Chapter 17: Senyuman untuk orang lain

322 74 5
                                    


PERTENGKARAN di hubungan Inosuke dan Hannah itu bukan hal baru.

Bagaimana tidak, yang satu keras kepala, yang satu tidak suka diperintah. Ibaratnya beras, pertikaian sudah jadi asupan sehari-hari bagi mereka.

Seperti hari ini, contohnya. 

Inosuke marah pada Hannah karena gadis itu tiba-tiba saja pergi tanpa memberi kabar pada Inosuke. Bagaimana pemuda itu tidak khawatir saat ia tidak tahu dengan siapa Hannah pergi? Atau apakah Hannah sampai dengan selamat?

Sekarang gerimis mulai mengguyur, Inosuke kian khawatir.

Pemuda itu melempar tatapannya pada jendela kamar. Irisnya menerawang jauh ke jalanan yang semakin basah. Setiap rintik itu berhasil membuat benak Inosuke bertanya-tanya "Apa Hannah sudah sampai di rumah?"

"Ck."

Inosuke segera mengambil ponselnya dan memutuskan untuk menelpon Hannah. Pemuda itu menunggu dan terus menunggu, hingga beberapa panggilannya tetap tak dijawab oleh Hannah. 

Bruk!

Inosuke melempar ponselnya ke arah kasur dengan penuh rasa sebal. Sembari mengeluarkan sumpah serapah, Inosuke langsung membuka laci nakas dan mengambil kunci mobilnya. Ia mengambil kembali ponselnya, lalu mengambil jaket yang tergantung di belakang pintu kamarnya dan segera turun. 

"Heran ya anjir, ni cewek hobi bener bikin orang khawatir." omelnya sepanjang jalan.

Inosuke segera masuk ke mobil lalu mengarahkan mobilnya ke jalan raya. Kali ini ia memutuskan untuk mampir ke rumah Nezuko sejenak. Sekedar untuk bertanya dimana Hannah melakukan kerja kelompoknya. 

Di tengah jalan, Inosuke terjebak di lampu merah. Hujan mengguyur kian deras, Inosuke menggigit bibir bawahnya. Pemuda itu semakin khawatir. Apalagi ia paham betul fakta bahwa Hannah harus sampai di rumah sebelum jam 7 malam.

Inosuke menghela nafas panjang.

Apa saat ia mengkawatirkan Hannah seperti ini, Hannah juga memikirkannya?

Manik Inosuke terhenti ketika ia melirik ke arah bahu jalan. Tak jauh dari salah satu minimarket, seorang gadis dengan surai hitamnya yang selalu dikuncir dua kesamping. Di tangannya sudah ada dua kantung plastik yang sangat penuh. Dan mungkin tak butuh waktu 5 menit untuk plastik itu jebol dengan sendirinya.

Bruk!

Nah.

Tebakan Inosuke benar. 

Barang belanjaan yang ada di dalam plastik itu pun berjatuhan. Dan begitu lampu hijau menyala, Inosuke justru meminggirkan mobilnya ke arah tepian jalan.

Pemuda itu langsung mematikan mesin mobilnya, lalu turun. Ia segera berlari kecil mendekati gadis itu dan membantunya memunguti barang-barangnya yang berjatuhan.

Saat kulit tangan mereka tak sengaja bersentuhan, gadis itu pun terdiam seketika. Iris birunya terhenti. Amarah sontak berkumpul di benaknya.

"Lo—"

"Shhh," potong Inosuke cepat. "Kenapa belanja sendirian? Bunda mana?"

Gadis itu mendengus sebal. Dengan wajah masamnya, ia menyahut. "Bunda sakit."

Inosuke mengangguk paham. Usai mengumpulkan kembali barang-barang itu, Inosuke bangkit dan membawakan barang itu seperti menggendong bayi. "Ayo bareng, gue anter."

Gadis itu pun mendelik seketika. "Gue kan udah bilang, nggak usah ganggu hidup gue la—"


"Aoi," panggil Inosuke singkat.


Gadis itu pun terdiam seketika.

"Ayo nurut. Gue cuma mau bantu elo."

Gadis itu menghela nafas lemah. Kali ini pun ia pasrah.




***

Hannah duduk termenung di kamarnya dengan tatapan kosong. Di tangannya masih ada satu potong martabak manis yang baru ia gigit sedikit. 

Mungkin, Hannah mulai gila.

Baru beberapa menit lalu, ia terpukau dengan sosok Genya.

Tidak. Ini baru pertama kali bagi Hannah melihat pemandangan seorang pemua yang memberikan 'sogokan' martabak manis pada ayahnya. Pemuda itu juga menjelaskan alasan Hannah pulang sedikit terlambat malam ini dengan nada yang begitu sopan. Dan pemuda yang melakukan semua hal itu adalah Genya.

Beberapa detik lalu, Hannah baru membaca sebuah artikel di ponselnya. Katanya, martabak manis memang jadi 'sogokan' untuk calon mertua dari pihak perempuan.

Dan karena membacanya, Hannah jadi gila.

"Anjir, nggak mungkin." 

Tangan kiri Hannah memijat pelipisnya, berusaha mengumpulkan kewarasan sebanyak-banyaknya. Mungkin Genya hanya sudah terbiasa berada di posisi itu. Mengantar pacarnya yang pulang terlambat. Jadi Genya tahu bagaimana caranya bersikap di depan ayah Hannah.


Ting!


Satu notifikasi masuk ke ponsel Hannah. Ia langsung membaca bar notifikasi. Sebuah lekungan pun tergambar di bibirnya. Dan mungkin benar, Hannah sudah gila. Gadis itu langsung membuka notifikasi yang masuk.


Genya Shinazugawa: Bokap l mrh g?

Hannah Watanabe: Enggak

Hannah Watanabe: Makasih ya

Genya Shinazugawa: Sm2

Genya Shinazugawa: Jdi crita?

Hannah Watanabe: Lo nungguin beneran, Gen?

Genya Shinazugawa: G sbenrny krn g pntng

Genya Shinazugawa: Tpi kpn pun l jatuh, gw selalu ad

Hannah Watanabe: :)

Hannah Watanabe: Makasih

Hannah Watanabe: Gue telpon aja gimana? Nggak enak ngomongnya kalo di chat

Genya Shinazugawa: Gw aj yg nlpn l dluan

Genya Shinazugawa: Biar kl ad yg baca history call, g ngira lo gatel ke gw duluan


Hannah tersenyum tipis membaca pesan terakhir dari Genya. Tak lama setelahnya, layar benda pipihnya pun berganti dengan panggilan telpon. Dari Genya, tentunya.

Hannah pun kembali tersenyum.

Sepertinya hari ini, karena Genya, Hannah suka martabak manis.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


A/n:

Naikin votenya ayo:((

Arogan | Inosuke Hashibira✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang