Kelas gabungan kembali dimulai, Debby duduk di kursinya dengan setumpuk catatan yang ia baca kembali sebelum pelajaran Seni di mulai. Kyara datang ke kelas dengan kameranya yang dipenuhi foto-foto baru.
"Habis motret di mana Kya?," tanya Debby.
"Di atap sekolah Deb. Gue baru sadar kalau pemandangan dari atas sana itu bagus banget. Pantas aja Difta waktu itu bisa dapat latar matahari terbenam yang sempurna, ternyata di sana tempatnya," jawab Kyara.
"Terus, lo dapat pemandangan apa aja?," Debby penasaran.
"Matahari terbit, alam pedesaan, dan hutan," Kyara memperlihatkannya pada Debby.
Debby melihat foto-foto itu satu-persatu, ia sangat suka dengan semua hasil jepretan kamera Kyara. Menyenangkan rasanya melihat pemandangan alam yang luas itu. Segelas Pop Ice terulur di hadapan Debby lagi seperti biasanya. Ia pun tersenyum saat menatap wajah Veyza yang ikut melihat hasil foto-foto milik Kyara.
"Eh, gue tahu loh lokasi asli hutan ini, dia kelihatan dari atap dan lokasinya benar-benar dekat dari sini," bisik Veyza.
Debby menunjukkan wajah bahagianya saat mendengar apa yang Veyza bisikkan kepadanya.
"Gue bisa ke sana dong?," tanya Debby yang ikut berbisik.
"Bisa..., tapi..., kita harus keluar lewat jalan rahasianya Difta biar nggak ada yang tahu," jawab Veyza.
"Kapan?," Debby terlihat tak sabar.
"Gimana kalau nanti sore? Jam empat, supaya kita bisa sampai di sana sebelum momen matahari terbenam?," saran Veyza.
Debby pun mengangguk penuh semangat.
"Tapi ini rahasia, jangan kasih tahu siapapun," pinta Veyza.
"Oke. Gue janji nggak akan kasih tahu siapapun," balas Debby.
Veyza pun segera kembali ke kursinya karena Hendri telah masuk ke kelas itu. Debby kembali menatap foto-foto dalam kamera milik Kyara, entah kenapa ia merasa jiwanya telah tiba lebih dulu di salah satu gambar yang ada di sana. Veyza tersenyum diam-diam melihat wajah bahagia Debby dari arah mejanya.
'Hanya sesederhana itulah rasa bahagia bagiku. Cukup dengan menatap kebahagiaan di wajahmu.'
* * *
Veyza memakai jaket kulit berwarna hitam dengan kaos putih di dalamnya, celana jeans biru tua melengkapi penampilan sederhana Pria itu. Debby benar-benar menyukai semua yang ada pada diri Veyza, bukan hanya sekedar penampilannya yang sangat biasa, tapi juga pribadinya yang selalu apa adanya di depan semua orang.
Jika dia bahagia maka dia akan tertawa, jika dia cemas maka wajahnya akan terlihat khawatir, dan jika dia emosi maka dia akan segera meluapkan amarahnya tanpa menyimpan-nyimpan agar tak menjadi dendam.
Debby suka! Semuanya!
Pria itu kini menyadari kedatangannya, dia tersenyum sangat manis hingga aura ketampanannya menguar beribu-ribu kali lipat dari biasanya. Tangannya melambai ke arah Debby dan terulur seakan menunjukkan bahwa ia telah menunggu untuk menyambut kedatangan Debby sejak tadi. Debby pun melangkah mendekat dan segera meraih uluran tangan Veyza tanpa merasa ragu. Wajahnya kini terhias senyum bahagia saat berada di sisi Pria itu.
Veyza menatapnya dengan lembut, membuat jantung Debby berdebar-debar luar biasa.
"Kita langsung pergi ya, gue nggak mau lo kecewa karena terlambat dapat momen matahari terbenam di hutan itu," saran Veyza.
Debby mengangguk.
"Memangnya ada kendaraan yang lewat menuju hutan itu?," tanya Debby.
Veyza menunjukkan kunci motor pada Debby.
"Kita pakai motornya Difta," jawab Veyza.
Debby pun tersenyum lalu mulai mengikuti langkah Veyza menuju jalan rahasia milik Difta. Jantungnya tak pernah berhenti berdebar-debar seperti saat ini. Debby merasa begitu tertantang setiap kali berada di sisi Veyza, dan kali ini ia memutuskan untuk meraih tantangan itu agar tetap bisa berada di sisi Pria yang ia cintai.
Sebuah helm terulur untuk Debby, Veyza pun menstarter motor milik Difta dan segera memacunya menuju ke hutan yang mereka tuju. Veyza benar, tak butuh lama untuk sampai di tempat yang mereka tuju. Motor milik Difta diparkirkan oleh Veyza di pinggir hutan yang tersembunyi. Setelah itu ia meraih tangan Debby untuk menuntun gadis itu ke tempat terbaik yang pernah ia lihat di hutan itu.
"Lo sanggup kan jalan kaki sedikit?," tanya Veyza.
Tantangan! Debby benar-benar merasa tertantang sekarang!
"Iya. Gue sanggup!," jawab Debby, mantap.
Veyza pun kembali menuntunnya berjalan di jalan setapak menuju bagian dalam hutan. berkelok-kelok, menanjak, dan terakhir melewati rawa-rawa sempit yang tercipta dari genangan air hujan. Jam menunjukkan pukul lima lewat lima belas menit, yang menunjukkan kalau tak lama lagi matahari akan segera terbenam.
Veyza berhenti sesaat dan menatap Debby.
"Gue gendong ya..., biar kita nggak terlambat buat dapat momen matahari terbenamnya," Pria itu meminta ijin Debby lebih dulu.
Debby pun menganggukan kepalanya pertanda setuju. Veyza pun menggendong Debby untuk yang kedua kalinya seperti ketika gadis itu pingsan di lapangan sekolah. Namun kali ini keadaan berbeda, Debby sadar sepenuhnya hingga bisa menatap wajah Veyza dari jarak yang sangat dekat. Veyza pun berlari menuju tempat yang mereka tuju, dan dia benar bahwa itu lebih cepat ketika Debby berada dalam gendongannya.
Tak lama kemudian, mereka berdua pun tiba di tempat yang Veyza maksud. Debby terpana dengan sejuta keindahan yang terpampang nyata di hadapannya saat itu. Veyza tahu kalau Debby masih terpana, maka dengan inisiatifnya ia mengeluarkan kamera milik gadis itu dan menyerahkannya sebelum matahari benar-benar terbenam di hadapan mereka berdua.
"Tiga menit lagi," Veyza mengingatkannya.
Debby pun tersadar dan segera mengatur kameranya dengan baik. Lalu ia tiba-tiba terpikir sesuatu untuk melengkapi semua keindahan hutan itu.
"Vey..., boleh gue minta lo untuk jadi bagian dalam foto gue?," tanya Debby, lebih tepatnya meminta ijin dari Pria itu.
Veyza tersenyum lalu mengangguk. Debby pun memasang tripod dan meletakkan kameranya pada posisi yang menurutnya sangat pas. Tinggal satu menit lagi, Veyza pun berdiri di depan kamera milik, Debby agar potretnya bisa terambil oleh gadis itu. Namun ia salah, bukan Debby yang akan mengambil potretnya, karena Debby mendekat ke arahnya untuk melingkarkan lengan di pinggang Pria itu dengan lembut.
Kedua mata mereka bertemu dalam satu momen terbaik yang pernah Debby alami dalam kehidupannya, dan Veyza pun mendekat untuk mengecup kening Debby tanpa perencanaan sama sekali. Debby terpaku di tempatnya berdiri saat ini, kilatan blitz beberapa kali terlihat selama proses matahari terbenam hingga tentu saja ada banyak momen yang terambil dalam kamera itu dengan Debby dan Veyza di dalamnya.
Veyza kembali menatap kedua mata indah milik Debby dan tersenyum penuh kebahagiaan, begitu pula dengan Debby yang membiarkan waktu berjalan membawa mereka pada takdir yang entah akan berakhir seperti apa.
'Aku akan mengingat semua ini, rasa manis ini, serpihan bahagia ini, bersamamu..., cinta.'
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
DeZa ; Ketika Cinta Terpendam Mulai Terungkap
Jugendliteratur[COMPLETED] Sejak kapan aku tertarik pada satu sosok yang baru saja kulihat secara sekilas? Selama ini dunia SMA-ku hanya berputar pada pelajaran dan ekstrakurikuler photografi kesukaanku saja. Bahkan setiap kali ada surat cinta yang tersimpan di la...