"Jadi perempuan jangan cepat merasa spesial, karena terkadang laki-laki memang selalu baik terhadap semua perempuan"
**********
Happy reading,
Sorry for typo.Hening.
Saat ini mereka berdua sedang berada di rooftop. Setelah berperang dengan pikirannya sendiri akhirnya Chacha menyerah, ia memanggil Davin untuk menemuinya di rooftop. Tempat dimana Davin menyatakan perasaannya dan tempat ini pula yang akan menjadi tempat perpisahan mereka. Angin sore menerpa rambut Chacha yang sedang menikmati pemandangan kota Jakarta di sore hari.
"Kamu nangis lagi ya? Mata kamu bengkak banget yang." Davin mengangkat tangannya untuk menyentuh pipinya, ia diam menikmati elusan di pipinya. Tiba-tiba tanpa di cegah air matanya kembali turun. Kenapa rasanya sulit sekali menahannya. Padahal sudah semalaman ia menangis.
Air matanya kembali deras saat Davin menatapnya dengan tatapan lembut. Davin yang tak tega langsung menariknya ke dalam pelukannya.
"Sayang kalo ada masalah cerita. Jangan di pendem. Aku khawatir liat keadaan kamu." Davin mengusap kepala Chacha menenangkan gadisnya.
Dengan berat hati Chacha melepaskan pelukannya dan menundukkan kepalanya.
"Hiksss.... Hiks aku nggak tahu mau ngomong darimana." ucap Chacha di sela-sela tangisannya.
"Sayang look at me." sebelah tangan Davin memegang pundaknya dan sebelahnya lagi ia gunakan mengangkat dagu Chacha untuk menatapnya.
"Sayang katakan apa yang ingin kamu katakan. Agar aku bisa mengerti dan jika pun aku ada salah, aku bisa tahu apa kesalahan aku."
Chacha menarik napasnya dalam-dalam dan menatap manik Davin dengan serius.
"AKU MAU KITA PUTUS" ucap Chacha sambil menekan setiap kata yang ia ucapkan.
Davin diam mematung mendengar kata yang barusan Chacha ucapkan. Ia menatap Chacha dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Kamu ngomong apa sih! Sayang Jangan bercanda!"
Chacha menggeleng pelan, "aku serius Vin. Aku. Mau. Kita. Putus." ucap Chacha di sela katanya.
Davin menatap Chacha tidak percaya. "Sayang! Please jangan bercanda."
Chacha kembali menangis bahkan lebih deras dari yang tadi.
"Aku beneran Vin hikss.... Aku pengen kita putus.. Hiksss."
"Kamu kenapa ngomong gini sih! Tiba-tiba minta putus!" ucapan Davin sedikit tinggi karena mulai kesal dengan sikap Chacha.
Sedangkan Chacha menatap Davin nanar, apa ia tidak menyadari kesalahannya? Harus kah ia yang katakan? "Aku bingung mau mulai darimana, sebenarnya aku udah capek dan aku udah fikirin ini dari kemarin, kenapa kamu tega ngelakuin hal itu Vin. Kenapa!! Hiksss.... Kamu tega bohongin aku. Dan bodohnya aku selalu percaya sama kamu. Tapi sekarang aku sadar," sebelum melanjutkan ucapannya Chacha berusaha menahan diri untuk tidak semakin terisak di depan Davin "bahwa aku tidak benar-benar ada dihati kamu, bukan cuman aku prioritas utama kamu. Mulai detik ini kamu udah gak akan pusing lagi buat merangkai kata demi kata untuk selingkuh. TERIMA KASIH ATAS WAKTUNYA SELAMA INI." setelah mengucapkan semuanya air mata Chacha langsung deras. Ia menangis terisak, mengingat semua kenangan yang ia lalui bersama Davin. Jujur hatinya sangat tidak rela untuk putus. Ia sangat mencintai laki-laki dihadapannya.
Degg.. Jantung Davin berdetak kencang. Sekarang ketakutan yang ia khawatirkan terjadi. Chacha mengetahuinya.
"Nggak Cha!! Aku nggak mau putus sama kamu" Davin langsung memeluk Chacha. Ia tahu dirinya melakukan kesalahan yang membuat Chacha kecewa. Tapi bolehkah ia egois untuk mempertahankan hubungannya. Ia tak sanggup berjauhan dengan Chacha. Bahkan ia rela melakukan apa saja asalkan Chacha mau memaafkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHANIEL (COMPLETED)
Novela JuvenilSUDAH DI REVISI!! "Gue nggak pernah takut ketika kematian menjemput gue, Cha." Chacha mendongak menatap Nathan. "Karena gue berfikir bahwa satu-satunya yang takut mati adalah mereka yang serakah dalam hidup." Nathan menunduk dan menatap Chacha den...