Chapter 16: Perihal martabak dan gerimis

372 62 3
                                    


"Batreku tuh abis, No."

"Terserah."

"Apa? Salah lagi ak—"

Pip.


Hannah terdiam sejenak. Ia langsung menatap layar ponselnya, lalu mendelik seketika ketika panggilan telponnya telah diputus sepihak oleh Inosuke.

Gadis itu mengumpat tak tertahankan. Kesal sekali rasanya.

Hannah tahu Inosuke hapal betul bahwa gadis itu harus pulang sebelum ibadah Isya. Sedangkan ini sudah nyaris jam 7 malam, tapi yang ada malah pertengkaran antara pasangan itu lagi.

Baiklah, Hannah akui, ia juga salah.

Gadis itu sengaja mematikan ponselnya selama kerja kelompok berlangsung. Iya, gadis itu sengaja karena tahu Inosuke pasti akan marah karena Hannah tahu-tahu meninggalkan padepokan latihan Inosuke tanpa bicara pada pemuda itu. Terlebih lagi, setelahnya Hannah mengaku ponselnya habis daya.

Tapi saat Inosuke marah seperti ini, ia justru terlihat menyebalkan.

"Han, pulang nggak?"

Hannah langsung menoleh ke arah suara. Gadis itu pun mendapati Genya dan motornya yang sudah siap untuk pulang.

"Ya pulang lah, anjir. Ya kali gue nginep di rumah Hina." jawab Hannah dengan dahi yang berkerut sebal, sambil membawa sang tuan rumah dari kerja kelompok kali ini.

Genya terkekeh pelan. "Dianter siapa?"

"Gada."

"Lah?"

"Inosuke pundung."

"Oh," Genya mengangguk pelan. "Ya udah sama gue aja."

"Ga ah, takut ngerepotin."

"Yeh, ngerepotin apaan." Genya terkekeh pelan. "Taman Asri, kan? Gas kui. Masih searah sama gue, kok."

Hannah terdiam sejenak dengan mulut yang terbuka kecil. Sejauh ini, ia baru sadar kalau Genya ternyata searah dengannya. Masalahnya, Genya itu jarang terlihat membawa kendaraan di sekolah. Pulang pun selalu larut sore karena berkumpul dulu dengan teman-temannya, jadi tidak pernah berpapasan dengan Hannah.

"Serius gak ngerepotin, kan?" tanya Hannah.

Genya mengangguk. "Cepetan, keburu gerimis." 

Hannah mengangguk singkat. Gadis itu pun segera naik ke jok belakang motor Genya. Keduanya sempat berpamitan sejenak pada teman-temannya yang lain sebelum Genya segera melesatkan motornya pada padatnya jalanan malam.

Genya dan Hannah tak bicara sama sekali selama perjalanan. Toh, keduanya memang tidak dekat sejak awal. Genya hanya sering meninjam buku tugas Nezuko atau Hannah untuk disalin jawabannya. Sekedar itu.

Baru setengah perjalanan, gerimis pun mulai membasahi jalan. Dengan sigap, Genya segera meminggirkan motornya ke salah satu lapak penjual martabak.

"Lo mau ngiup, Gen?" ucap Hannah. 

"Nggak, mau gali kubur lo." Genya menghela nafasnya singkat. Ia melepas jaket denim yang dikenakannya, lalu memberikannya pada Hannah. "Nih, pake."

"Ah ilah, Gen. Gue buru-buru nih," 

"Iya, dibawa pulang makannya, kok. Gue cuma mau bungkusin buat nyokap gue. Temenin dulu." ucap Genya teguh sembari menarik tangan Hannah masuk.

Gadis dengan surai pirang itu hanya bisa menghela nafas panjang dan mengikuti langkah Genya. Ia harap, semoga ia dapat pulang tepat waktu.

"Martabak manis satu ya, Mas." ujar Genya pada sang penjual. Pemuda itu pun menoleh pada Hannah. "Lo mau makan juga nggak?"

"Ngga—"

"Gue bayarin."

Hannah seketika langsung mengerutkan dahinya. Sungguh, sikap dermawan Genya seharian ini membuat gadis itu merasa segan. "Apaan sih, anjir. Kok jatuhnya gue ngerepotin banget."

"Ya emang— enggak, deng. Ya udah, Mas, martabak manisnya dua."

Hannah langsung mendelik. "Lo mau beliin gue?"

"Gak usah bawel deh, lo." 

Hannah terdiam seketika. Gadis itu pun membuang pandangannya sembari mengendus sebal. Baiklah, mungkin Genya hari ini begitu dermawan. Tapi Hannah lupa sejatinya mulut pemuda itu tetap saja tajam.

Sedangkan Genya yang melihat tingkah Hannah justru terkekeh pelan. Pemuda itu pun mengelus pucuk kepala Hannah. 

"Maaf, maaf." ujar Genya. "Lo ada masalah apa sama Inosuke?"

Hannah tak langsung menyahut. Pandangan gadis itu jutru tiba-tiba menjadi kosong, sama dengan hatinya. Batinnya mulai lelah akan kelakuan Inosuke yang semakin hari semakin membuatnya harus punya kesabaran eksrtra.

"Lo bisa cerita ke gue." lanjut Genya.

"Nanti ah. Gue lagi nggak mau bahas dia sekarang."

"Oke."

Tak lama kemudian, pesanan Genya pun sudah siap. Pemuda itu langsung menyelesaikan pembayaran dan kembali menggandeng tangan Hannah keluar. 

"Yuk,"

Hannah mengangguk kecil. Bersamaan dengan gerimis yang kian deras, Hannah pun kembali mengikuti langkah Genya.

"Bawain, jangan sampe kena hujan." ucap Genya sembari memberikan sebungkus martabak pada Hannah. Sejurus kemudian, Genya pun mengancingkan jaketnya yang dikenakan Hannah.

Dan kali ini, Hannah menggigit bibir bawahnya.

Antara cangung dan gugup, Hannah tidak tahu lagi. Genya itu benar-benar tidak tertebak.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


A/n: 

Penampakan sosok tuan rumah kerja kelompok kali ini h3h3h3h3. Yang udah nonton Weathering With You pasti tau lah ya awkakwak

Maapin gada gifnya, ga bisa di akses huhuhu

Maapin gada gifnya, ga bisa di akses huhuhu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Arogan | Inosuke Hashibira✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang