6. [ J ] Inversely Proportional

643 86 6
                                    

⋐🄹🄾🅈⋑

Okay. Bila biasanya apartemen Irene yang notabenenya juga milik Joy menjadi pelarian paling akhir bagi leader grup Girl Crush itu, kini ceritanya berbalik. Dorm nan sangat Joy benci keberadaannya sekarang justru dijadikan sebagai tujuan kala otaknya berkutat pada satu masalah.

Hari ini masih merupakan hari libur Chuseok. Dan alasan itu pula yang mengejutkan Joy ketika melihat salah satu membernya sedang bermain di bar mini membelakangi pintu masuk. Rambut pirang familiar yang bergerak lembut ke kanan dan ke kiri saat pemilik tubuh berpindah tempat membuat kepala Joy semakin pusing.

Ini bukan yang Ia harapkan.

"Rosé?"

Permohonan supaya gadis itu tidak menoleh saat dipanggil, kandas sudah. Wajah nan begitu memuakkan kini terpampang jelas di hadapan, sukses menghentikan gerakan Joy melepas sepatu.

"Unnie! Duduklah aku membuat ma..—"

"Tidak, aku akan keluar saja."

Hembusan nafas panjang namun kasar berasal dari mulut tebal Joy sudah menjelaskan semuanya secara detail.

Rosé.

Sahabat Wendy saat SMA yang entah bagaimana ceritanya bisa berumur satu tahun lebih muda dari Joy. 

Sepupu sang iblis Kim Jisoo.

Dua ikatan dari orang - orang paling Joy benci tentu akan berefek pada si pemilik hubungan. Rosé nan tak tahu apa - apa akhirnya harus ikut merasakan dinginnya sikap Joy.

"Unnie, sekali saja."

Tapi Joy tetaplah Joy.

Irene tak pernah salah dengan penilaiannya. Kalimat 'Dia hanya gadis emosional berhati murni' sekarang sudah memiliki bukti. Rasa simpati dihasilkan tiba - tiba oleh perasaan, mendorong jauh kebencian.

Pemikiran 'bagaimanapun juga dia adalah memberku' yang terlintas berhasil membalik badan Joy dan menuntun langkahnya untuk duduk berhadapan dengan Rosé, terpisahkan oleh meja bar.

Sekedar tteokbokki sederhana buatan tangan gadis kelahiran New Zealand tapi bisa meruntuhkan benteng es di hati Joy secara perlahan sebab dibantu percakapan yang Rosé beranikan untuk memulainya.

"Unnie membenciku?"

Getaran dua bilah sumpit terselip di jari - jari indah Joy berhenti. Tanpa ingin menatap lawan bicara, Joy meletakkan benda itu pelan - pelan lantas menumpu dua sikunya. Menghembuskan nafas panjang lagi seraya menata batin mencari jawaban paling benar. Tapi ternyata sedalam - dalamnya Joy menggali, dia tetap tidak menemukan sanggahan paling tepat untuk dilontarkan. Maka dari itu Ia membiarkan mulut bekerja sesuai keadaan.

"Kau tahu, Rosé? Sejujurnya aku sendiri tidak mengerti. Mungkin karena kau mengingatkanku pada mereka. Entahlah."

Joy bukan tipikal orang yang pintar dan mau menyembunyikan perasaannya. Bahkan dulu CEO agensi yang menaunginya sempat memberi tawaran untuk mengganti Rosé setelah melihat ada sedikit ketidak–normalan hubungan Joy dengan gadis itu. Tapi Joy menolak keras. Ia juga merasakan sulitnya menjadi trainee, bagaimana mungkin dia mengorbankan orang lain atas dasar urusan pribadinya. Walau sampai saat ini Joy masih belum bisa menepati janji pada CEO untuk mengurusi perasaannya, tapi tanpa siapapun tahu, Joy–lah yang bekerja paling keras jika sudah menyangkut hati.

"Maaf, aku menjadi leader yang paling buruk bagi kalian."

Tangannya terangkat untuk menjambak rambut sendiri. Pelampiasan terbaik, hari terburuk.

Setelah tadi pagi disuguhi pemandangan meresahkan yaitu balutan kasa terpampang nyata menutup telapak tangan kakaknya tanpa Ia bisa bertanya ada apa, kini Joy juga disudutkan oleh kalimat interogatif menjebak nan berakhir mengintimidasi.

Joy kira hari ini yang paling menyebalkan. Tapi saat tangan kanannya serasa ditarik lalu digenggam penuh perhatian oleh gadis di hadapan, Joy merubah pandangan.

Mungkin hari ini tidak seburuk itu , pikir Joy.

Joy pun baru sadar bahwa senyuman Rosé ternyata menenangkan. Tipis namun menyiratkan kepedulian begitu besar.

"Kita adalah grup, Unnie. Jika kau masih belum bisa melihat kumpulan kecil ini sebagai keluarga setidaknya anggap kami anggota kelompokmu. Kau boleh sesekali meletakkan bebanmu dan bersandar di bahu kami. Aku tahu kau tidak membenciku, Unnie. Kau hanya tidak ingin berurusan dengan sesuatu yang terhubung pada luka lamamu. Apa aku salah?"

Diamnya mulut Joy sudah cukup memberi jawaban jelas pada pertanyaan barusan. Mengundang senyum Rosé semakin terlihat sebelum bangkit untuk memutari bar. Berdiri di sisi tubuh Joy yang masih terduduk kemudian membungkuk disusul melingkarkan kedua tangan di bahu lebar Joy. Meletakkan dagu di pundak kanan Joy menjadi step terakhir.

Tidak dibalas namun juga tak ada penolakan. Hanya rasa pasrah bercampur lega nan tersirat dari gerakan kepala Joy tersandar di bahu Rosé.

"Terimakasih, Rosé"

⋐🄹🄾🅈⋑

Oke, part ini agak bosenin. Aku ngerasain. Maapin gaess

Regards
- C

Half of Mine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang