka waktu tidak sebentar.

Lalu satu gadis lain datang di belakang Seungwan dan menggenggam satu tangan yang tadinya kugunakan untuk meremas kemeja hijau bagian punggung sampai timbul bekas kusut disana. Merasakan tangan lembutnya meremas tanganku, rasanya sebentar lagi semua bendungan yang kutahan akan hancur begitu saja.

"Aku akan menjagamu, Unnie. Kami akan menjagamu. Seperti yang Sooyoung Unnie pinta hari itu."

"Y —Yerim–ah. Kalian, Terimakasih banyak dan maafkan aku."

Park Sooyoung.

Gadis yang aku lindungi dengan segenap hidupku ternyata memilih pergi lebih jauh ke tempat yang tak bisa kugapai di dunia ini.

Perasaannya; hal yang selalu aku pegang demi melindunginya dari benturan siksa semesta ternyata justru hancur tak bersisa di tanganku sendiri akibat genggaman nan terlalu kuat. Selama ini dia sudah rusak, tapi aku tidak tahu karena aku tak pernah menoleh untuk melihat apakah remasan tanganku menyakitinya atau tidak. Aku selalu fokus untuk menjaganya tanpa sekalipun berpikir apakah Ia nyaman dengan semua pengawalan itu. Dan kini aku harus menerima konsekuensi dari kecerobohanku sendiri.

Aku kira, sesal sudah cukup untuk membuatku sadar akan kesalahanku selama ini. Tapi ternyata masih ada rasa bersalah yang datang menghujamku sampai rasanya aku ingin menyusul Sooyoung pergi ke alam sana.

Benar.

Kang Seulgi–lah pelakunya.

Aku pikir dia akan baik - baik saja setelah membuka matanya hari itu. Aku mengira hanya aku yang akan merasakan duka mendalam nan terasa sangat tidak adil. Lalu dengan bodohnya aku berharap ada orang lain yang ikut merasakan kesedihan nan tengah menerjangku.

Aku tak menyangka Tuhan akan benar - benar memberikan permohonan laknat tersebut.

Dan saat itulah Seulgi menghembuskan nafas terakhir lepas mengucapkan selamat tinggal. Aku hancur disana. Memukul dada sendiri sambil menangis di sudut gelap tanpa ada yang tahu seberapa besar keinginanku untuk menggantikan Seulgi.

"Lagipula aku yakin Seulgi dan Sooyoung juga akan saling menggenggam di surga."

Rasa yang 2 tahun lalu ada dan sudah perlahan memudar, kini muncul lagi kala mataku menangkap sorot sayu di iris coklat terang Seungwan. Mungkin Yerim tidak melihatnya tapi aku tahu, Seungwan sesungguhnya ingin menunjuk orang untuk disalahkan. Tapi Ia tidak bisa. Sebab Seulgi sendiri yang mengamanahkan Ia dan Yerim untuk melupakan apapun yang terjadi di masa lalu antara kita semua.

Dan itu.

Itu sudah cukup untuk membuat rasa bersalah nan bersarang di hatiku semakin berkembang biak. Menyebar menyelimuti seluruh permukaan perasaan ini.

Apakah terlalu serakah jika aku berpikir masa depan kami akan berangsur membaik?

"Maaf. Aku benar - benar minta maaf."

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

End gaess, maap kalo ending rada aneh dan bikin berkata kasar. But still, aku authornya jadi terserah aku bikin gimana AOWKAWOKKK

makasih ya yang bertahan sampe akhir. Luv yu gengs ❤❤

Regards
- C

Half of Mine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang