Chapter 18: Rumah yang lain

304 67 2
                                    


MUNGKIN semua orang sudah hapal, Inosuke itu tipikal orang yang alergi dengan hening dan situasi serius. Makanya saat hal itu datang di mobilnya ketika ia bersama dengan Aoi, Inosuke menghela nafasnya berat untuk kesekian kali.

"Gue lupa jalan ke rumah lo."

Aoi yang tadinya sedang melempar tatapan ke jalan pun melirik Inosuke tajam. "Alesan."

"Emang. Biar kita bisa ngomong."

Aoi reflek berdecak kesal. Sedangkan Inosuke langsung menyengir lebar. Pemuda itu sungguh tidak tahu, kalau kelakuannya hanya membuat Aoi semakin ingin turun dari sini sekarang juga. Tapi mau bagaimana lagi, plastiknya robek. Dan hanya di jok belakang lah, belanjaan Aoi sekarang berada.

"Ketawa, dong," goda Inosuke melihat wajah masam Aoi.

"Bacot." 

Inosuke tersenyum tipis melihat sikap dingin Aoi padanya. Padahal Inosuke ingat jelas Aoi dulu mudah tertawa akan setiap kelakuan Inosuke, seolah memang humornya sangat receh. Tapi sekarang tidak. Mereka seperti orang asing yan  baru mengenal beberapa menit lalu.

Ya, sebab semua itu hanya cerita yang sudah lalu.

Sekarang kenyataanya berbeda.

Tak ada percakapan selama perjalanan. Inosuke terus menyerocos, namun Aoi tidak ada niat sedikit pun untuk membuka mulutnya. Dan kalau sudah begini, Inosuke hanya bisa pasrah. Mungkin Aoi benar-benar sudah melupakannya.

Begitu mobil Inosuke tiba di pekarangan rumah Aoi, pemuda itu langsung membawakan belanjaan Aoi. Gadis itu tidak melawan. Ia membiarkan Inosuke menjadi babunya.

Begitu pemuda itu tiba di pintu, ia langsung mendobraknya antusias.

"BUNDAAA!!! Inosuke pulang!!"

Buk!

Satu geplakan dari Aoi mendarat di punggung Inosuke. Sambil mendelik pada Inosuke, Hannah membuka pintu rumahnya pelan-pelan. "Nggak usah berisik. Bunda lagi sakit."

"Ya maap," Inosuk menyengir lebar. "Ayo masuk."

Aoi mengerutkan dahinya. "Ini kan rumah gue."

"Oh iya, lupa lagi. Saking seringnya ke sini, dulu." ujarnya tanpa dosa. "Kalau begitu, Anda saja yang mempersilahkan Baginda masuk."

Aoi merotasikan matanya malas. Sambil menghela nafas malas, Aoi pun melangkah mendahului tamu gilanya itu. "Ayo masuk." ucap Aoi singkat.

"Iya, Adinda."

Inosuke langsung meletakkan barang belanjaan Aoi di dapur, seperti biasa. Dulu ia sudah sering ke sini, jadi pemuda itu masih hapal betul. Sedangkan Aoi melangkah pelan menuju salah satu pintu kamar.

Tok tok tok

"Bunda, Aoi pulang." ujarnya lembut. "Aoi bawa babi hutan hasil buruan, Bun."

"Heh!" Inosuke yang baru muncul dari belakang Aoi menyahut tidak terima. "Enak aja lo."

Aoi mengangkat bahunya, tidak peduli. Ia pun melanjutkan ucapannya. "Aoi udah ganti mayonesnya. Kecap juga udah beli yang baru. Terus jus—"

Tiba-tiba, pintu terbuka.

Bunda keluar dari dalam, dengan senyuman lebar. Wanita itu langsung memeluk Inosuke yang ada di belakang Aoi, lebih cepat dari yang Aoi kira.

"Calon mantu Bunda dateng juga akhirnya, udah lama nggak main." Bunda melepas pelukannya. "Bunda teh sono pisan."

"Hehe, iya, Bunda. Ini Inosuke main," ucap pemuda itu dengan senyuman di bibirnya. "Sibuk anggar mulu, Inosuke teh."

Sibuk anggar?

Cih, Aoi tertawa pelan dalam hati.

Saat Bunda mengangguk sambil mengelus pucuk kepala Inosuke, Aoi langsung mengalihkan pandangannya. Ia segera menuju ke dapur, menyibukkan diri disana. 

Sejenak, Aoi bernafas lega. Ia tidak ingin terus terbayang-bayang masa lalu. Jujur, semua ini sempurna. Inosuke dekat dengan Bunda, itu bukan hal yang buruk. Namun semuanya berbeda, sudah berlalu. 

Semua ini sulit.

Dan Aoi terluka.

Hatinya pedih mengingat setiap hangat yang kini sudah berakhir. Bunda selalu senang melihat Inosuke datang. Tapi Bunda tidak pernah benar-benar tahu, ada cerita yang sudah selesai.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Arogan | Inosuke Hashibira✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang