A.N. Mulai sekarang aku ga kasih lagi inisial ato nama - nama di judul dan diawal cerita soalnya aku mulai mikir kayak gtu sama aja spoiler kecil - kecilan. Aowkawokkk
⋐𝐇𝐨𝐌⋑
Hal yang paling ditakutkan sesosok gadis akhirnya terjadi. Sebesar apapun usaha untuk menghindar kalau sang pencipta tidak menyetujui, akan selalu ada cara nan membuat masalah kembali menghadang. Satu kenyataan yang masih tak bisa gadis itu terima.
"Kau mengenalnya, Joy?"
Si pemilik agensi mulai memecah keheningan yang sudah berlangsung kurang lebih selama 5 menit diantara sembilan orang dalam ruangan besar berdinding kaca diburamkan.
Gerakan memasukkan kedua tangan ke saku mantel coklat tebal selututnya bukan hanya dimaksudkan agar terlihat keren, namun juga sebuah aksi menutupi gemetar akibat keterkejutan bercampur gelisah. Mengambil nafas panjang seraya menunduk, Joy pun kembali mengangkat wajah dan memberanikan diri menatap mata sosok di hadapan sambil memiringkan kepala disusul senyuman palsu nan terlihat amat nyata.
"Tidak. Hanya sedikit familiar. Apa aku mengenal anda?"
Tolol , pikir Joy.
Padahal Ia tahu sendiri pertanyaan semacam itu hanya akan membawa dirinya semakin tersudut di ujung jurang penyesalan. Tinggal menunggu jawaban. Sebuah kalimat yang akan menjadi penentu apakah Joy harus jatuh di kedalaman lembah tersebut atau tetap bertahan.
"Tentu kau mengenalku. Kau adalah adik tiriku."
Joy jatuh. Satu langkah tanpa pertimbangan membawanya pada amarah dan rasa sesal atas perbuatan sendiri. Kini satu - satunya pelampiasan adalah dengan meremas bagian dalam saku mantel seraya mengeraskan rahang, menggertakan gigi. Menyisir keadaan sekitar, Ia dapat dengan jelas melihat raut terkejut dan khawatir serta sorot iba dalam wajah keempat member, dua manager juga CEO nya.
Dia tidak suka. Tidak suka dikasihani.
Murka mengambil alih. Tidak disadari, Joy berjalan mendekat ke arah calon stylist baru–nya dengan langkah tegas. Menyisakan jarak beberapa inci saja, Joy memicing.
"Kakakku hanya Irene Unnie."
"Sooyoung–ah, sudahlah. Mau sampai berapa lama kau seperti ini, huh?"
"Sampai kau dan keluargamu tidak ada lagi di sekitarku."
Jika kalian mengira Wendy masih lemah dan tidak tegaan seperti dulu maka kalian salah besar. Nyatanya kini amarah yang ada di diri Joy justru ikut membakar emosi Wendy hingga tanpa sadar juga melakukan hal yang sama seperti gadis tinggi di hadapan. Mengepalkan tangan di kedua sisi tubuh.
"Berhenti jadi pengecut! Selama ini kau pergi karena tidak ingin melihat ayahmu sendiri lebih menyayangi anak yang bukan merupakan darah dagingnya, bukan? Akuilah!"
"YAK!"
Nafas Joy memburu. Dadanya naik turun tanda bahwa kerja paru - paru tidak teratur.
Berantakan.
Semuanya kacau hanya karena satu kalimat interogatif yang keluar dari mulut Joy beberapa menit lalu. Mata Joy memanas karena cairan dibaliknya mendobrak untuk dikeluarkan.
Atmosfer di sekitr semakin panas dan tak ada satu orang pun yang berani menyela percekcokan keduanya. Mereka semua tahu ada hal yang memang seharusnya diluapkan daripada dikubur dalam dalam.
Tapi Wendy tetaplah Wendy. Sosok gadis berhati lembut yang akan langsung merasa bersalah setelah membentak seseorang. Terbukti ekspresi marah Wendy cepat berubah menjadi mimik khawatir karena mendapati setitik cairan menetes dari sudut mata Joy.
"Sooyoung–ah, aku tidak bermaksud untuk me..—"
"Jangan bicara lagi denganku."
Bersama tubuh yang menghilang dari pandangan di balik pintu buram, Wendy memaki diri sendiri dalam batin.
Memang tolol.
⋐𝐇𝐨𝐌⋑
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.