Chapter 8: Kita, rahasia, dan masa lalu

543 81 0
                                    


"Kamu yakin, nggak mau makan dulu?"

Hannah tak menyahut, hanya menggelengkan kepala. Dan dari spion lah, Inosuke mendapat jawaban itu. Inosuke pun menghela nafasnya.

Entah itu adalah pertanyaan Inosuke ke berapa belas kali, tapi yang dilakukan Hannah masih tetap menggeleng. Inosuke tahu gadis itu tidak marah, melainkan kecewa. Inosuke masih tahu caranya menghibur seseorang yang sedih, tapi untuk seorang kekasih yang kecewa padanya?

Sial, ini memusingkan.

Tambah pusing lagi saat Inosuke mengingat Hannah belum makan dari siang. Sedangkan pemuda itu tadi memang sempat nongkrong sejenak. Walau tidak makan makanan pokok, yah, setidaknya Inosuke sempat memakan makanan ringan.

Tapi Hannah?

Astaga.

"Kamu masih marah sama aku?" tanya Inosuke.

"Nggak," jawab Hannah pendek. "Cuma kecewa."

Inosuke menghela nafasnya berat, sudah ia duga. Pemuda itu paham betul, kecewa punya tingkatan yang lebih tinggi dari pada sekedar marah atau kesal. 

Seseorang yang kecewa butuh waktu untuk memaafkan. Sedangkan Inosuke tidak ingin berjauhan dengan Hannah. 

Bahkan sedari tadi Hannah tak pernah menjawab chat-nya. Kalau saja Inosuke tidak diberi tahu Nezuko di mana tempat les Hannah, mungkin saja pemuda itu tidak akan datang.

"Han," Inosuke menggigit bibir bawahnya. "Maaf."

Hannah tak menjawab. Dari spion motornya, Inosuke mendapati wajah sendu Hannah. Ia tidak tahu lagi harus apa sekarang.

Tapi kali ini, Hannah memilih mengalah. Dari hubungan sebelumnya ia paham, meninggikan ego berlebihan hanya akan membawa mereka pada pertengkaran. Gadis pun itu menarik nafasnya panjang.

"Kemana aja tadi?" tanya Hannah.

"Oh, abis kamu ke tempat les, aku diajakin ngumpul sama Zenitsu."

Hannah mengangguk paham. Sebenarnya ia sudah tahu hal itu dari Kak Tanjirou. Tapi gadis itu tetap bertanya, niatannya agar semuanya jelas.

"Jatah 3 box-nya, kok nggak diambil?" tanya Hannah ragu. "Dari awal pun, Kak Inosuke udah menang atas taruhan itu. Jadi kenapa nggak diambil?"

Inosuke tersentak kecil, ternyata Hannah sudah tahu soal taruhan itu. Sejurus kemudian, senyuman pahit pun terukir di bibir Inosuke.

Tak lama kemudian, mereka pun sampai di depan rumah Hannah. Inosuke menghentikan motornya dan Hannah langsung turun. 

"Kenapa?" Inosuke tersenyum tipis. "Kamu tau kenapa? Karena semua itu cuma alibi. Aku sayang sama kamu. Tapi aku terlalu canggung buat langsung deketin kamu. Tapi jujur, aku ngajak kamu pacaran bukan karena taruhan itu. Aku cuma pengen kita deket, kayak dulu."

"Dulu?" Hannah mengerutkan dahi.

Inosuke tersentak kecil. "Kamu nggak inget aku siapa?"

Dahi Hannah masih berkerut. Ia tidak paham maksud Inosuke. Ingatan gadis itu langsung melayang saat Inosuke menyuruhnya untuk mengingat data diri singkatnya. 

"Inosuke Hashibira 11 IPS-3, kan?"

Inosuke menatap Hannah seolah tak percaya. Sejurus kemudian, senyuman kecewa pun terukir di bibir Inosuke.

"Babi Laknat," jawab Inosuke lirih. "Aku kira saat kamu namain boneka itu, kamu emang inget aku siapa."

Hannah membulatkan mata sempurna, nafasnya nyaris tercekat. Ia langsung menatap Inosuke dari ujung kaki sampai ujung rambutnya, lalu menggeleng tak percaya.

"Nggak mungkin,"

"Jadi Nana nggak percaya sama aku?"

Astaga.

Apa Inosuke memanggilnya tadi? Nana? 

Itu panggilan Hannah saat kecil. Tak banyak yang tahu memang, hanya keluarga dekat Hannah dan teman kecilnya. Hannah tersenyum sendu, matanya tiba-tiba menghangat. Tubuhnya gemetar hebat menahan tangis. 

"Babi Lakat...... yang nunggak TK, dulu?"

"Astaga, Na. Nggak nunggak. Aku cuma di drop out."

"Tambah parah dong, tolol." umpat Hannah dengan air mata yang mulai mengalir. 

Inosuke menyengir lebar. Hannah pun menarik lehernya dan langsung memeluk erat pemuda itu.

Babi Laknatnya, kini telah tumbuh menjadi pemuda yang mulai dewasa dengan nama asli Inosuke Hashibira. Keduanya adalah teman dekat di masa lalu, saking dekatnya, orang tua mereka pun sudah sama-sama akrabnya.

"Maaf," Hannah melepas pelukkannya sembari menghapus jejak air matanya. "Aku kira kamu nggak selamat waktu kebakaran 12 tahun lalu. Semua hilang begitu aja. Aku pun pindah karena kebakaran itu. Tapi setelahnya, aku nggak pernah denger kabar kamu lagi."

"Maaf," Inosuke tersenyum tipis. "Pasti tahun-tahun terakhir ini berat tanpa aku, ya?"

Hannah mengangguk. Gadis itu kembali mengusap beberapa tetes air matanya yang jatuh. Semua terasa begitu campur aduk, sebab Babi Laknatnya kini ada di hadapannya.

"Kamu tau? Aku nyesek banget tiap kali kamu pake topeng babi itu. Mirip banget tau, atau mungkin sama? Dah ah, nggak tau. Aku kira kamu bener-bener udah nggak ada."

Inosuke terkekeh pelan. "Well, aku selamat. Dan sekarang aku berdiri di depan kamu. Aku masih cowok yangsama yang pernah kamu tembak pas kecil dulu. Tapi sebelum aku jawab, kamu udah kabur duluan—"

"Iya-iya, ih! Nggak usah dibahas!"

Inosuke terkekeh begitu melihat wajah Hannah yang memerah. Pasti gadis itu malu karena mengingatnya. Namun, tawa mereka tiba-tiba saja harus terhenti oleh suara seseorang.

"Loh, Inosuke?"



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Arogan | Inosuke Hashibira✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang