Ruang seni lagi.

92 7 0
                                    

Kini Aeril dan Putra duduk di kursi yang berada di depan kelas Aeril. Terasa canggung suasana diantara Aeril dan Putra kali ini.

"Ril?" Panggil Putra sambil menatap Aeril yang sedikit menundukkan kepalanya.

Aeril hanya berdehem kecil membalas panggilan Putra tanpa menatap Putra sedikit pun.

"Jujur sama gue kalo bukan lo yang lakuin itu" kata Putra sambil berusaha melihat wajah Aeril.

Tapi Aeril hanya diam dan masih menundukkan kepalanya.

"Ril, jawab! Gue tau bukan lo pelakunya!" Kata Putra sedikit membentak Aeril.

Namun Aeril masih tetap diam dan terus menundukkan kepalanya. Putra yang melihat itu langsung menghembuskan nafasnya kasar. Kesal? Itu yang Putra rasakan.

"Ril, ngga seharusnya lo ngelakuin ini. Gue tau, mungkin masalah ganti rugi itu kecil di mata lo. Tapi-"

"Siapa bilang itu kecil? Gue bakal ganti rugi dengan uang gue sendiri tanpa ngelibatin keluarga gue." Potong Aeril membuat Putra langsung menatapnya kembali.

"Terus? Kenapa lo lakuin ini? Lo ga seharusnya ngeiyain kalo ini perbuatan lo! Bahkan lo sampe bersedia ganti rugi kesalahan yang bukan lo lakuin."

"Kalo gue ga lakuin ini, ekskul kita bakal di bubarin Put." Ucap Aeril singkat dan kini ia menatap Putra.

"Tapi Aeril, yang lo lakuin ini sama aja nutupin kesalahan orang lain. Lo jadi kambing hitam sekarang. Gue gabisa liat lo diginiin" ucap Putra dengan tatapan khawatir.

Aeril hanya diam, sampai akhirnya Putra memegang tangannya. "Ayo ke ruang kepsek, lo harus jelasin kalo ini bukan kesalahan lo."

Aeril sedikit kaget namun dengan cepat sebelum Putra berdiri, Aeril menahannya membuat Putra menatap dirinya. Lalu perlahan Aeril melepas genggaman tangan Putra dari tangannya. Lalu Aeril menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Udah terlanjur Put, percuma." Ucap Aeril sambil tersenyum pahit.

"Percuma?" Tanya Putra bingung.

"Hm, percuma. Gabakal ada yang berubah kan kalo gue kasih tau yang sebenarnya?" Ucap Aeril membuat Putra terdiam.

"Semua anak disekolah ini udah tau kalo gue yang lakuin. Bahkan guru guru mungkin tau juga tentang ini. Gabakal ada yang percaya kalo gue bilang yang sebenarnya, kecuali gue punya bukti." Sambung Aeril lalu mengalihkan pandangannya ke langit sore itu.

"Ril, lo tau kan resiko selain itu?",

"Itu berarti lo bakal keluar dari ekskul ini." Sambung Putra dengan tatapan tidak rela Aeril keluar.

Namun Aeril hanya mengangguk sambil menoleh ke arah Putra dan tersenyum sebelum akhirnya ia kembali menatap langit sore itu.

Putra yang melihat itu hanya menatap Aeril dengan tatapan sedih, tidak rela, namun terbesit rasa salut karena Aeril rela berkorban seperti itu, "gue bakal bantu lo Ril" ucap Putra terdengar tulus membuat Aeril terdiam dan kembali menatap Putra dengan membulatkan matanya.

•••

Hari ini rencananya Aeril dan teman-temannya akan menyicil membereskan ruang seni dimulai dari saat jam istirahat.

"Dek? Kamu bisa bawa barang-barang ini sendiri? Kakak bantu ya?" Tawar kak Randi yang melihat kondisi dalam mobilnya penuh dengan belanjaan Aeril kemarin.

"H-ha? Gapapa kok kak! Gapapa" ucap Aeril sedikit panik membuat kak Randi menatapnya.

"Aeril, ini lumayan loh 1 cat udah 1 kg. Kamu beli 5, udah 5 kg. Belum lagi bawa peralatan lukis ini, mana bisa sih Aerill..."

He is Cold or WarmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang