18. Worse

502 71 6
                                    

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

Hari ini cukup melelahkan.

Bukan. Maksudku sangat melelahkan.

Hari terburuk yang pernah ada. Tunggu, kalian pasti bosan karena hampir setiap waktu aku menyebutkan kalimat itu. Terserah.

Lagipula tidak ada kebohongan di dalamnya. Setiap saat adalah hari terburuk bagiku. Ayolah, tak ada kata 'baik' dalam keseharianku semenjak 14 tahun lalu. Mungkin bagi eomma, itu hanyalah keputusan singkat yang Ia pikir bisa menyenangkan kami dengan mengembalikan sosok 'Appa' disekitar. Aku bahkan sudah mulai melepaskan harapan untuk bahagia mengingat eomma memilih benar - benar meninggalkan kami hanya untuk menemani pria itu menua di New York.

Mereka sungguh pergi. Di malam aku bekerja untuk event ulang tahun sebuah stasiun TV, eomma sungguh tegas akan keputusannya.

Mungkin nama satu orang sebentar lagi akan masuk kedalam list kebencianku.

Entahlah. Semua semakin berantakan.

Bodohnya aku tidak menyadari bendera putih tanda gencatan senjata yang diangkat oleh perempuan bernama Bae Joohyun. Membuat kami berlima kembali dalam keadaan waspada dan siaga akan serangan tiba - tiba.

Belum lagi beberapa milidetik yang telah terlewati untuk kugunakan mendorong pelan pintu putih gading menjadikanku melihat apa yang sungguh ingin kuhindari. Si bungsu menutup laptopnya cepat - cepat sebelum menatapku santai tanpa senyuman seolah aku tidak menangkap apa yang tengah Ia cari. Memori dimana beberapa jam silam Wendy bergetar di depan gadis iblis itu tahu - tahu terlintas di otak, mengundang pening menusuk kepala.

"Unnie, tidak bisa kah kau mengetuk terlebih du —"

"Yer, kumohon berhenti."

Aku berniat melupakan apa yang aku saksikan baru saja, tapi menyadari bila membiarkan ini lebih jauh akan menjadi semakin rumit, aku pikir harus menahan dia.

"Apa maksudmu, Unnie?"

"Aku tahu kau sedang mencari tiket konser grup itu bukan?"

Mungkin ini jalan yang salah. Padahal aku sendiri yang menasehati Wendy untuk tidak menggunakan cara keras dalam mengingatkannya, tapi aku sendiri demikian. Mendorongnya dengan fakta yang aku lawan memang bukan satu - satunya cara, tapi aku sudah terlanjur putus asa.

Kini wajahnya semakin keruh dan suram. Sepertinya dia ingin menampakkan ketidaksukaannya dengan jelas tepat di depan mataku.

"Keluar, Unnie."

Nadanya dingin. Mungkin bila orang lain yang mendengarnya hanya akan menganggapnya sebagai individu yang mengerikan lalu mundur jauh - jauh supaya tidak berada di dekatnya. Tapi bagiku, dia terlihat begitu rapuh dan tersakiti. Aku ingin memeluknya sambil membisikkan bahwa semua akan baik - baik saja seiring waktu berjalan.

Tapi ini 14 tahun.

Dan tak ada satupun dari kami yang terlihat membaik sejak dulu. Membuatku takut dan pesimis tentang kelanjutan hidup masing - masing.

Pertanyaan 'apakah kita bahkan bisa sembuh?' terpampang jelas di kedalaman dan ketajaman tatapannya.

"Jika kau terus begini, aku mungkin juga akan membencimu, Yer. Aku mohon."

"Tanyakan dalam hatimu, Unnie. Bukankah kau sudah membenciku sejak tahu fakta bahwa aku adalah anak haram? Aku bukan adik kandungmu atau bahkan adik kandung mereka."

Deg.

Apakah aku begitu? Benarkah aku sudah membencinya semenjak semua kenyataan terkuak malam itu?

Ucapan Yeri mengenai tepat di titik pusat perasaanku. Kalimat - kalimat yang berakhir dengan tanda tanya kini ikut memenuhiku. Aku bahkan tidak sadar bila kakiku mulai mundur bersamaan dengan tangan kanan mencengkeram erat gagang pintu. Mungkin sebagai pelampiasan. Entahlah.

Jelasnya, aku meragukan diri sendiri.

Dan jujur saja, itu menghancurkanku dari dalam. Karena aku tidak tahu pasti apa jawaban yang benar. Semuanya selalu terasa salah dan tak ada yang bisa memperbaiki kecacatan itu.

Lantas dengan membanting pintu kamar Yeri secara brutal, akupun tanpa sadar memperlihatkan kelemahan baru di hadapan si bungsu.

Semuanya kacau–balau dan aku tak bisa menghentikan badai dalam hati. Semesta juga seolah mendukung sang pencipta untuk terus mengombang - ambingkan perasaan serta nasib kami.

Persetan, aku akan terus berjalan sambil memeluk luka.

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

Aku juga skrng kalo POV gtu nggak aku kasih tau siapa, biar kalian nebak - nebak ini siapa sih. Tapi tetep aku kasih kayak penjelasan tersirat gtu kok biar paham

Regards
- C

Half of Mine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang