Notre Coeur*

78 11 0
                                    

Veyza terus menatap kertas berisi tulisan tangan Debby dan juga tulisan tangannya sendiri. Senyuman di wajahnya tak pernah padam, sekalipun saat itu keadaan tengah gelap gulita karena mati lampu.

"Hemat-hemat itu baterai ponsel, lagi mati lampu begini juga," cibir Tita.

"Sirik bin dengki aja sih lo!," balas Veyza.

Tita merasa gemas.

"Kalau lo memang suka sama Kak Debby, seharusnya lo ungkapkan Vey, bukannya malah dibuat gantung begitu aja! Jalan berdua, ngasih Pop Ice tiap hari, surat-suratan, tapi nggak ada kepastian! Itu lebih menyakitkan daripada lo nolak tembakan dari cewek tahu!," omel Tita.

"Masalahnya Ta..., Kak Debby belum tentu suka sama gue. Dia mungkin nyaman ngobrol sama gue, nyaman jalan berdua sama gue, bahkan nyaman berbagi semua hal sama gue, tapi belum tentu dia bisa nerima perasaan gue ke dia. Gue nggak mau dia merasa kalau gue cuma cari-cari kesempatan dalam kesempitan aja Ta," jelas Veyza, jujur.

Tita merubah ekspresinya dan mencoba benar-benar mencerna apa yang Veyza katakan.

"Jadi, lo belum yakin kalau Kak Debby suka sama lo atau nggak?," Tita menduga-duga.

"Iya Ta, itu yang gue maksud. Kak Debby belum tentu suka sama gue. Tapi gue juga nggak mau memaksakan kehendak, gue nggak mau dia nerima kehadiran gue karena terpaksa. Gue takut kalau dia nanti tiba-tiba menjauh dari gue," jawab Veyza.

"Terus gimana dong caranya biar dia tahu kalau lo suka sama dia, sementara lo nggak mau bilang ke dia kalau lo suka?."

"Entahlah Ta, gue masih belum memikirkan apapun untuk sampai ke tahap itu. Saat ini, gue cuma mau menikmati waktu di mana gue bisa bersama-sama dengan Kak Debby."

Tita tersenyum meringis.

"Miris gue lihat nasib lo Vey! Cowok populer dengan IQ tinggi, wajah tampan, jago basket dan semua hal lainnya, tapi pengecut kalau sudah berurusan soal hati!," sindir Tita.

Veyza tersenyum singkat. Dalam hati ia membenarkan apa yang Tita katakan, bahwa dirinya memang selalu menjadi pengecut jika sudah membahas urusan hati.

Pintu kamar tiba-tiba terbuka.

"Vey..., Ta..., ke atap yuk! Gelap di sini," ajak Farel.

"Ogah ah, malas!," jawab Veyza.

"Iya, capek gue!," tambah Tita.

"Udahlah Far, mereka nggak mau, jangan dipaksa. Di atap ada Kak Debby dan Kak Andra padahal...," pancing Difta, kompor.

Veyza dan Tita pun bangkit dengan penuh semangat dari tempat duduk mereka masing-masing.

"Minggir-minggir gue jalan duluan!!!," usir Tita.

"Enak aja!!! Gue yang duluan!!!," balas Veyza tak mau kalah.

Difta dan Farel pun terkikik geli dengan kelakuan mereka berdua. Di atap sudah ada beberapa orang di sana sejak tadi, Veyza mematikan senter pada ponselnya karena ada penerangan dari lampu minyak yang besar di tengah-tengah atap.

Veyza menatap tepat ke arah Debby saat melihat sosok gadis itu. Ia mendekat lalu memakaikan jaketnya yang baru saja ia lepas pada Debby.

"Udaranya dingin Kak, pakai ya," pinta Veyza.

"Ekhm..., gue ambil minuman dulu ya Deb," Kyara pun menjauh dengan cepat.

Debby terkekeh melihat tingkahnya. Ia pun menatap Veyza di tengah kegelapan yang tak sempurna saat itu.

"Thank's ya Vey, gue benar-benar lupa bawa jaket gara-gara panik pas mati lampu tadi," ujar Debby.

"Iya nggak apa-apa Kak. Pakai jaket gue aja. Mati lampunya bakalan lama karena PLN satu Yogyakarta lagi melakukan perbaikan," balas Vey.

"Iya, tadi gue sempat baca kok di internet. Cuma nggak nyangka aja kalau jadwalnya benar-benar hari ini dan di malam hari," gerutu Debby dengan wajah menggemaskan.

Veyza mencubit kedua pipi gadis itu dengan lembut, hingga Debby benar-benar menatap ke arahnya. Ia tersenyum penuh arti untuk gadis itu.

"Lo takut gelap?," tanya Veyza.

"Iya, gue takut banget sama gelap. Untungnya tadi gue lagi peluk Mr. Aldebaran, jadinya nggak terlalu takut seperti yang biasa," jawab Debby, jujur.

Veyza mendekat dan memeluk Debby dengan erat. Debby bersandar untuk melepaskan rasa takutnya di dalam pelukan Veyza.

"Gue..., gue sayang sama lo Kak," ungkap Veyza.

Debby menatap Veyza.

"Gue tahu kok Vey, lo juga udah pernah bilang," ujar Debby.

"Bagaimana kalau rasa sayang gue ke elo lebih dari sekedar rasa sayang seorang teman?," batin Veyza.

"Gue juga sayang sama lo Vey. Lo teman terbaik yang pernah gue punya," balas Debby dengan senyuman termanis di wajah cantiknya yang sederhana.

Veyza pun tersenyum penuh rasa bahagia mendengar balasan atas rasa sayangnya itu.

'Ya gue bahagia karena lo juga sayang sama gue, meskipun hanya sebatas teman.'

* * *

Debby memegangi dadanya yang bergemuruh hebat saat ia tiba di kamar asrama ketika lampu telah menyala. Jantungnya sejak tadi tak pernah berhenti berdebar-debar saat mendengar ungkapan perasaan Veyza untuknya.

Ia berbaring dan segera memeluk Mr. Aldebaran di tempat tidurnya. Debby yakin kalau Kyara sudah terlelap karena terlalu mengantuk. Ia pun menatap foto Veyza yang benar-benar ia tempel di dada Mr. Aldebaran.

"Gue juga sayang sama lo Vey, tapi bukan sebagai teman. Lo mungkin akan menjauh kalau tahu perasaan gue yang sebenarnya sama lo dan gue takut kalau hal itu terjadi. Gue nggak siap, gue nggak mau kehilangan lo. Maaf, karena gue egois dan hanya mementingkan perasaan gue sendiri. Tapi jauh dari lo bukan hal yang gue inginkan setelah mengenal lo sejauh ini," gumam Debby di hadapan foto yang sedang ia tatap.

Kyara masih mendengarkan, gadis itu tak tertidur sejak tadi karena masih menelepon Farel.

"Itu suara Kak Debby?," tanya Farel dari seberang sana.

"Iya..., itu suara Debby. Dia lagi ngomong sama Mr. Aldebaran," bisik Kyara sangat pelan.

"Ya ampun..., dua-duanya memang nggak ada yang peka ya," gerutu Farel.

Kyara hanya terkikik geli dari bawah selimutnya.

"Nanti gue yang bakal bilang sama Vey kalau Kak Debby juga sayang sama dia!," tegas Farel.

* * *

*Notre Coeur - Bahasa Perancis artinya Hati Kita.

DeZa ; Ketika Cinta Terpendam Mulai TerungkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang