25. Slapped-Fact

502 80 18
                                        

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

Dingin.

Hal pertama yang akan kukatan setiap memasuki tempat ini sebelum nanti aku memandang sekitar dengan perasaan tidak tenang seolah seseorang selalu mengikutiku.

Entahlah. Bagiku, rumah sakit selalu memiliki kesan mengerikan dan aku tidak suka tempat ini. Sungguh.

Dingin itu terasa lebih menusuk tulang saat berdiri di depan kaca pembatas ruang perawatan intensif. Seseorang terbaring disana dan aku dengan tanpa ekspresi menatapnya sambil menyilangkan tangan di depan dada. Memikirkan lagi 7 hari silam aku menangis di bangku besi belakangku kala lampu diatas pintu ruang operasi menyala, mengindikasikan bahwa sedang ada perang melawan maut didalam. Ingat sekali rasanya menunggu sendirian sementara dua orang yang sangat berharga tengah berjuang habis - habisan.

Masa itu sangat... kelam. Dan menakutkan. Aku tidak ingin sekedar mengingatnya.

Tapi entah kenapa saat ini terasa berbeda. Aku tanpa sadar berangsur tenang; tak merasakan panik separah waktu itu walau beberapa menit lalu dokter bersama perawat berbondong - bondong masuk mendorong alat kejut jantung ke sisi ranjangnya. Ranjang Kang Seulgi.

Mungkin seseorang di sisiku yang berdiri dengan bantuan tongkat jalan menyadari ada sesuatu dalam diriku nan berbeda dari biasanya hingga mendesaknya untuk mencicit tepat di sebelah kanan. Aku tidak melihatnya, tapi auranya sudah cukup memberikan sensasi merinding di sisi kanan leherku; membuatku enggan untuk sekedar melirik.

"Ada apa dengan raut itu, Kim Yerim?"

Aku sudah menduga pertanyaan ini yang akan terlontar dan aku bertahan sepenuhnya tanpa persiapan. Jadi aku memilih untuk melempar balik tanda tanya itu daripada menjebloskan diriku sendiri ke situasi sulit atas kata - kata tanpa pertimbangan.

"Unnie, apa kau juga merasakannya? Diantara kita, Seulgi Unnie menjadi yang paling tegas dan selalu menempatkan dirinya di depan kita."

Tidak ada suara lain yang kudengar selain hembusan udara sedikit tidak teratur seakan seseorang disisi sedang menahan sesuatu dibalik dada yang naik turun.

Benar - benar tidak ada jawaban. Beginilah kami berakhir. Hanya saling meletakkan pertanyaan di pikiran satu sama lain untuk direnungkan nantinya dan tidak perlu mendapat balasan. Karena sesungguhnya aku yakin, diriku atau bahkan Seungwan Unnie sendiri, paham bila jawaban dari pertanyaan itu bukan untuk meyakinkan orang lain melainkan mengintospeksi diri sendiri.

Jadi aku melepaskannya dengan mulai memberanikan diri menarik satu topik lain. Mungkin berbahaya bagiku juga baginya. Tapi Seungwan Unnie tetap merupakan seseorang yang pantas tahu apa nan aku rasakan saat ini.

"Unnie, apa aku jahat?"

"Mwo? Apa maksudmu?"

Tanpa sadar kusandarkan telapak tangan disisi luar kaca di hadapan tanpa sekalipun mengalihkan pandangan dari wanita dengan mulut tertutup alat pernafasan jauh di dalam sana.

"Konyol sekali. Bisa - bisanya aku sempat berpikir tentang ini."

Dia diam. Memberikan sedikit ruang dan isyarat bagiku melanjutkan.

"Berharap Seulgi Unnie tetap disitu sedikit lebih lama. Apa aku berdosa?"

Ada bunyi tarikan nafas cepat seperti bersiap untuk menegur. Namun akhirnya yang keluar hanya hembusan nafas sebanyak nan dia ambil tadi. Menarik niatku untuk menoleh dan menatapnya tepat di mata.

Jujur saja, aku sedikit terkejut.

Ah, bukan. Aku sangat terkejut karena yang kulihat saat ini ialah sorot mata kasihan daripada murka.

Yeah, aku sudah menduga Seungwan Unnie akan mengerti secepat ini. After all, dia gadis nan sangat cerdas.

"Karena mereka, kan?"

Dua kata eksplisit dengan nada lembut menyejukkan hati. Apalagi yang bisa kulakukan selain menitikkan air mata sambil memiringkan kepala? Semua lepas begitu saja tanpa kusangka. Dan Seungwan Unnie sama sekali tidak terkejut melihat setitik air jatuh dari sudut mataku lalu perlahan berubah menjadi aliran lebih deras. Ternyata dia sudah memperkirakan hal ini akan terjadi.

"Seulgi Unnie selalu melarangku, Unnie. Kau tidak tahu seberapa perhatian mereka padaku saat kau juga masih berada di dalam sana."

"Jika aku juga menjauhkanmu dari mereka, apa kau juga berdoa agar aku disana lebih lama?"

"UNNIE!"

Aku sudah bilang. Topik ini sangat sensitif. Belum ditambah aspek bahwa hal ini dibicarakan di rumah sakit—tempat dimana perasaan orang - orang menjadi lebih rapuh dari biasanya.

Bodoh sekali aku berharap untuk dipeluk olehnya karena menangis tersedu setelah aku membanting hatinya sampai ke dasar berduri yang paling dalam.

"Aku hanya... Tidak bisakah kita semua berdamai saja? Aku lelah harus mengagumi orang yang semesta takdirkan untuk kubenci."

"Kau kira untuk siapa kita memberi jarak? Aku dan Seulgi tahu persis mereka hanya akan terus menjadikanmu pelampiasan emosi mereka. Kami bisa saja berdamai 10 tahun lalu jika kami mau."

Ouch. Tepat mengenai inti, Unnie. Lebih menyakitkan karena aku paham apa yang ingin Seungwan Unnie sampaikan.

Bahwa akulah penyebab perpecahan ini.

Ya. Pada akhirnya semua kesalahan memang berbalik padaku.

"Kau benar, Unnie. Akulah alasannya."

'Kami bisa saja berdamai 10 tahun lalu'

Kata itu terus terngiang di kepalaku. Seolah menamparku kembali ke kenyataan. Membuatku ingat bila memang aku di tengah - tengah mereka. Aku tidak layak berada di pihak siapapun. Aku satu - satunya yang ingin mereka buang untuk menghilangkan kecacatan ikatan ini.

Miris.

Aku sempat lupa diri dan mengira semua akan baik - baik saja jika aku menyatukan mereka. Nyatanya alasan mereka berjalan saling menjauh adalah aku sendiri.

Mungkin dengan kalimat itu aku bisa mulai tahu diri dan bersikap selayaknya pribadi pungutan. Tidak banyak meminta atau bertindak.

Lantas dengan itu pula aku berjalan mundur. Memberikan jarak semakin lebar diantara aku dam Seungwan Unnie sebelum menghilang dari pandangannya di balik tikungan lorong rumah sakit.

Satu yang kusadari.

Seungwan Unnie tidak berusaha mengejar atau bahkan sekedar meghentikanku.

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

Pengen nyoba bikin cerita gxg tapi kayaknya banyak yang gaminat deh. Selain karena itu adalah "gxg", tau sendiri kapalku agak jarang. 😩

Regards
- C

Half of Mine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang