INOSUKE menyedot minumannya sembari menatap Hannah.
Gadis yang duduk di depan Inosuke itu sebenarnya sadar akan tatapan pacarnya, tapi ia kini lebih sibuk dengan file presentasinya yang sedang ia betulkan.
"Kamu ngerjain apa, sih?" tanya Inosuke.
"Benerin tugas presentasi agama tadi. Pas kelompokku mau maju, jam pelajarannya udah kepotong sama jam istirahat. Terus bagiannya Genya masih berantakan, jadi aku tata ulang."
"Kok bisa?"
"Soalnya dia ngumpulinnya ke aku telat. Jadi aku nggak sem—"
"Nggak, bukan itu." potong Inosuke. "Kok kamu satu kelompok sama si Gempa itu?"
"Genya, Babiii..... astaga," Hannah menghela nafas panjang. "Lagian dari undian nomor absen aku dapet satu kelompok sama dia. Bukan aku yang milih."
Inosuke mengendus sebal dengan wajah masamnya.
Baiklah, katakan saja Inosuke kekanak-kanakkan karena masalah sepele. Tapi entah kenapa, firasatnya selalu tidak enak setiap kali Hannah sudah membahas soal Genya. Meski pun Inosuke lebih cocok jadi babi yang rakus, tapi sebagai laki-laki, tetap dia punya insting alpha kalau sudah membahas soal Hannah.
"Kamu marah?" tanya Hannah.
"Emang salah kalo aku marah?" tanya Inosuke balik dengan nada tajam.
Hannah langsung terdiam. Ia pun menatap dua iris hijau Inosuke dengan dahi yang berkerut. "Ya udah sih ya, santai aja. Nggak usah nyolot."
Inosuke mengepalkan tangannya erat, giginya di dalam menggertak. Untuk kali ini, ia memilih untuk menahan emosinya. Memang benar, ia mudah tersulut, tapi kalau Inosuke terus menyahut, percakapannya dengan Hannah hanya akan berakhir menjadi pertengkaran.
"Cepet selesain tugasnya. Kalo udah bilang."
Inosuke menaruh kepalanya di atas meja, lalu memutuskan untuk memejamkan mata. Sembari menunggu Hannah, pemuda itu sesekali meneguk kembali minumannya.
Di salah satu sudut kafe itu, rasanya Inosuke ingin pergi jauh.
***
"Han,"
Hannah yang tengah mengamati jalanan sore dengan sedikit gerimis dari langit itu langsung menoleh, menatap punggung Inosuke. "Hm?"
"Gue ngebut, ya?"
Hannah terdiam sejenak. Keraguan melanda gadis itu, masalahnya, jalanan sedikit licin karena gerimis yang masih mengguyur. Tapi Inosuke selalu mengatakan hal yang sama saat keduanya terlibat pertengkaran kecil.
Hannah tahu, Inosuke tidak berniat untuk kabur. Ia hanya menghindari Hannah untuk menghindari pertengkaran yang lebih besar.
"Iya," jawab Hannah akhirnya.
Inosuke pun mulai memacu kecepatan motornya lebih tinggi.
Hannah pun meremas rok seragamnya. Antara gengsi untuk pegangan pada Inosuke, tapi takut jatuh kalau tidak pegangan. Duh, kaki Hannah rasanya terbang.
Hannah benci ini.
Keduanya hanya berjarak beberapa centi, namun hati dan pikiran mereka ada di tempat lain. Rasanya seperti pasangan jarak jauh.
Itu lah sisi buruk Inosuke yang tidak Hannah sukai. Pemuda itu mudah tersulut marah, mudah cemburu, dan cenderung pemaksa. Kalau hal itu sudah terjadi, Hannah hanya bisa bersabar. Dari hubungan lalu, ia tidak ingin dengan sahutan kecilnya menimbulkan pertengkaran.
Karena mau bagaimana pun, Inosuke itu berbeda.
Hannah ingin terus bersama Inosuke untuk waktu yang cukup lama. Apa pun yang terjadi, bagaimana pun sikap kasar pemuda itu. Bagimana ya, Hannah juga tidak mengerti kenapa ia bisa begini.
"No..." Hannah mulai melingkarkan tangannya di perut Inosuke.
"Hm?"
"Maaf ya."
Inosuke tak langsung menyahut. Pemuda itu terdiam sejenak begitu merasakan hatinya mulai menghangat oleh ucapan maaf yang singkat dari Hannah.
Sejurus kemudian, satu tangan dari pemuda itu pun menyentuh tangan Hannah yang terdapat di bagian depan perutnya.
"Aku juga. Maaf ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arogan | Inosuke Hashibira✔️
Fanfiction──ft. Hashibira, Inosuke ❝Mungkin dia udah ngawasin kamu selama ini, mungkin yang dia suka itu kamu. Dan kamu nggak pernah sadar.❞ Kehadiran Inosuke itu plot twist terbesar di hidup Hannah. Dari tiba-tiba nembak, sampai identitas sejati dari cowok...