21. Truth?

509 72 8
                                    

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

Lutut yang tertekuk otomatis diluruskan, berdiri tegap nan panik kala seorang lelaki berjubah putih keluar dari ruang VIP dengan stetoskop di kantung kanan. Sekilas menilik susunan huruf tertempel di dada kiri, Joy kembali memfokuskan mata ke wajah putih bersih di hadapan. Kacamata yang disangga tulang hidung lelaki itu menjadikannya terlihat lebih intelek namun juga elegan.

"Bagaimana keadaan kakak saya, dokter Suho?"

Joy bahkan bisa berkata jujur tanpa dusta bahwa senyum yang baru saja Suho tampakkan memberikan cukup ketenangan diatas kerisauan nan tengah Joy hadapi saat ini.

"Syukur karena benturan di kepalanya tidak terlalu keras sehingga hanya menimbulkan beberapa lecet dan lebam di sekitar dahinya. Tapi hantaman pada lengan kanannya membuat tulangnya sedikit retak. Jadi pasien tidak boleh melakukan aktivitas berat dahulu selama sekitar 6 sampai 8 minggu."

Lenguhan panjang keluar dari mulut Joy begitu saja mengingat libur yang diberikan setelah konser hanya 1 minggu penuh sedangkan Joy tahu Irene akan selalu melakukan pekerjaan seperti biasa bagaimanapun keadaannya bila tak ada yang menghentikannya. Menjadikan Joy mulai memikirkan cara untuk menjaga aktivitas Irene.

"Terimakasih, Dok. Dan apakah saya sudah boleh masuk?"

"Tentu. Kata yang keluar dari mulutnya tepat setelah sadar adalah 'adikku'. She must have wanted to see you so much. Kalau begitu, saya permisi."

Joy memberikan senyum tipis tanda keramahan seiring dokter dengan tinggi tak lebih darinya itu mengambil langkah menjauh dan hilang di balik belokan.

Tidak begitu lama, kini Joy sudah berdiri di dalam ruangan membelakangi pintu kayu sambil bersedekap menatap gadis lebih tua nan telah terududuk bersandar di ranjang, ikut mengamati Joy.

Sebenarnya Irene bisa saja diletakkan di ruang rawat umum yang menggunakan tirai untuk memisahkan daerah pasien satu dengan lainnya, namun Joy lebih memilih membuang seperempat hasil jerih payahnya supaya Irene mendapatkan ruangan lebih luas dilengkapi ranjang besar nyaman serta sofa dan TV. Yeah, sikap protektif siapa lagi yang diturunkan ke Joy jika bukan dari Irene sendiri.

"Aku akan mengganti uangmu saat —"

"Unnie, stop it! Aku adikmu! Daripada uang, aku hampir mati terkena serangan jantung saat mendengar suara orang lain dari ponselmu!"

Sentak Joy lantas mendekat dan berakhir duduk di tepi ranjang. Mengamati arm sling yang menyangga tangan kakaknya dengan tatapan nanar. Namun tidak begitu lama karena Joy langsung beralih pada wajah tenang Irene saat dirasa sesuatu meremas pelan punggung tangannya.

"Aku baik - baik saja, Soo. Dan bisakah kau tidak menggunakan kata tersebut? Itu mengerikan."

Mengangguk, Joy memutar tangannya hingga kini tangan Irene balik digenggam dua telapak besar adiknya.

"Apa yang terjadi sebenarnya?"

"Aku tahu kau tidak suka aku menyimpan sesuatu jadi aku akan jujur tapi jangan memotong, oke?"

Anggukan menjadi jawaban, keduanya menarik nafas panjang namun dengan intensi yang berbeda. Irene menyiapkan diri untuk kembali mengingat kejadian tragis beberapa saat lalu sedangkan Joy sendiri berusaha menguatkan mental agar dapat menerima apapun yang Irene ceritakan tanpa merasakan emosi.

"Segalanya dimulai oleh sebuah acara berita. Aku, seperti biasa, tentu akan lebih puas jika melihat secara langsung timku melakukan liputan jadi aku memutuskan untuk ke Seocho bersama tim. Oke, semuanya berjalan lancar. Tidak ada hambatan sampai semua hendak pulang kembali ke Gangnam. Tapi ketua tim audio, Song Mino, mengajakku untuk makan malam. Maksudku, berdua."

"Tunggu, kalian berkencan?"

"What? Of course not! Ini hanya makan malam, ditambah aku mendengar gosip dari rekan - rekan bahwa dia sudah memperhatikanku sejak aku aku masih menjadi anggota tim kreatif, belum direktur."

"Okay, ini fix adalah kencan."

Irene memutar matanya malas. Adiknya selalu seperti ini bila Irene menceritakan tentang lelaki.

"Tidak akan kulanjutkan, kau menyebalkan."

"Mwo?! Baiklah baiklah, maaf. Cepat lanjutkan."

Pura - pura merajuk, Irene kalah saat melihat Joy mulai mengeluarkan senjata andalan; wajah memelas yang bagi Irene sangatlah imut. Maka Irene mulai kembali melanjutkan setelah mengambil kesempatan menarik pipi sedikit berisi milik Joy dengan ibu jari dan telunjuknya.

"Jangan berlagak imut, itu menjijikkan. Oke, jadi setelah itu kami makan. Berdua. Aku bahkan tidak sadar bahwa sedari awal dia membawa mobil sendiri hanya supaya bisa berpisah dengan tim. Dan ya, seperti yang orang dewasa lakukan saat bersama, kami memesan minuman. Beralkohol tentunya. Semua masalah dimulai dari sana. Di tengah pembicaraan aku baru ingat bahwa hari ini adalah hari penting bagimu dan dia menawarkan diri untuk mengantarku. Aku tidak berpikir dia semabuk itu sampai tak sadar bahwa lampu lalu lintas sudah berubah merah. Dia jalan terus lalu semua berjalan begitu cepat. Aku sudah melihat dia tak sadarkan diri dengan kepala penuh darah bersandar di kemudi dan aku sendiri sempat melihat keadaan sekitar sebelum akhirnya hilang kesadaran juga."

Tak bisa dihindari, Irene menangkap ekspresi Joy yang terlihat bercampur, sulit diartikan. Tapi begitu menyakitkan saat memahami bahwa kekecewaan mendominasi. Joy sendiri sejujurnya sudah mengira Irene akan melakukan ini, hal - hal yang tidak perlu dilakukan seperti memantau secara langsung liputan di lapangan. Namun 'lupa' bukan sesuatu yang bisa Joy duga hingga hatinya mungkin tidak cukup kuat menahan dentuman lumayan keras.

"Maafkan aku. Aku tahu yang kau pikirkan. Maaf karena gagal menjadi kakak yang kau harapkan."

Tidak ada jawaban. Ruangan tiba - tiba menjadi tenang, hening, mencekam, dan menyesakkan. Joy sangat ingin marah saat ini. Tapi daripada itu, melihat kakaknya masih bisa mengoceh dan mengejeknya, semua amarah tahu - tahu tersapu oleh rasa lega membuncah. Menjadikan cairan mau tidak mau berkumpul di pelupuk, siap untuk dijatuhkan kapan saja. Bergerak menarik tubuh lemah Irene secara perlahan agar tak menekan cederanya, Joy meloloskan beberapa tetes di belakang punggung Irene.

"Ani, Unnie. Terimakasih. Terimakasih untuk semuanya, Unnie."

Mungkin kali ini mengesampingkan rasa sakit pribadi adalah pilihan yang paling tepat.

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

Maap agak panjang dan sangat gajelas hehe

Regards
- C

Half of Mine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang