15 - Confess?

7.5K 968 17
                                    


***


Setelah memastikan Jeno udah duluan ninggalin parkiran, kini giliran gue untuk menghadap ke Pak Doyoung meminta segera menyelesaikan masalah ini. Jujur aja sekarang langit udah mulai gelap, ditambah ada tugas gue yang belum terselesaikan. Deadlinenya sih masih tiga hari lagi, cuma gue nggak mau bersenang-senang dulu baru menderita. Lebih baik gue ngerjakan semua tugas gue dulu, baru abis itu gue seneng-seneng.

Namun hal itu kayanya akan sirna malam ini. Karena Pak Doyoung nggak jalanin mobilnya sedari tadi. Kita berdua cuma diem-diem di dalem mobil dengan mesinnya yang menyala. Gila, gue sumpek banget disini. Padahal AC mobil udah dinyalain Pak Doyoung, tapi kenapa gue merasa pengap ya?

Lagian gue sama Pak Doyoung udah akrab, nggak tom-and-jerry an kaya dulu pas kenal. Sekarang Pak Doyoung lebih sering terbuka dan apa-apa suka bilang, "Nurut sama saya, Reya." itulah kalimat andalannya yang mampu membuat gue bungkam seribu bahasa. Gue juga nggak tau kenapa dan alasannya apa sampai-sampai gue harus nurut juga sama dia. Kalo dipikir-pikir lagi sih, nggak ada.

Pandangan gue sedaritadi melongos ke samping, gue enggan natap dia. Karena, gue merasa malu dan iri disaat yang bersamaan. Pak Doyoung berangkat juga pagi, gue juga sama, pulangnya juga sama, bahkan hari menuju petang, tapi kenapa dia masih shining shimmering splendid gini sih? Rahasianya apa coba sampai-sampai gue cewek merasa kalah dari beliau.


 Pak Doyoung berangkat juga pagi, gue juga sama, pulangnya juga sama, bahkan hari menuju petang, tapi kenapa dia masih shining shimmering splendid gini sih? Rahasianya apa coba sampai-sampai gue cewek merasa kalah dari beliau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mau tanya kenapa Pak Doyoung masih cakep-cakep aja, sedangkan muka gue udah kusem banget ini....

Terdengar dari arah kemudi, Pak Doyoung berdeham sebentar, kemudian matanya melirik sekilas ke arah gue yang sedaritadi nggak ngeluarin suara sedikitpun.

"Kok diem?" Ujarnya yang kali ini dia mulai jalanin mobilnya.

"Hemat energi, Kak." Jawab gue asal sembari meliriknya sekilas.

Mobil Pak Doyoung udah keluar dari area parkiran fakultas. Nah gini dong, daritadi kek jalaninnya. Mau protes kenapa nggak jalan-jalan, ntar ujung-ujungnya dijawab, "Nurut sama saya, Reya."

Hhh males banget gue.

"Ada-ada aja kamu."

"Mau ngomong apa sih, daritadi nggak ngomong-ngomong."

"Ya ini sekarang lagi ngomong."

"Nggak. Maksud aku bukan itu kak."

"Terus yang gimana?"

"Hhh gini nih mode pelupanya nyala. Matiin dulu."

"Sabar. Kita jalan aja dulu."

"Maksudnya?"

LECTURER AROUND METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang