24. Downfall

501 76 20
                                    

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

Waktu berjalan tenang - tenang saja. Mengingat 4 hari lalu Yeri mengatakan ibunya akan datang lusa dan sampai saat ini belum juga nampak, Irene serta Joy berangsur tenang; berpikir mungkin dua orang dewasa tersebut memilih melarikan diri dari tanggung jawab mereka disini. Setidaknya lebih baik seperti sekarang daripada harus menghadapi percekcokan menyakitkan lagi dan lagi. Bersama pemikiran seperti itu, mereka berdua dengan tenangnya melangkah turun dari mobil diiringi tawa riang. Meninggalkan Yeri yang bersikeras mau menunggu di rumah sakit, Joy lebih memilih keluar usai Irene melakukan check–up tulangnya.

Merasakan kehangatan lewat
detikan waktu yang dihabiskan berdua untuk membayar saat - saat nan selama ini banyak mereka lewatkan karena kesibukan masing - masing, Joy merasa sedikit bersyukur kakaknya masih mau menurut pada Joy; jadilah perempuan itu menyerah dan berakhir mengambil ijin sakit untuk beberapa hari.

Namun siapa yang menduga semua kebahagiaan itu hilang dalam sepersekian detik digantikan kecemasan kala papan kayu didorong kedalam memperlihatkan pasutri tengah berjalan ke arah pintu, menjadikan seluruhnya membeku. Irene menoleh kesamping saat merasakan lengannya diremas kuat bertepatan dengan tubuh adiknya meringkuk dibalik badan mungil Irene.

"Joohyun, Sooyoung."

Remasan di tangan semakin keras kala suara berat bernada rendah menelusup telinga mereka berdua. Irene menghentikan langkah yang memang Ia tujukan agar kembali keluar, lantas membisikkan kalimat, "Tunggu di mobil." pada Joy. Melihat Joy benar - benar sudah keluar, Irene memberanikan diri menatap pria paruh baya dengan beberapa garis halus di wajah.

"Kau baik - baik saja? Kenapa tanganmu? Bisakah kita duduk dan bica —"

"Appa."

Panggilan dingin Irene menghentikan ucapan Hyunbin sekaligus gestur nan terlihat seperti hendak menuntun Irene ke arah sofa. Terdiam, akhirnya Hyunbin hanya berdiri tenang di hadapan anaknya. Memandang balik Irene di mata dengan sorot tatapan tak begitu jelas maknanya.

"Kenapa menyuruh Sooyoung keluar? Kita bisa bicara dulu bersama - sama."

Tak sampai satu detik, Irene reflek menurunkan silangan tangan di depan dada dibarengi raut terkejut. Tidak menduga ayahnya akan bertindak sejauh ini.

"Appa, kau menamparnya! Jangan pura - pura; itu sungguh menjijikkan dimataku. Kita semua tahu bahwa tak ada satupun yang baik - baik saja setelah keputusan bodoh kalian berdua!"

"Bae Joohyun!"

"Mwo?! Kita bahkan baru bertemu setelah 10 tahun dan kau sudah membentakku. Tidak heran kenapa Sooyoung begitu ketakutan melihatmu!"

Setelah tudingan dari jari - jari lentik Irene nan ditemani bentakan tak peduli sopan santun sama sekali, keadaan kembali hening dengan Hyunbin menunduk seraya memijat pelipis. Wajahnya diam - diam menjelaskan bahwa Ia tengah mempertimbangkan sesuatu dan berikutnya, Irene tahu apa yang membuat Hyunbin terlihat amat tenang.

"10 tahun sudah cukup, Joohyun–ah. Sekarang kau harus tau yang sebenarnya."

Irene setia pada bungkamnya. Hati mendadak bergejolak ketakutan, merasa ada hal lebih mengerikan yang sebentar lagi akan menyambutnya.

"Sebenarnya bukan hanya appa yang melakukan hal tidak terpuji itu."

Deg.

Tidak. Jangan ini, aku mohon jangan , batin Irene sesaat setelah tubuhnya membeku; mulai paham akan kemana pembicaraan ini terarah.

"Sooyoung bukan adik kandungmu."

Hancur.

Cinta yang Irene jaga selama ini perlahan berubah menjadi luka; amarah. Tapi tidak ada pilihan, dirinya tetap dipaksa semesta sebagai perempuan paling dewasa diantara lima gadis lain. Maka, Irene mencoba menerima kenyataan walau matanya yang sudah tampak membendung cairan tidak bisa berbohong. Ia sungguh kecewa.

"Lalu —lalu itu bisa membenarkan tindakan Appa, begitu? Siapa? Siapa orangnya, Appa?!"

"Ayah Seulgi. Ini mungkin menyakitkan tapi nyatanya Appa dan Eomma tidak memiliki perasaan satu sama lain. Maafkan appa, Hyun."

"Mwoya? Lalu kenapa dari awal kalian menikah?! Seharusnya kalian menjalin ikatan dengan orang yang kalian cintai. Pernikahan bukan permainan, Appa!"

Diam. Irene kira dengan ucapannya barusan bisa menyadarkan seberapa besar kesalahan yang telah orang - orang dewasa ini perbuat. Tapi berbanding terbaik dengan apa yang Ia harap untuk dengarkan, jawaban sang ayah justru semakin membanting Irene ke jurang berduri.

"Kau benar. Ini salah kami. Tidak seharusnya kami menikah dari awal."

Seketika tawa hambar terdengar tepat ketika Irene meloloskan seluruh air mata di pelupuk. Dibiarkan membanjir begitu saja, tak peduli dengan pipinya nan mulai mengkilap terbasahi.

"Itu —itu berarti kau tidak akan memilikiku, Appa. Kau tidak memiliki Sooyoung kau tidak memiliki kami. Ah~ aku mengerti sekarang. Kami semua adalah kesalahan. Bukan hanya Yeri, tapi kami semua. Hanya cela dan tak pernah ingin kau miliki; aku sudah paham."

Hyunbin tahu - tahu mengangkat wajahnya, terkejut pada apa yang Irene ucapkan. Arti yang terkandung dalam kalimatnya barusan ternyata menjadi berbeda dengan yang Irene simpulkan, membawa kehancuran semakin dekat.

"Joohyun, bukan itu yang —"

"Tidak. Aku mengerti, Appa. Mulai sekarang aku tidak akan mengganggumu. Aku akan pergi."

Meninggalkan Hyunbin bersama Ye Jin dalam keadaan tegang dan cemas akan apa yang akan terjadi selanjutnya, Irene berlari menuju mobil. Duduk di bangku sebelah kemudi lalu menarik Joy untuk menyembunyikan wajah sendiri; menangis tersedu tanpa Joy tahu apapun nan telah Irene alami di dalam sana.

Bagaimana bisa aku melanjutkan hidup dalam kebencian sebesar ini?

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

Ini beneran gajelas sih, fix 😂
Maaf juga bahasanya agak berantakan hehe

Regards
- C

Half of Mine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang