Klise

62 8 0
                                    

BOOMMMMM!!!

“VEY,” teriak Debby sambil berlari menuju ke arah area dalam sekolah.

Radit dan Andra pun dengan cepat menangkap tubuhnya agar tak ikut mendekat bersama Hendri dan Petugas Medis.

“LEPASIN GUE!!! VEY!!! JANGAN TINGGALIN GUE!!!,” teriak Debby histeris.

Kyara mendekat ke arah Debby dan memeluknya dengan cepat.

“Berhenti Deb, Please…, Vey akan baik-baik aja,” pinta Kyara.

“Nggak Kya!!! Dia nggak baik-baik aja!!! Dia nggak boleh ninggalin gue!!! Dia udah janji!!!,” Debby benar-benar terguncang.

Tubuh Veyza di naikkan ke atas bangkar untuk segera dilarikan ke rumah sakit. Debby melepas pelukan Kyara dan segera meraih tangan Veyza ke dalam genggaman tangannya. Ia ingin ikut ke rumah sakit, dan itu harus!

“Vey…, gue di sini. Gue nggak akan pergi, gue nungguin lo sesuai dengan yang lo minta, bangun Vey, bangun…,” pinta Debby di telinga Pria itu.

Tak ada respon seperti yang biasa ia terima, sosok Veyza hanya terdiam kaku di atas bangkar dengan selang oksigen yang terpasang melalui mulutnya. Bunyi mesin EKG* menemani keheningan dalam mobil Ambulans yang bergerak cepat di tengah ramainya jalanan Kota Yogyakarta. Debby membelai rambut kusut Pria itu dengan lembut menggunakan jari-jari tangannya. Airmatanya tak pernah bisa berhenti saat melihat kondisi di sekujur tubuh yang selalu memberikan rasa aman dan nyaman itu.

Vey, jangan tinggalin gue ya. Lo kan udah janji, gue udah penuhi yang lo mau, gue akan terus menunggu dan sekarang giliran lo untuk memenuhi janji lo ke gue,” bisik Debby.

Ambulans berhenti, pintu belakang mobil itu terbuka lebar dan perawat segera menarik bangkar berisi tubuh Veyza untuk diturunkan. Debby masih setia mendampinginya meskipun saat itu segalanya sudah kacau bagi Debby. Tangannya masih menggenggam tangan Veyza dengan erat.

“Mbak tunggu di sini ya, biar kaami tangi pasien di dalam,” pinta Perawat yang mencegah Debby untuk masuk ke Unit Gawat Darurat.

“Tapi Suster, saya… .”

“Mbak tunggu di sini!,” tegasnya sekali lagi.

Debby berdiri di depan dinding kaca dan melihat sosok Veyza yang segera di tangani oleh Dokter dan Perawat. Tak lama kemudian, semua anggota Seven B yang juga dalam kondisi kritis tiba di rumah sakit itu bersama yang lainnya. Debby bahkan dapat melihat sosok Difta yang tangguh di atas bangkar yang sama, dan dia juga tak bergerak sama sekali.

Kyara menatap Debby saat mereka akhirnya bertemu lagi di depan Unit Gawat Darurat. Mereka berdua masih ingat dengan ketegangan yang terjadi beberapa jam yang lalu di antara mereka. Kyara mendekat dan berdiri di hadapan Debby dengan wajah sama kacaunya dengan wajah Debby sendiri.

“Lo boleh benci gue sekarang. Gue memang cewek paling tolol di dunia karena nggak bisa percaya sama sahabat gue sendiri. Lo boleh benci gue Debby…,” kalimat pertama yang keluar dari bibir Kyara saat menghadapi Debby lagi hari itu.

Debby mendekat dan memilih untuk memeluk Kyara erat-erat.

“Harusnya gue benci sama lo, harusnya gue marah karena lo nggak bilang yang sebenarnya sama gue, tapi siapa yang mau dengar kesedihan gue saat ini kalau gue membenci lo? Lo satu-satunya yang gue punya Kya, dan kita sedang menghadapi ketakutan yang sama. Kita sama-sama takut kehilangan mereka. Jadi bagaimana gue bisa membenci lo?,” tanya Debby.

Kyara dan Debby menangis hebat satu sama lain. Sally, Cassandra, dan Maya bahkan tak mampu mengungkapkan apapun saat itu seperti yang Kyara dan Debby lakukan. Mereka hanya mampu menangis dalam kebisuan.

“Debby…, gue takut Far kenapa-napa!!!,” ratap Kyara.

“Gue juga takut Kya…, gue takut Vey nggak bangun lagi!!!,” ratap Debby.

Andra dan Radit saling tatap saat mendengar ratapan itu. Mereka berdua tak ingin berbohong tentang rasa takut itu, namun hanya kedua mata mereka yang mampu mengatakannya.

“Enak ya jadi  cewek, bisa meratap meraung-raung gitu kalau sedih dan nggak akan ada yang nyidir atau ngatain lebay,” ujar Andra berusaha mengalihkan pikirannya yang kacau.

“Ya udah, lo pake rok sana biar bisa nangis meraung-raung gitu kaya’ mereka,” saran Radit.

“Sialan lo Dit! Gue lagi takut banget ini, bisa-bisanya lo ngelawak!,” umpat Andra.

“Siapa yang ngelawak bangke! Lo nggak lihat gue nangis apa?,” balas Radit.

Hendri ikut menunggu di depan Unit Gawat Darurat itu. Dokter belum juga keluar dari dalam, dan mereka hanya bisa melihat kondisi Seven B dari balik dinding kaca. Banyak alat-alat dan kabel yang dipasang pada tubuh mereka bertujuh, seakan-akan semua itu memang harus dilakukan.

Dokter akhirnya keluar setelah tiga jam berada di dalam sana, semua mendekat untuk mengetahui kondisi Seven B.

“Saya benar-benar meminta maaf, yang kami lakukan pada mereka saat ini sudah jalan yang paling terbaik. Kesempatan hidup mereka tidak lebih dari lima belas persen, saat ini mereka masih bertahan karena kami memberinya alat penopang hidup yang berasal dari mesin-mesin itu. Kondisi mereka tidak stabil, mereka koma dan kami tidak bisa memastikan kapan mereka bisa bangun lagi,” jelas Dokter.

Debby pun segera berlari ke dalam ruangan itu dan meraih tangan Veyza ke dalam genggamannya.

“Vey bangun…, gue tahu lo kuat Vey…, please bangun Vey…, jangan begini!!! Lo udah janji sama gue untuk terus ada di sisi gue, lo nggak boleh begini, lo harus bangun Vey…, please…, bangun!!!,” mohon Debby.

Hendri meraih gadis itu dan memeluknya untuk membuatnya tenang. Namun Debby terus menangis tanpa melepaskan genggaman tangannya dari Veyza.

“Tenang Debby, tenang ya…,” pinta Hendri.

“Bangunin Vey Kak, please bangunin dia. Bilang sama dia jangan begini terus, aku nggak akan tenang Kak,” Debby benar-benar memohon.

“Debby tolong berhenti, tolong tenang dulu,” bujuk Hendri.

“Vey udah janji sama aku, kalau dia nggak akan pernah pergi, dia janji akan selalu menjadi garis tepi sebuah lingkaran yang di dalamnya ada aku sebagai ruang yang dia lindungi. Dia nggak boleh pergi Kak…, kasih tahu Vey untuk jangan pergi…,” pinta Debby, sederhana.

Kyara menangis setelah mendengar janji yang Veyza ucapkan pada Debby. Janji yang mungkin saja sangat klise untuk remaja pada umumnya. Tapi itulah Veyza, seorang Pria yang selalu memegang janjinya seperti yang Farel pernah ceritakan.

Hei kamu, ayo bangun. Sahabatku menunggumu seperti yang kamu minta padanya.’

* * *

DeZa ; Ketika Cinta Terpendam Mulai TerungkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang