بسم الله الرحمان الرحيمpuk!puk! "Naf bangun" titah seseorang sambil menepuk pelan pundaknya. Kelopak mata gadis itu bergetar dan perlahan-lahan terbuka.
Nafilah melihat Ahmad sudah berdiri di sisinya dan membiarkan pntu mobil terbuka."Sudah sampai" kata beliau yang langsung menghilang.
Nafilah mengucek-ucek matanya dan meregangkan otot-ototnya. Entah jam berapa ini, langit gelap berhias bintang gemintang. Terlihat jelas karena sekolahnya memang jauh dari kota.
Nafilah melangkah keluar. "Aw!" pekiknya. Untuk sesaat tadi ia lupa kakinya terluka dan malah ia jadikan pijakan. "nih" Ahmad mengulurkan kruk yang tadi di simpan di dalam bagasi.
Nafilahpun berjalan keluar mobil lalu menutup pintu mobil. Ditatapnya gedung tingkat 3 di depannya. 'Aku harus naik ke lantai 3 nih?' gadis itu menelan salivanya ia tak membayangkan harus naik tangga sampai ke lantai 3 saat kakinya tak terluka saja ia sudah malas apalagi dengan kaki yang bengkak.
Sebenarnya bisa saja ia menggunakan kamar di lantai 1 yang berarti milik anak kelas 10. Toh nggak ada santri disini. Tapi Nafilah tak bisa ti dur di tempat asing, pasti ia tak bisa tidur.
"Lho tadz mau kemana?" tanya Nafilah saat Ahmad masuk ke dalam lorong asrama. Padahal manusia berjenis kelamin laki-laki di larang keras masuk ke dalam area asrama.
Laki-laki itu menoleh. "Naik, saya antar sampai kamarmu"
Nafilah tersenyum, setidaknya ia tak perlu membawa tas gunungnya. Karena tas itu sudah di bawa oleh Ahmad.
Nafilah langsung mengekor di belakang laki-laki itu. ketika naik tangga, Nafilah terlihat kesulitan. Berkali-kali gadis itu hampir terjatu karena salah menggerakkan kruknya.
Ahmad yang melihat itu, menghela nafas. Laki-laki pemilik mata elang itu menaruh tas gunung Nafilah di atas lantai.
Mereka bahkan belum sampai lantai 2. SRET! Ahmad merebut kruk dari tangan tangan Gadis itu. "Lho tadz ngapa- TADZ!" belum selesai kalimat pertanyaan dari Nafilah,gadis itu memekik kaget. Tahu-tahu Ahmad sudah mengangkat tubuhnya dengan pose bridal style (lagi).
"A-aku bisa jalan sendiri" cicit gadis itu, jantungnya kembali bergemuruh.
Lelaki itu menggeleng. "lama"
"T-tapi tadz, jangan kayak gini....gendongnya di punggung aja" Nafilah memilih alternatif lain. Setidaknya di gendong di punggung lebih aman bagi jantungnya karena tidak menatap wajah Ahmad.
Sementara jika di gendong ala bridal style, tidak ada opsi lain selai berhadapan dengan wajah tampan laki-laki yang menyandang status sebagai suaminya itu. Dan tentu saja jantungnya tak berhenti melompat-lompat.
"Nggak usah gini aja"Jawaban laki-laki itu membuat Nafilah kehilangan kata-kata.
'maksudnya apa coba?!'
"Kenapa?" Tanya laki-laki itu.
"huh?"
"Kenapa? kamu nggak kuat liat muka saya?" senyum tercetak di wajah Ahmad bersamaan dengan tatapan yang langsung ke iris mata gadis itu.
'sial!'
Nafilah langsung memalingkan wajah. Memutus tatapan lelaki itu.
Ahmad hanya tersenyum tipis melihat reaksi Nafilah.
"Kamarmu mana?" tanya Ahmad begitu sampai di lantai 3.
"itu" Nafilah menunjuk salah satu pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersamamu Hingga Akhir Nanti
RomanceCinta itu ibarat samudra luas yang penuh misteri dan ujian. Sementara hati kita adalah kapal yang sedang mengarungi samudera untuk mencari tempat singgah. Entah itu hanya sekedar pelabuhan atau pulau. Karena itu aku berharap kapalku sudah tepat saat...