Bab 26 _ Mama Raga

164 24 0
                                    

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh!!

Alhamdulillah up !
Silahkan dibaca ,,,

***

Dirga dan Candra yang melihat wanita paruh baya dengan seragam dokternya, Raga yang melihat Mamanya, seketika itu perkelahian berhenti.

"Kamu Candra ? dan dia, dia Dirga?"

Candra, Dirga, Raga, Rania bingung. Namun tak urung jua Candra dan Dirga mengiyakan.

"Candra, kamu masih ingat dengan anak perempuan yang suka bermain bareng Raga?"

Candra tampak menimang dan ah dia ingat "Billa Tan?" Mama Raga mengangguk. "Dimana dia?"

"Dia sedang terbaring disana." Mama Raga menunjuk kearah Bilqis yang terbaring tenang dengan ditemani Rania.

"Bilqis? Dia Billa?" sekali lagi Mama Rega mengangguk, "Lalu kamu Raga? Raga kembarannya Dirga? Mereka masih hidup?"

"Raga, Bang Aga? Kamu?"

Sekali lagi Mama Raga mengangguk, air matanya kembali menderas. Mama Raga mencekal tangan Raga dan Dirga. Kemudian pergi dan kembali lagi dengan membawa kotak, dibukanya kotak itu dan terlihatlah kalung berbahan benang hitam dengan bandol busur.

Seketika Dirga memegang kalungnya sendiri. Dilepaskan kalung kebanggaannya itu dan menyatukan kalung berbandol panah dengan kalung berbandol busur. Tepat bandol itu menyatu saling melengkapi.

Raga dan Dirga seketika bertatapan dalam fikirannya masih mengingat betul kepingan-kepingan peristiwa masa lalunya.

Drrrttt! Drrrttt! Drrrttt!

Oh rupanya Candra harus mensilent telfonnya. Sedang dalam momen tegangnya tiba-tiba telfon Dirga berbunyi dan siapa lagi kalau bukan Bimo, Wahyu, Adipati, n Juna. Candra segera mengangkatnya dan menyuruh mereka untuk masuk kedalam rumah ini.

Akhirnya Bimo, Wahyu, Adipati, n Juna datang menuju markas Raga. Sempat tertegun melihat Raga karena mukanya yang mirip dengan Dirga.

Kembali lagi Raga dan Dirga mengingat masa lalunya dan menceritakan kepada mereka.

Flashback on

Dua anak laki-laki dengan wajah yang nyaris sama itu sedang bermain bersama. Seketika laki-laki paruh baya menghampiri mereka.

"Wah... Papa pulang asyik!" ucap kedua laki-laki itu dengan binar bahagia.

"Wah jagoan-jagoan Papa sedang main apa?"

"Panah-panahan Pa. Pa Papa, Raga suka curang kalau main sama Dirga."

"Eh siapa yang curang, Abang gak curang, kamu itu adek aku manggil aku harus pake abang."

"Gak mau cuman beda dua menit kok."

"Ya gimana-gimana kan abang tetep yang keluar dulu dari perut Bunda."

"Gak mau gak mau, katanya lebih tua dari Dirga tapi main panahan aja kalah sama yang lebih muda."

"Eh abang itu bukan kalah cuman ngalah aja sama adek."

"Halah bilang aja gak jago, dan Dirga lebih jago."

"Adekkk!"

Dua laki-laki itu berlarian mengejar satu sama lainnya. Papanya yang melihat anak-anaknya hanya tersenyum bahagia. Ah sungguh kebersamaan yang dia rindukan.

Androphobia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang