hoofdstuk 52

72 20 54
                                    

"Terkadang dalam hidup, apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, hidup sebercanda itu ya?"

***

Enjoy to the reading!

***

Suara mesin Elektrokardiograf (EKG) terus memenuhi ruangan ICU. Cara masih manatap dinding kaca yang menampilkan seseorang yang sedang berbaring lemah di atas brankar.

Kejadian sewaktu di bandara terus terulang di benaknya, cara tidak habis pikir dengan dirinya. kenapa dia tidak bisa menembus masa depannya?

Apakah kemampuan Clairvoyance cara mulai memudar? Entahlah, cara juga tidak mengerti.

Hanya doa yang terus cara rapalkan saat ini, keinginannya pada tuhan pun, hanya satu. Buat arka kembali kepadanya.

Rasa bersalah mulai menyergap pada dirinya. Kalau saja pada saat itu dirinya lebih berhati-hati terhadap situasi. Dan seharusnya, yang berbaring disana bukan lah arka, melainkan cara.

Suara sepatu bergema di sepanjang lorong rumah sakit. "Caraa!!" teriak manda yang mulai berlinang air mata di pelupuk matanya.

Cara bangkit, segera menerima pelukan sahabatnya.

Dave, rangga, vero, dela, farah segera menghampiri dengan cepat. Melihat kondisi arka saat ini sangat buruk di penglihatan mereka.

"Kok bisa sih ra, coba deh lo jelasin kejadian nya kayak gimana?" tanya manda

"Jadi, pas arka ke toilet, gue kan ke cafe, gue duduk di sana, gue ngeliat arka pergi ninggalin gue, dari postur tubuh, pakaian, tas, semuanya sama, sempet gue mau telfon, tapi hp gue di tas, dan dia jalan cepet banget, gue udah kalang kabut pada saat itu, gue kira itu beneran arka, gue berfikir negatif saat itu, singkat cerita gue lari ngejar dia, sampe ada seseorang yang dorong gue, dan pas gue liat, itu arka, arka nolongin gue dari kecelakaan itu, ndaa seharusnya gue yang terbaring di sana, bukan arka nda," ucap cara menangis.

"Lo seharusnya bersyukur ra, lo masih bisa menghirup udara. Ya emang sih walaupun arka yang terbaring di sana, tapi gue yakin, kalau elo di posisi arka, arka bakal bilang yang sama kayak lo," ucap dela.

Cara menundukkan kepalanya, sedangkan teman temannya arka menatap arka dengan nanar,

"Ka, lo kenapa balik balik begini sih? Kita pengen liat lo balik dengan selamat, sehat walafiat. Bukan liat lo yang kayak begini," ucap rangga yang mulai menjatuhkan air matanya,

Rangga memang dikenal dengan sifat yang ceria, asal bicara, dan tangguh. Tapi rangga tidak Bisa jika harus menahan air matanya untuk sahabatnya.

Helaan napas terdengar berat dari sebelah sisi rangga berada.

Wajah dave benar benar sangat khawatir sekarang, bahkan vero yang di sebelah nya pun merasa terkejut, tapi memang seharusnya vero tidak ambil pusing terhadap hal seperti itu,

Vero juga merasa sedih, tidak ada sahabat yang tidak sedih melihat orang yang sudah di anggap seperti keluarga kedua baginya, sedang berjuang untuk hidup dan mati.

Sama hal nya dengan farah dan dela, terkejut melihat kondisi arka yang ternyata benar benar buruk, alat selang besar maupun kecil tersalurkan pada tubuhnya yang tidak berdaya.

Dela melihat keadaan cara yang sebenarnya bisa di bilang tidak cukup baik, terdapat darah kering yang masih terlihat jelas di pelipis nya, juga goresan di pipi dan di tangan.

Farah meringis melihat luka-luka di tubuh cara, "Ra, nggak sebaiknya lo obatin dulu luka-luka lo?" kini perhatian mereka semua tertuju pada cara,

Cara melihat ke arah farah, tangisnya mulai mereda, "Nggak, gue nggak papa kok," ujar cara.

Amsterdam GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang